Hawa Dingin yang Menghangat

8 3 0
                                    

"Kak, tukang ojeknya udah dateng tuh!", teriak Mama Marissa dari depan rumah.

"Iya!", Marissa membawa ransel beserta tetek-bengeknya ke luar rumah, "ini tolong angkatin, ya, mas.", pinta Marissa pada tukang ojek.

"Oh, iya, dek. Saya taro depan aja, ya.", sambut tukang ojek itu ramah.

"Iya, mas.", Marissa lantas mendudukkan dirinya di jok belakang, "daahh.. kakak berangkat dulu, ya, assalamualaikum.", salam Marissa pada kedua orangtuanya saat motor mulai dilajukan.



...




Pagi ini seluruh siswa kelas sepuluh Penta Highschool berkumpul di TMP. Mereka mendapat sambutan dari kepala sekolah untuk kegiatan kemah yang akan diselenggarakan tiga hari ke depan. Mereka juga melakukan apel dan doa bersama.

"Kelas mana, dek?", tanya salah seorang panitia.

"Sepuluh IPS satu, kak."

"Oh, ke arah utara aja, ya. Angkutannya ada di sana."

"Iya, kak, makasih."

Seluruh siswa kelas X IPS 1, segera berlalu menuju tempat yang telah di arahkan.

"Ini cewek cowok misah, kan?", tanya Kevin pada semua temannya.

"Iya, cowok yang sebelah kanan.", jawab Aileen.

"Eh, Leen, mobil cewek ada dua, kan?", Clea memastikan.

"Iya, sangga lu yang nomer tujuh belas.", jawabnya lagi.

"Oh, oke. Anak-anak, silakan menaiki angkutan nomer tujuh belas, ya!", teriak Clea pada anggota kelompoknya.

"Biasa aja, ples. Kesannya kayak induk itik yang lagi nyebrangin anak-anaknya.", kritik Marissa.

"Protes ae lu!"




...



Sinar matahari semakin terik menandakan hari telah siang. Beberapa angkutan sudah memasuki area kemah, termasuk angkutan X IPS satu.

"Tempatnya enak, ya.", suara Hana setelah turun dari angkutan, "gue dulu pernah ke sini pas kecil."

"Kemah juga?", Marissa menanggapi.

"Enggak, paman gue ada yang tinggal di deket sini.", jelas Hana.

"Enak dong lo. Bisa numpang mandi nanti."

"Ya kalo jalan kaki mah jauh.", jawab Hana sambil tertawa.


"KEPADA KAKAK PEMBINA, SILAKAN TUNTUN ADIK-ADIKNYA MENUJU TENDA YANG TELAH DISEDIAKAN. SETELAH ITU KEMBALI LAGI KE LAPANGAN UNTUK APEL PEMBUKAAN. LIMA BELAS MENIT DARI SEKARANG!"


"Sepuluh IPS satu ikutin kakak, ya!", suara Deolinda pada adik-adik bimbingannya, "yang laki-laki ikutin Kak Evan."

"Barang-barangnya lengkap semua, kan?", tanya Deolinda memastikan.

"Lengkap semua, kak."


"Nih, taro aja di sini. Beres-beresnya nanti aja, abis apel.", tunjuknya pada sebuah tenda.

"Sangga tiga dua pake tenda yang mana, kak?", tanya Aileen kebingungan.

"Yang depan.", tunjuk Deolinda sambil berjalan ke arah tenda itu.

"SILAKAN DIPERCEPAT! APEL AKAN DIMULAI DALAM SEPULUH, SEMBILAN, DELAPAN, TUJUH, ENAM, LIMA, EMPAT, TIGA, DUA, SATU."

Para peserta kemah lekas berlari ke lapangan.
"Doh, baru dateng aja udah lari-larian kayak gini.", gumam Freya sebal.





"Ris, Ris.", bisik Clea sambil menjawil lengan Marissa.

"Apasih, lu, colak-colek?! Lu kata gue sabun?", risih Marissa.

Clea berdecak, "itu tuh, arah jam dua belas."

Benar saja, setelahnya, pandangan Marissa terkunci. Seolah hawa dingin di dataran tinggi ini menghangat dan terik matahari menyejuk. Kedua unsur itu berkombinasi menyempurnakan pandangan Marissa terhadap sesosok pemuda yang sejak tadi pontang-panting memastikan seluruh acara berlangsung lancar.
"Kalo lagi sibuk gitu makin ganteng, ya.", gumam Marissa tanpa sadar yang masih terdengar Clea.

"Fokus, euy! Lagi apel neh!", teriak Clea tepat di telinga Marissa.

"Rese lu!", kesal Marissa yang hanya dibalas cekikikan puas dari Clea.



"It was stupid of me, to know that I was loving you."

The Art of Eye Contact (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang