#BIP ( Bukan Istri Pilihan )
Part 1Selalu ada hikmah di balik garis takdir yang tertulis oleh-Nya. Nikmatilah ... perjuangkanlah!
🍀🍀🍀
Erat kugenggam tangan istriku, seraya melantunkan Surat Ar-Rahman di dekat telinganya. Deru napasnya semakin berat, terlihat dari cekungan otot diafragma yang melengkung dengan kuat. Menandakan betapa sulit oksigen masuk ke dalam paru-paru itu. Ia sekarat, tubuh dan hatinya."Fabiayyi 'ala 'irobbikuma tukadzdziban." Seiring kuulang kalimat tersebut, menetes titik air yang berjatuhan dan tampak membulat di atas kulit Shakeela, istriku. Bulir yang terukir bagai embun pagi yang menepi di atas dedaunan. Tangan yang sebelumnya begitu cantik dan indah, kini kering dan sedikit berkerut.
Sudah dua minggu shakeela tak sadarkan diri, akibat penyakit meningitis yang dideritanya. Setiap hari, rasa takut akan kehilangannya kian membuncah di dalam dada. Allah, andai waktu bisa diulang, takkan kusiakan hari yang terjalin indah bersamanya.
Perlahan, anganku melayang menyelami memori itu. Kisah di mana ia begitu berjuang merebut hati suami tercintanya.
☘☘☘
"Mas ... kamu melamun lagi? Memikirkan wanita itu? Bukankah kamu bilang, bahwa jodoh adalah takdir? Itu artinya pernikahan kita ...."
"Takdir memang, tapi aku hanya butuh waktu. Bisa kamu bayangkan? Berapa banyak kenangan yang terjalin di antara aku dan Sonia? lantas tiba-tiba kami harus berpisah hanya karena perjodohan kita."
Ia tercengang mendengar nada suaraku yang meninggi. Shakeela Nur Aulia namanya, gadis polos berjilbab lebar yang kunikahi tiga bulan lalu. Namun, masih belum mampu menghapus bayang Sonia, mantan pacarku, dari hati ini.
"In syaa Allah, Mas Andre orang yang baik. Aku percaya, takkan mungkin menyia-nyiakan cinta istrimu."
Allah, bahkan tutur kata nan lembut bagai sutera tersebut belum mampu mengambil hatiku yang mungkin telah mengeras bagai batu.
Shakeela istri yang baik dan shaleha. Tak pernah absen dalam memasak segala macam makanan yang dapat memanjakan perut ini, menyiapkan segala keperluanku sampai hal terkecil sekali pun. Tak pernah kudengar keluhan dan wajah yang bermuram durja. Lengkungan indah di bibir tipis yang merona alami itu hampir dapat dinikmati setiap detik ketika bersamanya.
Aku baru menyentuhnya sekali selama tiga bulan pernikahan kami. Maka tidak heran, Allah belum menitipkan ruh di rahimnya--sebagaimana harapan kedua orang tua kami. Setiap melihat wajah teduh yang polos tak berdosa, hasrat hilang seketika. Entah mengapa, bayang-bayang Sonia pun tak juga luput dari bayangan.
"Maaf, Keela ... aku nggak bisa!" Kasar aku mengusap wajah, lalu pergi keluar dari kamar kami dan memilih tidur di sofa. Menghabiskan waktu dengan berselancar di sosial media.
Shakeela menatapku sendu, ia sama sekali tak menghalangi langkah ini yang mulai bergerak meninggalkan kamar, tempat seharusnya kami memadu cinta. Dengan gontai aku melangkah menuju ruang tamu, kemudian merebahkan diri di atas sofa sambil membayangkan wajah Sonia. Ya ... Sonia, gadis yang kupacari selama tujuh tahun dan harus kandas hanya karena ibu tak menyetujui hubungan kami, dan lebih memilih Shakeela--gadis sederhana, sebagai menantunya.
🍀🍀🍀
Shakeela : Assalamu'alaikum, Mas. Bisa jemput nggak? Aku masih di tempat ngajar, dan kepala pusing banget.
Aku : Ehm, aku ....
Shakeela : Nggak bisa, ya, Mas? Ya sudah nggak apa-apa. Biar aku naik taksi aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Istri Pilihan
RomanceEntah, bagaimana kondisi rumah tangga jika harus menikah dengan wanita yang sama sekali tidak kucinta. Berbekal hormat pada orang tua, aku meninggalkan Sonia--wanita cantik yang telah kupacari tujuh tahun lamanya. Akankah hati ini terbuka untuk seor...