Buku Kuno dari Karung Silver

6 3 0
                                    

Hidup memang rumit. Kita sudah berusaha bersikap sebaik mungkin, tapi tetap saja orang membenci kita. Hal itu juga dirasakan Tavares sekarang. Karena rumah mereka yang sedikit jauh jaraknya membuat mereka terlihat seperti menyendiri. Kalau kata Saltafer, lebih baik membangun rumah jauh dari rumah-rumah yang lain. Saltafer tidak terlalu suka mendengar keramaian di saat matahari belum terbit. Atau mungkin karena dia bisa keluar-masuk Hutan Agung hingga membuat orang orang curiga dia menguasai ilmu hitam. Tavares tidak tahu. Yang jelas, Tavares akan membalas mereka dengan kebaikan.

“Tidak ada yang tahu kebenarannya. Pihak Salatasa menutup rapat hal ini.”

Alis Tavares bertautan sesaat setelah dia mendengar ucapan salah satu pedagang yang kebetulan berada di dekatnya. Sengaja Tavares berlama-lama memilih benang wol hanya untuk mendengar percakapan mereka. Mendadak Tavares merasa tertarik setelah mendengar kata Salatasa disebutkan.

“Sekarang coba kita ingat kembali. Panen menurun secara mendadak. Tidak pernah ini terjadi sebelumnya. Lalu setiap malam cuacanya lebih dingin, sehingga meski kita duduk di dekat perapian saja kita masih bisa merasakan hawa dinginnya.”

Dalam hati Tavares membenarkan perkataan pedagang tersebut.

“Dan satu lagi. Aku mendapat berita kalau Deştro Goltarazeas kehilangan sesuatu yang berharga.”

“Aku tidak ingin membicarakan soal Deştro kita. Menurutku Deştro sudah cukup adil dengan kita.”

“Tidak sama sekali. Deştro seperti tidak mau tahu dengan permasalahan kita. Aku masih mengharapkan Wörfztar hidup kembali.”

“Kita semua tahu sendiri bagaimana kisah kelam yang menimpa Salatasa Shaelight. Peperangan itu-”

Buru-buru Tavares membayar untuk wol yang sudah pilih dan kembali ke rumahnya. Rasa penasaran menghantuinya. Tavares memang pernah mendengar kisah tentang Salatasa Shaelight dan Deştro Goltarazeas. Tapi kalau kisah kelam, Tavares rasa tidak ada kisah yang kelam. Mungkin hal ini harus ditanyakan pada Saltafer sesampainya Tavares di rumah nanti.

•∙☪∙•

Rumah itu nampak lengang dan tak berpenghuni. Pintu dan jendela tertutup rapat. Tavares merasa aneh. Biasanya akan ada Saltafer yang menunggunya sambil memeriksa tanaman di ladang, siapa tahu ada yang terkena jamur atau penyakit lainnya. Atau Zalfron yang menyulam dengan jeli di bawah pohon besar tempat Tavares bersembunyi tadi pagi. Tapi sepertinya rumah itu memang benar-benar kosong. Biasanya Zalfron dan Saltafer tidak akan pergi tanpa meninggalkan sebuah pesan untuknya.

Tavares berkeliling di dalam rumahnya hanya demi mendapat sepucuk surat yang biasa ditinggal Saltafer atau Zalfron. Tapi dia tidak bisa menemukannya di mana pun. Ruangan terakhir adalah ruangan kesukaan Zalfron. Tavares melihat ada sebuah kertas di atas meja makan. Dia segera mengambilnya dan membaca isinya.

Kuharap kau tidak kesulitan mencari surat ini hingga harus berkeliling ke semua sudut rumah.

Tavares berdecak kesal dan memutar bola matanya.

Saat kau sudah berangkat untuk membeli benang wol, aku ingat bahwa aku harusnya memintamu untuk membelikan benang jahit juga. Tapi karena kupikir kau sudah terlalu jauh, sedangkan aktivitas berlatih pedangmu tadi juga sepertinya cukup menguras tenaga, aku pun memutuskan menyusulmu. Saltafer bilang dia ingin membeli bibit tanaman. Jadi kupikir kami akan menyusulmu bersama-sama. Jika kau tidak menemukan kami atau kami tidak menemukanmu, maka jangan khawatir. Kami akan segera pulang dengan selamat.
-Zalfron-

Tavares mengetukkan jarinya ke meja makan yang sepenuhnya terbuat dari kayu. Dia mulai berpikir apa yang harus dia lakukan untuk mengusir kebosanan. Mungkin ini saat yang tepat untuk membuka karung silver tersebut.

Dengan langkah cepat Tavares pergi ke kamarnya. Dia duduk di tepi ranjang dan membawa karung tersebut ke dalam pangkuannya. Untuk sejenak dia teringat dengan perkataan salah satu pedagang di pasar yang mengatakan bahwa Deştro Goltarazeas kehilangan sesuatu yang berharga. Tavares tidak memikirkannya lebih lanjut dan mulai membuka ikatan karung tersebut.

Punggung tangan kanan Tavares refleks menutupi matanya ketika cahaya emas itu langsung menyorot ke retinanya; sangat menyilaukan. Perlahan dia menurunkan tangannya. Cahaya itu masih ada, namun sedikit meredup.

Tavares tertegun. Isi di dalam karung tersebut sangatlah menakjubkan. Sebuah pedang, belati dan busur yang masing-masing berukuran mini. Kalung dengan rantai perak berkilau serta liontin bulan sabit dan bintang berwarna emas.

Ada buku tebal bersampul emas. Tavares mencoba membukanya, namun tidak bisa. Saat dia membolak-balikkan buku tersebut, dia baru menyadari gambar telapak tangan di sampul depan buku. Tavares mencoba sebuah ide yang menurutnya konyol, yaitu menempelkan tangannya pada gambar tersebut. Di luar dugaannya, buku tersebut terbuka dengan sendirinya. Gambar telapak tangan itupun pas dengan ukuran telapak tangannya, seolah-olah buku itu memang dibuat untuk dirinya. Namun naas. Lagi-lagi dia menemukan huruf-huruf kuno yang tidak dia mengerti maknanya.

Tavares meletakkan buku tersebut tepat di sampingnya. Dia mengambil yang tersisa dari karung tersebut: sebuah kotak berbentuk kubus tidak beraturan yang menyerupai es dengan bagian tengahnya yang menggembung berbentuk oval besar. Selain karena bentuknya, ukiran-ukiran geometris yang menghiasi kotak itu juga membuatnya takjub. Segera Tavares memasukkan buku tersebut ke tempatnya lalu meletakkannya di lantai. Menyentuhnya sama saja dengan menyentuh es.

“Tavares!”

Tavares terlonjak karena suara nyaring Zalfron. Dia bimbang, antara memberitahu perihal hal ini kepada Zalfron dan Saltafer atau tidak. Sepertinya, dia harus melanggar perjanjian.

•∙☪∙•

Sampai bertemu di chapter selanjutnya....

M/V

Hargost AviralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang