8. Perpajakan

83 35 11
                                    


Manusia itu bukan benda dua dimensi. Jadi lihatlah dari berbagai sisi.

----------------------------------------------------

[Revisi]

Dahulu kala, beratus-ratus abad yang lalu. Jauh sebelum bumi ada, terdapat planet bernama Zumba. Planet itu memiliki ukuran yang sangat besar, tetapi makhluk yang tinggal di sana tidak sebanyak di bumi. Jangan salah, meski tak terlalu banyak, para makhluk di planet tersebut sangat menyayangi dan melestarikan lingkungan mereka.

Namun, bukan hidup namanya kalau tidak ada masalah. Seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit para iblis mulai muncul dan menjadi pemicu masalah. Selain itu, mereka juga mendirikan beberapa kerajaan kecil yang berpusat di Agniyama. Kerajaan tersebut dipimpin oleh raja Iblis, sedangkan sisanya hidup di bawah naungan kerajaan besar Tirtayasa yang dipimpin oleh Tirmatas Tirtayasa.
adalah sosok raja yang tegas, amanah, bijaksana, dermawan, dan rendah hati.

Namun, jika melihat dari segi usia, ia tak muda lagi. Umurnya sudah ratusan tahun, tetapi Tirmatas masih berbadan tegap, berjanggut panjang, berambut lurus, bahkan bila berbicara mengenai medan perang, dia adalah juara bertahan dari peperangan melawan Agniyama. Kaum hawa pun masih suka membicarakannya, walau sudah berumur.

"Gendis, Lali, kalian tahu tidak?" tanya wanita berkulit hitam.

Gerakan mencuci kedua wanita muda itu terhenti. Mereka menatap sang penanya. "Apa?"

"Dengar-dengar raja jatuh cinta lagi pada gadis."

"Hah? Raja akan menikah lagi?" tanya Gendis.

"Bukankah istri raja sudah puluhan?" sambung Lali.

"Iya, Lali. Istri terakhir sudah mencapai jumlah tiga puluh."

"Dan kata kak Rimba, istri terakhir raja marah besar," ujar si kulit hitam.

"Pantas saja marah, bukankah Raja telah bersumpah tidak akan menikah lagi?" tanya Gendis.

"Dan kamu tahu siapa gadis itu?"
"Tidak, memangnya siapa? Jangan bicara setengah-setengah Desti!"

"Tenang Gendis, saya belum selesai berbicara. Jadi, gadis itu adalah keturunan raja Masda, kerajaan kecil di negeri Tirtayasa, dan katanya umur gadis tersebut belum mencapai dua puluh tahun."

"Apa? Belum sampai dua puluh tahun?" tanya Lali sembari melotot.

"Lali? Kenapa kamu terkejut sekali? Bukankah raja pernah menikah dengan gadis yang berusia enam belas tahun?" ucap Gendis.

"Kalau saya dilamar oleh raja, saya tidak mau. Karena umurnya sudah ratusan tahun, apalagi sebagai istri yang kesekian kali," kata Desti.

"Memangnya raja mau melamarmu?" timpal Gendis yang menyebabkan ketiga wanita tersebut tertawa.

Namun, kebahagian mereka tak tertular kepada gadis berambut hitam legam serta berparas jelita, ia justru menggelengkan kepala sambil menggusrek pakaian di dekat sungai.

'Ini adalah kebiasaan rakyat Tirtayasa yang selalu saja menambah rumor. Saya memanglah bukan manusia tanpa celah, tetapi bukankah lebih baik diam daripada berbicara yang membuat hati raja terluka?' kalbu gadis.

"Kenapa kamu diam saja?!"

Teriakan dari arah samping membuat gadis itu menoleh. "Saya?"

"Iya, kamu Kartika selalu saja pura-pura tuli, padahal dalam hati mengumpat kepada kami."

"Tidak, Kak Desti."

"Alah, bilang saja! Daripada nanti tercium bau bangkai. Memangnya kenapa kamu selalu terdiam ketika semua orang berbincang mengenai kerajaan?"

Vindicta ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang