TUMBAL PERAWAN Part 11

11K 258 50
                                    

Pagi-pagi sekali, Retno sudah datang membawa pakaian ganti untukku. Untung saja, aku dan Yeni sudah selesai bergulat sejak beberapa jam yang lalu.

"Mas, sudah bangun?" sapa Retno mesra. Belum sempat menjawab, tiba-tiba saja Retno mencium pipiku.

Dada berdesir. Bahagia rasanya dicium istri. Aku jadi ingin melakukan sesuatu yang lebih. Namun sayang, tiba-tiba sebuah bayangan hitam sekelebat masuk melalui jendela yang menghadap ke luar. Lalu ... melesak masuk ke tubuh Retno!

Astaga! Tidaaak ...!

Raga Retno seketika berdiri tegak. Kedua bola mata melotot memancarkan aura kemarahan yang luar biasa. Wajah cantik itu berubah pucat, mulut membuka dengan seringai yang menyeramkan.

Makhuk yang merasuki Retno perlahan mendekat. Menatap tajam dengan tatapan yang mengerikan. Tubuhku gemetaran bukan main. Seketika aku duduk. Meraih selimut untuk menutupi wajah sebatas hidung.

"Ss-si-siapa kamu!" tanyaku terbata.

"Aku Warti!" jawabnya dengan suara mengerikan. Ia semakin dekat.

"War-warti si-siapa?"

Tawa khas hantu perempuan berderai membuat ketakutanku semakin menjadi.

"Warti tumbalmu! Kenapa kamu menumbalkanku sampai aku mati di tangan dedemit dukun itu? Kenapa?"

Apa?! Jadi, Warti mati? Tidak! Tidak mungkin! Aku tidak percaya!

"Tidak! Kamu bukan Warti!" sergahku membantah.

Makhluk itu semakin lama semakin dekat. Dan kini, ia benar-benar berada tepat di depanku. Nyaris tak ada jarak di antara kami. Meski sangat ketakutan, tapi aku tak  bisa berlari. Entah apa yang terjadi, badanku serasa terpaku di ranjang, tak bisa bergerak.

"Kenapa kamu tak percaya?"

"Tidak! Usai acara ritual tempo hari, ketiga tumbalku selamat. Mereka masih hidup. Termasuk Warti!"

"Aku Warti! Aku dikejar demit dukun laknatmu sampai-sampai aku tertabrak bus dan mati di tempat! Sekarang aku akan menuntut balas! Aku akan membunuhmu!"

Tidak! Tangan makhluk yang merasuki Retno kemudian mengambil pisau buah yang ada di meja samping ranjang. Ia mulai mengayunkan ke arah perut dan hendak menusukku.

Tidak! Tidaaak ...!

Trang!

Pisau itu terjatuh ke lantai bersamaan dengan tubuh Retno yang terkulai lemas. Tak lama kemudian, tubuh kecil itu ambruk menimpa tubuhku di ranjang. Aku terkejut bukan main. Ternyata Yeni melempari makhluk itu dengan jimat kepunyaannya. Sebuah batu kecil berbentuk abstrak berwarna cokelat.

"Kamu ndak apa-apa, ta, Mas?" tanya Yeni sambil mendekat. Napasku masih memburu, belum bisa tenang.

"Iya. Aku ndak apa-apa. Tapi Retno, tolong dia, Yen! Tubuhku tak bisa digerakkan."

Gadis itu segera meraih tubuh kakaknya lalu memapahnya ke ranjang sebelah. Retno terkulai lemas tak sadarkan diri. Aku masih takut, semoga ia baik-baik saja.

"Aku panggil perawat dulu, Mas!" Yeni berjalan cepat keluar. Tak lama, ia kembali bersama seorang dokter jaga dan dua perawat sambil membawa beberapa peralatan medis. Retno segera ditangani. Aku cemas, semoga istriku tak mengalami sesuatu yang buruk, efek kejadian barusan.

Setelah mendapatkan perawatan yang dibutuhkan, dokter memberitahuku bahwa Retno baik-baik saja. Ia hanya mengalami shock ringan. Akhirnya aku bisa bernapas lega.
_______
"Ada apa sebenarnya, Mas? Kenapa bisa ada kejadian seperti tadi? Aku melihat dengan jelas semuanya. Percakapan kalian benar-benar membuatku terkejut. Apa kamu melakukan ritual pesugihan?" cecar Yeni beberapa saat setelah dokter dan dua perawat itu pergi.

TUMBAL PERAWAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang