Ijab Kabul

151 19 11
                                    


"Orang tuamu mana?" tanya Haris menengok ke sekitar kediaman Kirana begitu sepi.

"Ada di belakang, nanti aku panggil dulu."

"Wait, Kirana," potong Haris menatap dalam gadis di hadapannya.

"Nanti malam, Insya Allah sudah sahur pertama, tidak terasa puasa datang bersamaan dengan kedatanganku kemari."

"Maksud, Bapak apa?"

"Jangan panggil aku bapak dong, serasa tua dan sudah punya anak. Aku seumuran kamu meskipun beda tiga tahun."


"Maaf, kalau saya panggil mas, nanti kurang sopan."

"Kalau masih panggil aku bapak, aku pulang, nih."

"Aduh, ngambek nih ceritanya. Ya, udah Bang Haris aja. Kayaknya pas, setahuku orang tua abang dari Malaysia dan Jawa, kan?"

"Iya, dari kemarin kedua orangtuaku di rumah dan menanyakan calon istriku. Aku bingung dan ingin sekali membahagiakan mereka, tapi belum terwujud. Kalau boleh jujur ingin sekali aku melamarmu dan menikahimu sore ini juga. Jadi malam ini ada yang menemaniku sahur bersama orang tuaku."

"Abang jangan bercanda, kita baru saling kenal, nanti menyesal karena terburu-buru menikahiku, aku ini tidak selevel dengan abang."

"Tidak Kirana, aku cari perempuan yang menerimaku apa adanya, begitu juga aku menilaimu. Kamu orang yang selama ini aku cari. Simple dan enggak neko-neko. Tolong panggilkan orang tuamu, aku ingin bicara dengan mereka."

"Tapi KUA sudah tutup dan besok juga libur, Bang."

"Ijab kabul aja dulu, nanti pestanya belakangan."

Tak lama kemudian kedua orang tua Kirana datang menemui Haris, setelah panjang lebar bicara akhirnya wajah mirip Lee Min Hoo itu berhasil juga menaklukkan hati kedua orang tua Kirana. Tanpa menunggu lama pemuda itu membawa mereka ke kediamannya untuk menemui orang tua Haris yang kebetulan sudah ada di apartemennya sejak kemarin. Haris juga dengan cekatan menelfon beberapa temannya untuk menyaksikan pernikahannya. Meskipun belum resmi di hadapan penghulu dan tertulis di catatan sipil, tapi momen ijab kabul ini berlangsung meriah di saksikan sahabat dan orang tua mereka yang masih komplit.

"Saya terima nikahnya Kirana Ningtyas binti Sulaiman dengan mas kawin emas sebesar 27 gram dibayar tunai," ucap Haris dengan tegas melontarkannya.

"Bagaimana saksi," kata mantan penghulu tetangga Haris yang membantu proses ijab kabulnya yang menjadi salah satu saksi inti.

"Sah," ucap para sahabat dan rewkan kerja Haris kemudian.

"Alhamdulillah." Semua menjawab.

Semua yang hadir sangat berbahagia, tidak menyangka memasuki awal puasa Haris yang sudah terlalu banyak mengalami lika-liku perjalanan cinta yang cukup rumit akhirnya menemukan jawabannya. Haris dan Kirana menyalami kedua orang tua mereka secara bergantian dengan tangis bahagia lalu menyalami teman-teman mereka. Meskipun sangat dadakan tetapi semua berjalan dengan lancar dan romantis.

"Berhubung enggak ada persiapan makanan dan sebagainya, bagaimana kalau kita makan sore ini ke kafe Melody dekat masjid An Nur sekalian maghriban dan solat Isa, kalau memang malam ini sudah ada kepastian dari pemerintah besok puasa sekalian terawih, tawar Haris kepada rekan-rekannya.

"Ide bagus tuh, kebetulan belum makan sore nih. Ya udah kita OTW aja ke sana," timpal Hamdan salah satu teman sekantornya.

"Terus kalau sudah sholat terawih Haris dan Kirana enggak usah pulang ke rumah, Papa dan Mama sudah pesankan kamar di salah satu hotel hadiah perkawinan kalian," ucap Mama Haris sambil tersenyum. Kirana tersipu malu dan Haris jadi ikut gugup menangggapinya.

"Iya, Ma," jawab Haris singkat, sedangkan orang yang ada di sekitarnya tertawa.
"Tidak sia-sia kami berdua kemari dan kamu sudah berikan kado terindah di awal kedatangan puasa ini, Haris," ujar Papa Haris sembari memeluk putra kesayangannya.

"Maafkan Haris belum bisa membahagiakan Papa," balas Haris kemudian.

"Berikan Papa cucu secepatnya," bisik papanya, dan Haris membalasnya dengan tersenyum.

"Ya, udah kita berangkat, keburu maghrib," ajak Haris mempercepat langkah menuju mobilnya.

"Yuk!" jawab mereka serempak.


"Kirana, kamu sudah sah menjadi istriku sekarang, aku bahagia dan enggak tahu harus bilang apa lagi," kata Haris dalam perjalanan menuju kafe.

"Aku juga bahagia, Bang. Semoga pernikahan kita langgeng dan menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warohmah."

"Amin," jawab Haris.


SELESAI

Aku Cinta Cewek VirtualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang