Part 10

122 5 6
                                    

Sudah hampir dua Minggu Raina menjaga Arga di rumah sakit. Namun nihil, Arga masih belum siuman dan membuat Raina bingung. Harus berhenti peduli atau tetap peduli.

"Ra makan dulu nih, gue udah buatin omlet kesukaan Lo", ucap Fay seraya mengambil kotak makan dari paper bag di tangan kanannya.

"Lo yang masak atau bibi di rumah gue?", tanya Raina menyelidiki. Karena satu-satunya orang yang tahu akan makanan kesukaan Raina selain puding coklat hanya pembantu di rumahnya. Bahkan ayahnya pun tidak tahu soal itu.

"Gue aja kagak mampir ke rumah Lo. Gue tau karena Arga yang kasi tau, katanya Lo kalo sarapan suka makan omlet. Makanya gue bikinin", jawab Fay yang membuat Raina hampir tersedak omlet yang ia makan.

"Demi apa? Kok Arga tau?"

"Ya Lo sih makanya peka dong sama keadaan sekitar Lo. Liat, siapa aja yang peduli akan hidup Lo", ucap Fay menasehati.

"Yaudah sih santai gausah emosi."

Fay hanya menggeleng, mendengar ucapan Raina.

"Nih Arga sampe kapan yak koma? Papahnya juga gada dateng buat jenguk," ucap Fay cukup prihatin dengan lelaki yang terbaring lemah di depannya.

Dahi Raina mengerut,"Emang Papahnya dimana? Sampe-sampe anaknya koma dia ga jengukin."

"Setahu gue sih Papahnya lagi ada kerja di luar negeri. Gitu si kata Seno."

Fay berdiri lalu berpamitan pada Raina untuk keluar sebentar cari angin, sekalian mau beli cilok di kantin Rumah Sakit.

Raina berjalan menuju sisi kanan ranjang Arga terbaring. Menatap setiap inci lekukan wajah lelaki itu. Raina tersenyum kecil, Arga ganteng juga kalo di liat-liat. Alisnya tebal, hidung mancung, rahang tegas, dan oh Arga juga memilikinya bibi yang pink alami.

Astaga.

Raina menggeleng, tanda tak setuju dengan kata hatinya. Otaknya menolak pendapat hatinya bahwa Arga memanglah ganteng.

Ssshhh...

Raina terkejut bukan main, Arga meringis. Arga sadar! Dengan cepat Raina memanggil dokter melalui alat semacam bel di samping ranjang Arga.

Dokter dan beberapa perawat datang, dan meminta Raina untuk keluar terlebih dahulu. Raina kemudian keluar, dan duduk di bangku panjang depan ruangan Arga di rawat. Raina merogoh ponselnya dan oh shit! Ponselnya kehabisan baterai.
Lalu bagaimana ia menghubungi Fay dan Seno untuk memberitahu keadaan Arga?.

"Anda keluarga pasien?", dokter keluar beserta perawat.

Raina bangun dari duduknya,"S-saya temennya dok."

"Ehm begini, keadaan Arga masih lemah. Arga masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi lagi, jadi saya harap Anda dan keluarga nya bisa merawat Arga dengan baik."

"Apakah Arga sudah sadar dok?"

"Ya Arga sudah sadar, Anda bisa melihat kondisinya. Saya pergi dulu."

"Baik dok."

Raina dengan perlahan membuka knop pintu dan perlahan masuk menghampiri Arga.

"A-Arga?", panggil Raina.

Arga menoleh dan terkejut dengan siapa yang memanggilnya. Apakah ia sedang bermimpi? Apakah ini benar Raina? Kekasihnya?

"Lo nggak papakan? Lo nggak diapa-apain kan? Shhh." Arga meringis memegangi kepalanya.

"Udah-udah Lo istirahat aja dulu. Nggak usah banyak gerak, Lo baru aja bangun dari koma."

Arga masih memegangi kepalanya,entah kenapa rasanya begitu berat. Arga tak mengerti dengan keadaannya sekarang.

"Kepala Lo sakit ya? Minum dulu".

Arga masih memegang kepalanya, rasa berat yang menyerangnya membuat dirinya tak menggubris ucapan Raina.

Sedangkang Raina sendiri panik entah apa yang harus dilakukan nya.

Bodoh!

Raina langsung menepuk jidatnya dan segera menekan bel di samping ranjang Arga. Namun pergerakan tangannya terhenti, Raina menoleh dan mendapati Arga memegang pergelangan tangan nya.

"Nggak usah panggil dokter, pijitin aja kepala gue", pinta Arga.

Raina mematung. Ucapan Arga barusan membuat badannya kikuk tidak bisa bergerak.

"Ssshhh.. Ra pijitin kepala gue tolong",pinta Arga sekali lagi.

"Ha-ha? Eh apa? Iya-iya", Raina tersadar dan langsung memijit pelipis Arga dengan perlahan dan hati-hati.

Tak berapa lama, suara ringisan Arga terhenti. Arga tertidur.

Raina menghentikan kegiatan nya memijit pelipis Arga dan menarik tangannya.

Entah kenapa Raina merasa aneh dengan dirinya saat ini.

"Apa yang barusan gue lakuin? Gue mijit Arga?", Raina bermonolog.

"Kenapa berhenti? Kepala gue masih pusing Ra", ucap Arga tiba-tiba.

Raina masih berdiam di tempatnya. Tidak tahu harus melakukan apa.

Tiba-tiba tangan Arga menarik tangan Raina dan menaruhnya di kepalanya.

"Pijitin Ra, kepala gue masih sakit."

Raina hanya mengangguk bingung dengan dirinya sendiri yang mengiyakan permintaan Arga.

"Makasih", ucap Arga kemudian memejamkan matanya dan mulai tidur sambil menikmati pijitan Raina.

"Makasih", ucap Arga kemudian memejamkan matanya dan mulai tidur sambil menikmati pijitan Raina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

R A I N A Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang