Tiga tahun sudah jihan berada di Negara orang. Tania merasa kesepian saat dirinya hanya bisa bercerita lewat teleponnya. Ia merasa hari-harinya dipenuhi pikiran tentang reynan. Begitupun dengan reynan. Perasaan yang menelusup diam-diam membuatnya semakin nyaman dengan tania. Namun, reynan tahu, mengungkapkannya bukanlah hal yang baik. Bukan pula suatu hal yang akan bertahan lama. Hatinya telah berikrar, kepada siapa saja ia jatuh cinta, ia tak akan sekalipun menunjukkannya. Kecuali meminangnya.
Kini, usia tania genap 20 tahun. Tania belum juga menemukan seseorang yang cocok untuk dirinya. Sudah banyak yang melamar tania, namun ia masih belum siap menerima lamaran tersebut. Sampai akhirnya, reynan mengetahui hal itu. Reynan seolah sedang memantaskan diri untuk menjemput tania. Ia mempersiapkan segalanya. Doa-doa panjang ia panjatkan. Puasa sunah senin kamis ia lakukan. Juga sholat istikhoroh tak ketinggalan sebagai pelengkap jawaban atas segala pintanya selama ini.
Tania dan reynan berada di satu Universitas yang sama. Reynan bukan lagi mahasiswa disana, melainkan dia adalah dosen tetap yang ada di kampus tania. Bukan tidak mungkin bertemu lagi, justru hampir setiap hari tania dan reynan berinteraksi, hingga membuat benih-benih cinta tumbuh dikedua hatinya.
"Kita mau kemana mas anan?"
"Ke perpustakaan. Mencari materi yang perlu kamu pelajari untuk skripsi tahun depan."
"Mas anan perhatian banget sih."
"Tolong tania, kalau dikampus kamu jangan panggil mas. Nggak enak sama anak-anak lainnya."
"Mas anan kok gitu sih. Kan udah biasa juga aku manggil mas."
"Terserah kamu saja."
"Mas."
"Ada apa?"
"Aku boleh nanya nggak.?"
"Tanya saja. Boleh."
"Mas anan udah ada calon istri belum?"
"Kalau sudah kenapa memangnya?"
"Nggak papa mas. Kok nggak dikenalin ke tania."
"Lalu, kalau belum kenapa?"
"Tania mau kok jadi calon istrinya mas anan."
Reynan berhenti seketika. Ia menoleh kearah tania. Tania pun menundukkan pandangannya karena malu akibat ucapannya barusan. Tania sudah tak mampu menahan gejolak hatinya. Berbekal rasa becanda, tania mulai menanyakan seputar kehidupan pribadi reynan. Ia rasa, di usiannya yang sudah menginjak kepala 2, ia sudah pantas untuk membicarakan perihal pernikahan.
"Kamu bicara apa tania. Ada-ada saja becandanya."
Setelah mengatakan itu, reynan kembali berjalan ke perpustakaan."Aku serius mas. Kalau mas bersedia. Aku mau."
"Pikirkan dulu skripsimu."
"Jadi, kalau aku sudah diwisuda, mas anan mau melamarku?"
"Ugh ugh.. Jangan bicara seperti itu lagi tania."
Reynan tersedak perkataan tania."Maaf mas anan."
"Kamu cari buku ini. Saya permisi."
Reynan menyerahkan secarik kertas dan berlalu meninggalkannya."Mas anan kenapa ya. Apa tania salah bicara. Hemm."
*****
Tania sampai dirumahnya sore hari. Ia langsung menuju ke kamarnya, tanpa melepas alas kaki, dirinya menghambur ke atas kasur. Perasaannya kacau. Apa yang dilakukannya kali ini salah. Memang benar adanya, reynan selama ini baik kepadanya. Juga dekat dengan keluarganya, karena mereka memang bertetangga. Namun, tak sepantasnya ia bicara seperti tadi.Tania menimang-nimang telepon genggamnya. Ia memutuskan untuk menelvon reynan dan meminta maaf kepadanya. Namun niat itu seolah maju mundur dikepalanya.
"Telvon. Enggak. Telvon. Enggak. Gimana dong. Malu juga kan kalau tiba-tiba minta maaf masalah tadi."
Dirinya bimbang. Hatinya tak kuasa menahan getarannya.Sesaat setelah tania meletakkan handphonenya keatas bantal. Ia mendengar suara handphone bunyi, dan itu berasal dari handphone miliknya. Ia melihat nama yang tertera dilayar handphonenya. Ternyata ada nama reynan disana. Demi apa reynan menelvon tania.
Spontan ia mendeal tombol hijau untuk menyambungkannya diseberang sana.
"Ada apa mas anan?"
Saking gugupnya hingha ia lupa belum mengucapkan salam."Assalamualaikum dulu."
"Oh iya. Wa'alaikum salam mas anan. Aku lupa."
"Jangan terlalu memikirkan hal yang belum tentu terjadi."
"Maksud mas anan apa?"
"Bisa kita bicara nanti malam."
"Bisa mas. Bisa banget. Mas anan mau ajak aku kemana?"
"Biarkan saya yang kerumah mu."
"Mas anan jangan tegang gitu dong bicaranya. Slow aja."
"Bisa aja kamu."
"Iya dong. Paling bisa buat mas anan ketawa."
"Ya sudah. Mandi gih, bau."
"Mas anan kok tahu kalo aku belum mandi?"
"Sudah ku duga. Kamu pasti kepikiran jawaban yang aku berikan tadi."
"Iya. Beneran kan mas anan belum ada calon istri?"
"Sudahlah. Kamu mandi, terus makan. Nanti mas kesana."
"Beneran ya mas. Tania tungguin."
"Iya."
Reynan mengakhiri percakapannya. Ia kembali memikirkan perasaan yang tak karuan didadanya. Ia juga mencintai tania. Tetapi ia tak tahu bagaimana cara memberitahukan kepada tania. Terlebih, saat ini ilya sedang tak tinggal bersamanya. Tak ada lagi yang menguatkan perasaannya, kecuali saat reynan bercerita lewat telepon genggamnya, dengan ilya yang kini berada di Khairo.#TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Di Sepertiga Malam (TAMAT/TERBIT NOVEL)
RomanceNamanya Tania Rosa Alamsyah, dan Reynan menyimpan dengan baik nama itu di penghujung sujudnya. Bukan karena jilbab yang setia melingkar di kepalanya. Tetapi karena tekad dan juang melawan garangnya hijrah yang panjang setelah bertahun-tahun hidup d...