Pertemuan Pertama dengan Orc Putih

9 2 0
                                    

Tavares mengunci pintu kamarnya dari dalam. Kemudian dia membuat tirai jendela dari selimut cadangannya di lemari. Setelah dirasa cukup bagus, dia melompat dari jendela. Diperhatikannya ulang jendela kamarnya dari luar rumah. Sempurna! Tavares berlari ke teras dan menemukan Zalfron dan Saltafer sedang berbincang-bincang serius.

“Sepertinya kau mulai sibuk sehingga begitu lama datang ketika dipanggil.”

Tavares meringis samar mendengar nada bicara Saltafer yang sangat sinis. Tanpa disuruh, dia membantu membawakan barang-barang yang dibeli Saltafer dan Zalfron di pasar.

Zalfron sendiri tidak banyak komentar. Hanya saja raut wajahnya menunjukkan bahwa dia sangat kelelahan.

“Saltafer,” panggil Tavares, sembari duduk di dekat meja makan.

Saltafer hanya berdehem malas. Itupun dengan suara pelan. Sama seperti Zalfron, dia juga kelelahan. Hawa panas siang ini membuat keringat mereka terus mengalir.

Tavares menarik napas sejenak. “Aku ingin mendengar ulang kisah tentang Salatasa Shaelight dan Deştro Goltarazeas.”

“Bukankah aku sudah menceritakannya dulu?” tanya Saltafer tanpa mengalihkan fokus dari benih buah-buahan yang dia dapatkan dari pasar tadi.

“Kisah kelam dari Salatasa Shaelight.”

Baik Saltafer dan Zalfron menghentikan kegiatan mereka. Mereka berdua menatap Tavares dengan tatapan yang sulit diartikan.

Tavares bisa menebak kalau Zalfron sudah tahu tentang cerita itu. Itu berarti mereka berdua menyembunyikan hal ini darinya. Rasanya jika Saltafer menceritakannya pun tidak akan ada pengaruhnya untuk Tavares. Hanya saja Tavares akan tahu bagaimana kisahnya, dan selesai. Pasti ada alasan khusus Saltafer tidak menceritakannya. Tavares yakin akan hal tersebut.

“Kenapa kau tiba-tiba bertanya tentang hal itu?”

Tavares mengedik. Dia mengambil apel di keranjang buah yang dia bawa dan mengambil satu gigitan. “Kalau kalian tidak mau mengatakannya tidak apa-apa. Aku tidak akan memaksa.” Baik Saltafer maupun Zalfron tetap diam, membuat Tavares geram. Namun Tavares berusaha menyembunyikannya dan bersikap tenang. “Tapi aku akan mencari tahu sendiri kebenarannya.”

Tanpa bisa dicegah Saltafer dan Zalfron, Tavares meninggalkan rumah dengan membawa pedang yang kebetulan ada di teras, menyandar di dinding karena dia gunakan untuk berlatih pedang sebelumnya. Walau Tavares harus mengelilingi satu dunia, Tavares tidak peduli. Tavares berjanji tidak akan pulang sebelum menemukan jawaban atas pertanyaannya.

•∙☪∙•

Berkeliling dan terus berkeliling mungkin adalah hal yang melelahkan. Tapi tidak untuk Tavares. Bermodal tekad dan keyakinan, Tavares rela menempuh jarak bermil-mil jauhnya hanya untuk mendapat informasi tentang kisah terdahulu yang sudah menjadi rahasia publik.

Tidak ada yang dibawa kecuali sebilah pedang yang melekat di ikat pinggangnya. Urusan makan dan minum adalah hal yang mudah. Tavares adalah anak hutan, sudah terbiasa dengan hukum alam yang bisa sewaktu-waktu menolong dan juga membahayakannya. Membedakan yang baik dan tidak di alam terbuka seperti ini bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan.

Hutan Agung adalah hutan terbaik dari sekian banyaknya hutan yang Tavares kunjungi. Hutan yang menjanjikan kehidupan menenangkan dan perlindungan bagi setiap makhluk hidup. Hutan yang menjadi sarangnya hewan-hewan yang tengah berhibernasi. Hutan yang membawa kedamaian untuk Tavares. Hutan yang sama di mana Tavares menemukan karung silver tersebut. Sebenarnya bagi Tavares, tidak ada misteri apapun di sini. Kecuali kejadian kemarin yang membuat Tavares yakin kalau akan ada hal lain yang membuktikan kalau memang Hutan Agung menyimpan misteri.

Hargost AviralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang