Ponsel di laci kuraih dengan santai. Perlahan, menggulirkan jari di atasnya. Dua puluh lima chat dari Sonia, ia sangat marah karena janji pergi dengannya kubatalkan secara sepihak. Baru saja hendak kembali meletakkan ponsel, Sonia kembali menelepon.
[Astaga, Mas. Kamu udah janji nemenin sore ini. Mana?]
[Tadi mulas, Son. Maaf, kebelet banget, langsung kumatikan deh teleponnya.]
[Alasan macam apa kamu, Mas? Ya diare, ya kebelet. Kebelet apa?]
Kebelet lihat paha Shakeela. Eh, tapi tak mungkin kukatakan ini pada Sonia.
[Baru sekali kubatalkan janji, kamu semarah ini?]
Tut ... tut!
Sekilas melirik ke arah ranjang, tempat barusan kami beradu napas. Kembali kudekati tempat di mana Shakeela tadi tergeletak pasrah, aroma tubuhnya masih tercium. Tanpa sadar, kudekap erat bantal yang menyisakan bau tubuhnya. Hmm, Keela.
"Kamu ngapain, Mas?" Aku tersentak saat Keela berdiri tepat di depan ranjang. Menertawaiku yang tengah terlihat bodoh saat ini.
"Sini," panggilku gemas.
"Ada apa, Mas? Jadi ke rumah sakit lagi, kan?"
"Jadi dong." Aku mengerjap pelan, membuat wajah Shakeela merona penuh tanya.
"Tapi kok kamu liatin gitu, Mas?"
"Lagi ...," ucapku manja.
Aku teramat girang ketika merasa mendapat lampu hijau. Segera kudekap erat tubuh mungil tersebut, aroma citrus yang tercium dari tubuhnya semakin menambah semangatku untuk kembali mereguk madu manisnya.
"Mas!" Shakeela mulai berontak.
"Kenapa, Keel?"
"Ke rumah sakit."
Aku menepuk kening. Saking apa coba? Bukannya segera kembali menjenguk Ibu malah ajak Keela ngamar terus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Istri Pilihan
RomanceEntah, bagaimana kondisi rumah tangga jika harus menikah dengan wanita yang sama sekali tidak kucinta. Berbekal hormat pada orang tua, aku meninggalkan Sonia--wanita cantik yang telah kupacari tujuh tahun lamanya. Akankah hati ini terbuka untuk seor...