Sahur Kehidupan

1.6K 54 1
                                    

Hiks, sedih Ramadan kali ini sepi, hanya ada aku, kakak dan ibu. Ayah telah tenang di sana. Tapi tetap saja terasa ada yang kurang.

Sementara itu, di belahan bumi yang lain ada seorang anak yang hanya bersantap sahur dengan ibunya saja tanpa ayah maupun saudara.

Masih di atas bentala Allah yang terbentang luas, ada seorang anak yang sahur bersama saudara tidak seibu maupun seayah. Mereka adalah anak-anak penghuni panti asuhan. Jangankan bersantap sahur dengan ayah/ibu, melihat atau mengetahui siapa orang tuanya saja mereka tidak pernah.

Jauh dari panti asuhan itu, ada anak yang sedang mengorek-orek tempat sampah rumah makan cepat saji, berharap menemukan sisa makanan yang masih layak dimakan demi mengganjal perut selama terbit fajar hingga adzan magrib berkumandang.

Tidak jauh dari posisi anak kecil yang sibuk mencari-cari makanan di tempat sampah, berdiri sebuah rumah sakit dengan sangat megah. Di dalamnya tergeletak puluhan orang yang sedang berjuang melawan sakit. Dalam ketidakberdayaannya, mereka berharap tubuh ringkih mereka dapat kembali bugar seperti sedia kala agar dapat merasakan nikmatnya bersantap sahur, berpuasa pun berbuka.

Di titik lain, ada manusia yang sehat, segar bugar dan tidak kurang satu apapun. Kehidupan duniawi yang bergelimang. Paras rupawan, begitu pula dengan pasangan dan anak-anaknya yang sangat menggemaskan. Namun ia jauh, jauh sekali dengan rahmat dan ridho Allah. Hidup semau mereka. Bahkan sepertinya tidak ada khalayak yang tidak mengenal mereka.

Jika kita diminta untuk menunjukkan mana yang paling menyedihkan kondisinya, akankah kita memiliki jawaban yang sama?

Kawan, seburuk dan semenderita apapun kita, selama kita masih memiliki iman, selama ridho Allah yang menjadi tujuan, kita adalah manusia yang paling beruntung di bumi ini. Jika surga yang kita tuju, lantas apa yang membuat kita susah untuk bersyukur?

Selasa, 07 Mei 2019

Mari BersyukurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang