Raina berjalan menuju kursi plastik berwarna hijau, sesekali ia menghapus butiran air di dahinya. Siang ini tepat pukul 13:05 ia baru saja selesai latihan nyanyi untuk kegiatan festival seni tahunan sekolah. Raina bersama teman satu ekskul musiknya akan mengcover lagu penyanyi terkenal lokal maupun luar untuk di bawakan saat kegiatan festival nanti.
Siang ini sekolah tampak sibuk, tak seperti biasanya. Beberapa anak berseragam army yang tandannya merupakan pengurus OSIS sedang berlalu lalang di depannya. Ada yang sedang menata stand, kursi tamu, dan lain sebagainya.
"Ra kita balik dulu ya, ntar sore jadikan latihan lagi?", ucap Pino salah satu teman eskulnya.
Raina menggangguk, "Ok sip, iya ntar sore jadi", balas Raina sambil tersenyum.
Cowok berperawakan pendek itu langsung pergi bersama temannya, sedangkan dari kejauhan ada sosok pria yang melihat Raina dengan air dingin di tangannya.
"Na, nih", Arga. Kini pria itu tengah menyodorkan air yang sengaja ia beli tadi kepada Raina.
Raina menoleh, lalu terdiam.
"Nggak perlu", balasnya ketus lalu memalingkan wajah kesalnya.
"Na, gue nggak ada maksud lain kok. Gue cuman mau ngasih air doang buat lo. Gue taro di sini ya, gue pergi dulu", ucap Arga berusaha tenang padahal hatinya udah kayak remahan biskuit.
Arga meninggalkan Raina yang masih enggan menatap cowok itu padahal ia telah berjalan menjauh. Jujur, Raina masih kesal dengan insiden senin kemarin. Bukannya apa-apa, masalahnya ini menyangkut reputasi Raina di sekolah. Ia yang dikenal tak pernah kena hukuman dan di kenal kesayangan guru kini sudah tercoreng karena harus di hukum senin itu.
"Hei Ra, kenapa bengong aja?", sapaan dari Bagas mengalihkan kekesalan Raina.
"Eh lo Gas, nggak ada apa - apa kok", jawab Raina santai.
Bagas mengangguk, lalu menarik satu kursi plastik dan menempatkannya di samping Raina.
"Gimana tadi anak-anak? Baguskan latihannya?", tanya Bagas basa-basi.
Raina menggangguk, "iya bagus kok".
"Ehm, lo udah makan siang? Kalo belum, makan bareng yok", ajak Bagas yang membuat Raina menggangguk dan mengambil tas selempangnya.
"Ya udah yuk", ajak Bagas.
Keduanya berjalan, lalu tiba-tiba Raina berhenti dan berjalan kembali ke tempat ia duduk tadi, diikuti Bagas yang bingung.
"Ada yang ketinggalan?", tanya Bagas.
"Iya", jawab Raina mengambil air botol yang di berikan Arga.
"Lah cuman air botol doang, kan ntar di sana kita minum juga".
"Nggak papa, dari pada mubazir kebuang tapi belum di minum", jawab Raina lalu berjalan mendahului Bagas.
"Dari siapa sih air minumnya, keknya berarti banget. Nggak! Gue nggak akan biarin ini terjadi!", ucap Bagas penuh kesal.
Ternyata Bagas cukup peka dengan keadaan. Bagas, cowok itu kini berlari mengejar Raina.
"Mau makan dimana?", tanya Raina saat keduanya telah mendaratkan bokongnya di mobil putih Bagas.
"Gimana kalo kita makan di restoran tante gue aja? Siapa tau ada diskon, kan lumayan".
Raina tertawa kecil, "Dasar tukang penunggu diskon".
Sekitar 15 menit, akhirnya mereka sampai di restoran yang siang itu tampak ramai dengan pengunjung tebal dompet. Ya, restoran milik tante Bagas merupakan restoran yang cukup terkenal dengan harganya yang selangit dan juga rasanya yang lezat.