Part 7

116 8 2
                                    


Arga melajukan motor ninjanya dengan kecepatan tinggi, mengalahkan kecepatan cahaya. Dibalik helm fullface nya itu, rahang nya mengeras. Emosinya menggebu-gebu. Rasa amarahnya mengalahkan rasa berhati-hatinya dalam berkendara. Lampu merah tak ia hiraukan sehingga membuat pengendara lain menyalakan klaksonnya tanda kesal.

Sedangkan Seno dengan gerak cepat meraih kunci mobilnya yang terletak di atas nakas. Lalu ia melirik arloji di tangan kirinya

"Setengah  sebelas ", ucap Seno

Seno berlari keluar dari kamar dan menuruni anak tangga dengan terburu-buru. Shinta, yang melihat anaknya kayak orang kesetanan beranjak dari sofa yang ia duduki untuk menonton sinetron kesukaannya.

"Mau kemana Sen?", tanya Shinta khawatir.

"Eh mama. Ini mah anu-e Itu", jawabnya gugup. Jika ia memberi tahu alasan ia pergi maka dipastikan Shinta tak akan memberi izin.

"Anu apa? Kok keliatannya kamu terburu-buru, ada masalah apa?".

Seno berpikir sejenak mencari alasan yang logis, "Itu mah temen Seno minta bantuan katanya kucingnya melahirkan. Yaudah Seno pergi ma, assalamualaikum".

Jawaban logis? Tentu tidak! Tapi harus bagaimana lagi. Lalu dengan cepat Seno berlari dengan Shinta yang masih diam melihat kepergian anak lelakinya tersebut.

Arga memberhentikan motornya di sebuah gudang tua tak berpenghuni. Gelap dan sumpek menjadi kalimat yang mendiskirpsikan keadaan gudang tersebut. Arga tidak mematikan motornya, ia biarkan lampu dari motor tersebut menjadi penerangnya untuk saat ini.

Arga berjalan dengan perlahan, lalu perlahan memasuki ruangan gudang tua tersebut.

"Gue pikir lo nggak bakalan dateng", suara itu membuat Arga membalikkan tubuhnya. Saat ini seorang berpakaian hitam dengan memakai topeng kayak maling sedang berdiri sambil melipat kedua tangannya.

"Ya gue bakalan datenglah, karena gue gentle! Nggak kayak lo cuman berani ngajak ketemuan di tempat sepi", jawab Arga dingin.

"Dan oh gue lupa satu lagi, cowok gentle nggak akan nutupin wajahnya kalo mau berantem. Gue kira lo tau tentang itu", lanjut Arga.

Cowok berpenampilan serba hitam itu mengepalkan tangannya.

"Bangsat!", umpatnya.

Dengan cepat itu memberikan bogem mentah kepada Arga, tetapi dengan cepat Arga menghindar.

"Anjing lo! Berani juga lo nantangin gue!".

Arga tersenyum meremehkan, "Nggak salah? Bukannya lo duluan yang nantang gue dengan kirim pesan bangke itu?", tanya Arga dingin.

"Bacot lo!".

Pria itu menghajar Arga, tetapi dengan cepat Arga menghindar. Kesal dengan tindakan pria di hapadapannya, Arga mengepalkan tangannya kuat dan langsung meninju pipi kiri pria itu hingga terlihat cairan merah keluar dari sudut bibirnya dari balik topengnya.

BUKK!

Pria itu tersungkur, lalu sedetik kemudian berdiri dengan napas memburu.

"Anjing!".

Buk!

Satu bogem mentah berhasil mengenai pipi Arga dan tiba-tiba keluar pria dengan pakaian serupa berjumlah 4 orang. Dan kini adu jotos itu semakin panas. 5 lawan 1.

"Banci lo semua! Mainnya keroyokan. Maju sini lu! ANJING BANGSAT!", kata - kata kasar meluncur dengan bebas bersama emosi Arga yang semakin memuncak.

Satu persatu maju memberikan bogem mentah tetapi dengan gesitnya Arga berhasil menghalau tinjuan tersebut.

Hingga orang keempat Arga kehabisan tenaga, ia tertunduk lesu dengan tinjuan yang diberikan tak ia lawan.

R A I N A Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang