#BIP ( Bukan Istri Pilihan )
Part 2Tak sampai tiga puluh menit, mobil telah menepi di depan rumah asri berpagar hijau lumut. Rumah minimalis yang dihiasi tanaman nampak membuatnya semakin sejuk. Sonia memang cinta sekali dengan tanaman hias, hampir di setiap ulang tahunnya, aku memberikan segala macam tanaman hias mulai dari Puring, Aglaonema, Anggrek, dan lain-lain.
Tin.
Kubunyikan klakson mobil. Tak lama kemudian, terlihat Sonia berlari kecil membukakan pagar dan menyambutku. Masih seperti dulu, gaya berpakaian yang selalu memuaskan mata saat bertatapan dengannya. Menampakkan lekuk tubuh idaman semua pria. Oh, Shakeela tak mungkin dapat seperti ini.
Aku membanting bokong ke sofa cokelat di ruang tamu Sonia. Segera ia beranjak ke dapur membuatkan minuman. Aku tercengang menatap ruang tamu yang belum berubah sejak masa pacaran kami. Beberapa foto lawas saat kami masih memadu kasih pun tertata rapi dinding. Sonia masih menyimpannya, sebagai bukti bahwa cinta kami tak pernah pudar.
Dering ponsel pun terdengar memekakkan telinga. Sebuah panggilan masuk dari Shakeela.
[Ya Allah ... Mas Andre, kamu di mana? Aku sakit dan kamu malah pergi.]
Suara Shakeela yang begitu lirih terdengar sangat menyayat hati. Dapat kupastikan ia benar-benar membutuhkanku detik ini. Oh, Keela, maafkan suamimu yang masih belum mampu membuka pintu hati untukmu. Meski seluruh kebaikan telah engkau toreh, tapi batu di hati ini begitu keras untuk melapuk.
[Baiklah, aku baik-baik saja. Jangan tinggalkan shalat, ya, Mas.]
Dan ia masih mengingatkanku shalat. Entah mengapa hati ini begitu sesak saat mendengar tutur kata halus yang bahkan tak mampu membius jiwa ini. Kejam sekali hamba, Ya Robbi. Kasar aku mengusap wajah yang telah berlinang air mata, hingga tak sadar jika Sonia telah berdiri di hadapan dan menyediakan segelas minuman.
"Kenapa kamu, Mas?"
Aku terkejut, dan segera mematikan ponsel. Ah, semoga Shakeela tak mendengar. Jika ia sampai mendengar suara Sonia, semakin sakit hati dan fisiknya. Aku mengakui, meski menjalin hubungan, tapi kami masih berada di jalur aman. Tak pernah sedikit pun kusentuh tubuh Sonia yang ranum itu. Norma agama masih kupegang teguh, meski secara tak langsung, aku sudah melanggarnya saat ini.
"Siapa yang telepon? Istrimu?"
"Iya ...."
"Kapan kamu akan menceraikan dia?"
"Sabar, Sayang."
"Mas ... percuma. Semahir apa pun kamu menyimpan bangkai, baunya akan tercium juga. Bukankah Shakeela akan semakin sakit kalau ia tau kita masih menjalin hubungan."
"T-tapi ... pokoknya sabarlah, Son. Aku janjikan segera. Atau, maukah kamu jadi yang kedua?"
"Nggak mau!"
Sonia kembali melangkah ke dapur, yang tak jauh dari ruang tamu. Terdengar suara kompor dinyalakan, mungkin ia sedang memasak. Aku yang terpaku, perlahan merenung dan menyelami masa di mana ibu menjodohkanku dengan Shakeela.
🍀🍀🍀
Semua terasa begitu cepat, saat ibu menunjukkan foto seorang wanita yang harus segera kupersunting. Saat itu, aku masih memacari Sonia, tujuh tahun bukan waktu sebentar dalam merajut kasih. Sayang beribu sayang, ibu sama sekali tak menyukai perangai Sonia yang dianggapnya tak layak untuk dijadikan seorang istri.
"Sudahlah, Andre. Tinggalkan si Sonia itu! Bagaimana rumah tanggamu jika kau masih bersikeras memilihnya. Agamanya kurang, keluarga nggak jelas, etikanya buruk. Ya Allah, Ndre. Malu-maluin ibu kalau sampai terjadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Istri Pilihan
RomansaEntah, bagaimana kondisi rumah tangga jika harus menikah dengan wanita yang sama sekali tidak kucinta. Berbekal hormat pada orang tua, aku meninggalkan Sonia--wanita cantik yang telah kupacari tujuh tahun lamanya. Akankah hati ini terbuka untuk seor...