TUMBAL PERAWAN Part 12

11.9K 283 30
                                    

Usai buang air kecil, aku keluar kamar mandi. Namun, betapa terkejutnya aku ketika mendapati Retno sudah tak ada di ranjang! Ke mana dia?

Aku bergegas keluar. Mencarinya di sekitar area rumah sakit. Aku yakin, ia masih ada di sekitar sini. Tak mungkin pergi jauh, mengingat aku di kamar mandi cuma sebentar. Tak ada waktu baginya untuk melarikan diri secepat itu.

Sampai di meja jaga, aku bertanya tentang Retno. Siapa tahu para perawat yang sedang berjaga melihat sosok wanita muda bergamis ungu dengan jilbab senada.

"Ndak, Pak. Kami ndak lihat," kata salah seorang perawat yang tengah duduk d balik meja jaga.

"Yang bener, Bu?" Aku masih tak percaya. Rumah Sakit ini tak terlalu ramai, bahkan bisa dibilang sepi. Jarang ada yang berlalu lalang. Hanya satu dua orang saja. Mana mungkin ada perempuan lewat, mereka tak melihat.

"Beneran, Pak. Dari tadi saya sama temen saya ini ndak lihat istri Bapak lewat sini."

Sial! Ke mana dia? Sudah kucari ke seluruh sudut rumah sakit, tapi tak kutemukan juga. Apa jangan-jangan ... dia diculik makhluk halus? Tidak! Tidak! Jangan sampai itu terjadi. Aku tak mau kehilangan wanita yang sangat kucintai itu.

Tak menemukan titik terang, aku kembali ke kamar. Membereskan barang-barang, lalu berniat pulang ke rumah. Siapa tahu Retno ada di sana. Badanku benar-benar sudah membaik. Tak perlu lagi menginap di sini.

"Mau ke mana, Pak?" tanya perawat yang tadi.

"Mau pulang," jawabku singkat.

"Tunggu dulu, Pak. Selesaikan dulu administrasinya."

"Memangnya belum di bayar?"

"Belum semua, Pak. Masih ada kekurangan." Perawat itu kemudian mengetik sesuatu di komputernya.

"Masih kurang berapa?"

"Dua juta empat ratus ribu rupiah, Pak."

"Apa!"

Gila! Cuma nginep sebentar tagihannya sebanyak itu! Mana mungkin aku bisa membayarnya, bahkan uang di dompet hanya tinggal satu lembar dua puluh ribuan. Sial! Itu berarti aku tak bisa pulang sekarang. Menunggu Yeni datang kembali ke sini untuk kumintai tolong mengurus administrasi. Meski baru lulus sekolah SMA, setidaknya ia bisa meminta tolong orang tuanya atau pakai uang tabungannya.

Dengan berat hati aku kembali ke kamar usai mengatakan kepada perawat itu bahwa tak jadi pulang sekarang. Mungkin tagihannya akan menjadi lebih banyak, tapi apa lagi yang bisa kulakukan? Sekarang aku hanya bisa menunggu kedatangan Yeni dengan cemas.

Sampai di kamar, aku merebahkan diri di ranjang. Lelah. Bukan lelah raga, tapi lelah hati dan pikiran. Memikirkan kembali tentang apa yang telah terjadi. Semua berawal dari keinginanku membahagiakan Retno. Ingin menjadi kaya, sehingga wanita solehah itu bisa hidup layak. Tak harus bekerja menjahit pakaian para tetangga yang melelahkan tapi uang yang didapat sama sekali tak sebanding dengan yang dikerjakan.

Ah, pesugihan tumbal perawan! Bayanganku akan mudah melakukannya. Hanya tinggal menyerahkan tumbal, lalu segera dapat kekayaan berlimpah. Namun kenyataannya, yang terjadi hanyalah kekacauan. Tak ada yang didapat kecuali dikejar para dedemit dan mendapat banyak masalah.

Huft ....

Aku mendengus kesal. Bukannya mendapat kekayaan, malah istriku hilang entah ke mana. Mau mencari pun tak bisa. Huh! Sial!

Detik demi detik aku hanya mondar-mandir di kamar rumah sakit. Tak ada yang datang. Dokter dan perawat sudah tak mengunjungi karena aku sudah dinyatakan sembuh dan selesai pengobatan. Retno dan Yeni tak kunjung kembali. Sedang bapak dan ibu mertua juga tak ke sini. Aku sangat penasaran tentang apa yang terjadi di rumah, apakah Retno pulang atau tidak, dan kenapa mertua tidak ke sini, apakah terjadi sesuatu? Namun aku bahkan tak bisa keluar dari tempat sempit ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TUMBAL PERAWAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang