Pagi itu awan di langit kota tampak mendung, sinar mentari agaknya sedikit malu untuk menunjukkan dirinya.
Raina, gadis itu kini tengah berjalan di koridor menuju kelasnya, Sebelas IPA 2. Hari ini Raina masih saja terus kepikiran dengan kejadian sore kemarin, dimana Bagas menebas makanan pemberian dari Arga. Rasa bersalah muncul begitu saja dalam dirinya."Ra!", suara teriakan yang tak asing bagi Raina membuatnya menoleh ke sumber suara.
"Tia?", ternyata Tia, anak penyuka pelajaran Matematika itu kini menghampiri Raina sambil berlari.
"Ra ada yang mau gue omongin", ucapan Tia membuat dahi Raina mengerut.
"Yaudah bicara aja".
Tia menggeleng, ia menolak pendapat Raina.
"Nggak Ra, ini penting! Kita bicarain ini di kelas aja", aja Tia sambil menarik tangan Raina menuju kelas.
"Aduuuhhhh Tia! Tangan gue sakit tau!", ucap Raina sebal dengan tindakan Tia yang menyebabkan tangannya merah.
"Heheheheheh sowry", jawab Tia sambil cengengesan.
"So? Lo mau bicarain apa?", tanya Raina langsung pada intinya.
Tia terdiam, lalu menghembuskan nafasnya dan menghirup cukup banyak oksigen, seakan pasokan gas tersebut akan habis masanya.
"Arga minta gue untuk kasi tau lo kalo lo nggak usah merasa bersalah atas kejadian kemarin. Dia sebenernya mau nge- chat lo langsung, tapi katanya paket datanya habis".
Raina menepuk jidatnya, lalu memijit pelipisnya. Ia tak menyangka hal penting menurut Tia akan menjadi hal SANGAT TIDAK TERPENTING bagi dirinya untuk di dengar.
"Tia! Lo gila sumpah!", ucap Raina sambil menatap Tia tajam.
Tia diam, memasang ekspresi tak bersalah.
"Tapi kata Arga ini penting, jadi gue harus kasi tau lo sesegera mungkin", jawab Tia dengan polosnya.
Raina tidak menyangka bahwa Tia sahabatnya yang bisa dibilang sebagai pakar, ahli Matematika bisa bertingkah sangat bodoh tentang hal ini.
"Tia! Arga itu nggak penting buat gue! Dan gue nggak merasa bersalah atas kejadian kemarin. Jadi bilangin sama Ager-ager itu nggak usah urusin hidup gue!", ucap Raina kesal lalu menyumpal telingannya dan memutar lagu yang dapat mengembalikan moodnya.
Tia hanya diam, lalu mengambil ponselnya dan mengetik pesan ke Arga tentang apa yang dibilang Raina tadi.
🍂🍂🍂
Raina berjalan sendiri menuju kantin, karena Fay-sahabatnya sedang sakit dan tidak masuk sekolah. Sedangkan Tia? Ia dipanggil oleh Pak Badar untuk membicarakan materi olimpiade Matematika yang akan Tia ikuti bulan depan.Raina menghembuskan nafasnya, menjalani hidup sendiri tanpa seorang sahabat itu ternyata membosankan.
"Ra!", Raina menoleh dan mendapati Bagas berjalan ke arahnya sambil membawa es cream di tangannya.
"Gas".
"Mau?",tawar Bagas sambil menyodorkan es cream Matcha kesukaan Raina.
Tanpa basa-basi Raina langsung mengambil alih es cream lezat itu dari tangan Bagas.
"Enak, makasih ya", ucap Raina sambil menjilati es cream di tangannya.
Bagas tersenyum bahagia, " Yaudah yuk kita duduk di taman belakang", ajak Bagas yang dibalas anggukan oleh Raina.
"Ehm Ra, boleh tau cowok yang datang ke rumah lo itu siapa?", tanya Bagas saat keduanya telah mendaratkan bokongnya pada salah satu kursi di taman belakang sekolah.
Raina terdiam, menghentikan pergerakan tangannya menjilati es cream.
"Nggak penting! Nggak usah di bahas ya Gas".
"Oh oke", jawab Bagas.
"Tapi kalo gue boleh saran, lo nggak usah terlalu deket sama cowok lainnya di sekolah ini selain sama gue ya Ra", ucapan Bagas membuat Raina menoleh.
"Maksudnya?",tanya Raina tak mengerti.
"Maksud gue lo nggak us- - -"
"Ra! Lo dipanggil sama Bu Rika, udah di tunggu di ruangannya", tiba-tiba Arga datang dan memotong ucapan Bagas.
"Maaf ya Gas, ntar di lanjutin. Gue pergi dulu", ucap Raina lalu meninggalkan dua lelaki yang sama-sama mengagumi kecantikan Raina.
"Lo ngapain ke sini huh? Lo sengaja ganggu waktu berdua gue sama Raina?", tanya Bagas kesal.
Arga tersenyum miring, "Lo nggak punya telinga atau memang tuli? Gue cuman mau ngasih tau Raina kalo dia dipanggil Bu Rika itu aja kok", jawab Arga berusaha santai.
Bagas terdiam, tak menjawab ucapan Arga.
Arga kemudian berlalu pergi tetapi 3 detik kemudian langkahnya terhenti.
"Gue tau lo udah mulai suka atau bahkan cinta sama Raina. Tapi asal lo tau aja, gue nggak bakalan biarin Raina jatuh dalam pelukan lo!", ucap Bagas menahan emosinya.
Arga tidak berbalik dan terus melanjutkan pergerakan kakinya.
