Matahari sudah hampir tak nampak saat Jimin keluar dari kamarnya. Ia berniat untuk mengumpat dari Jungkook yang sangat hobi memegang dan menggigit pipinya. Jimin sedikit takut ngomong-ngomong. Jungkook itu dua tahun lebih muda dari Jimin dan Taehyung tapi jika dilihat-lihat badan besar Jungkook bahkan mengalahkan Jimin dan Taehyung.
Seringkali sanak saudara mengejek Taehyung dan Jimin akan hal itu. Sebab tiga bocah itu yang termuda dari semuanya. Posisi kaka yang disandang Taehyung dan Jimin tak ada artinya disana. Jungkook bahkan enggan memanggil kaka pada mereka. Taehyung sih tidak masalah, beda cerita dengan Jimin. Jimin selalu meminta bantuan jika disandingkan dengan Jungkook.
Jungkook itu buas. Ia sangat menyukai pipi gembil milik Jimin. Katanya pipi Jimin itu mirip kue beras yang sering ia makan. Sebenarnya ia juga suka sekali makanan lainnya, ya walaupun ujung-ujungnya minta kue beras. Dan kesimpulannya Jungkook itu hobi makan dan memainkan pipi Jimin.
Jimin itu sangat sayang pada Jungkook tapi juga takut. Padahal Jimin itu terkenal jail tapi jika berhubungan dengan kelinci itu nyalinya menciut. Bisa di bilang Jimin lebih takut pada Jungkook dari pada pada tante-tante yang sering godain Jimin kalo dirumah lagi ada arisan.
Siapa yang salah disini? Jiminie yang menggemaskan atau Jungkook yang menyukai kue beras?
Jimin mendapati presensi Jin yang sedang menggosok rambutnya dengan handuk, wajahnya tertutup handuk. Jimin bermaksud menjadikan Jin untuk menutupi tubuhnya.
Setelah Jimin berlari kebelakang Jin, Jin melompat kaget hingga badannya tersungkur dengan tak elitnya di depan pintu kamar Jimin.
"Aaaaaak." Jin mengaduh saat dahinya mencium lantai. Tidak tahu keras atau tidak yang jelas telinga Jimin berfungsi dengan baik sehingga mendengar bunyi duk dan prang saat tangan Jin tanpa sengaja menyambar vas bunga.
Jimin mengerjap polos bahkan meski vas itu hampir saja mengenainya yang pada kenyataannya jatuh di sebelah kakinya. Jimin memandang Seokjin aneh. Kata Seokjin: jatuh itu kebiasaan bocah kecil dan Seokjin bilang juga Jimin ngga boleh jatuh biar ngga di bilang bocah kecil. Jimin yang memang sangat menuruti Seokjinpun hanya mengangguk saat itu. Dan artinya Seokjin itu anak kecilkan? Seokjin kan baru saja terjatuh.
"Seokjin! Bangun! Nanti kita obatin luka kamu ya? Cup cup ngga boleh nangis nanti kalo Seokjin nangis Jiminie ikut nangis loh. Trus kalo Jiminie nangis siapa yang nenangin kan Seokjinnya nangis. Nanti diejek sama Taehyung loh." Jimin berdiri di hadapan Seokjin yang masih tengkurap.
Jin membulat. Menyadari bahwa bocah itu ada di sekelilingnya dan posisinya sudah memecahkan vas bunga yang tak sengaja terlempar. Seokjin berdiri mendadak, mengabaikan denyutan di dahinya yang mungkin nanti akan membiru.
"Hei... Jiminie disini? Jiminie tak apa-apa? Jiminie tak terlukakan? Mana yang sakit? Kita bilang ibu ya?" Seokjin lantas menyambar tubuh mungil namun berisi milik Jimin.
Jimin membulat terkejut. Bukannya seharusnya Seokjin yang kenapa-kenapa tapi kenapa Seokjin yang kelabakan mengenai keadaannya. Jimin jadi curiga kalo Seokjin itu sampai hilang ingatan karena terjatuh tadi.
Jimin ingat ia pernah menonton serial drama yang kisahnya seorang pemuda tidak ingat namanya sendiri setelah kecelakaan. Jimin tak tau Seokjin mengalaminya juga atau tidak. Dia tidak tau pasti, dia saja melihat serial itu tanpa sengaja saat mama Jihye nya sedang menonton di kamarnya.
"Ibu... ibu... kita harus kerumah sakit bu." Seokjin menggemakan suaranya di penjuru rumah. Membuat seluruh penghuninya menghampirinya dengan keterkejutannya.
"Ada apa Jin kenapa berteriak. Kau membuat semua orang khawatir saja." Jihye menatap putra sulungnya sedikit kesal. Kenapa? Tidak sadarkah Jin bahwa semua orang juga sedang melakukan aktivitas masing-masing. Jihye bahkan merelakan ikan gorengnya di wajan demi menemui putranya yang ternyata membopong Jimin.
"Jimin?" Semua orang membulatkan mata sontak menghampiri Seokjin untuk melihat Jimin.
Jimin kembali mengerjap polos. Jihye membopongnya, mengambil alih dari Jin.
"Jiminie, kau tak apa nak? Dimana yang sakit? Apa kau terluka? Katakan pada mama nak, kita perlu kerumah sakit?" Jihye mewakili semua suara yang ada di ruangan.
Taehyung dan Jungkook yang tadinya sedang bermain kini justru menatap serius, Yoongi dan Namjoon yang sedang mengobrol ikut terbawa suasana khawatir, Jungsoo, ayah Jungkook dan Hyunjin mengobrol santai, Jihye dan Jiya sedang memasak didapur tentu saja.
Jimin memberengut, terlihat serius.
"Tidak perlu mama!" Jimin memberontak minta diturunkan yang pada akhirnya Jihye terpaksa menurunkannya. "Wiuwi.....uwi...uwiiiii... dokter Jimin akan segera datang...dokter Jimin akan mengobati Seokjin...wiuw..." Jimin melenggang meninggalkan kernyitan pada semua orang di tempat, pun dengan Seokjin.
Hingga kemudian Jimin kembali kemudian memandang semua orang. Jimin menghampiri Jihye terlebih dahulu. "Nyonya Jihye tenang saja dokter Jimin akan berusaha sebaik mungkin menyelamatkan Seokjin." Jimin beralih pada Jiya. "Mama Jiya kembali memasak saja oke. Jiminie pasti lapar setelah mengoperasi Seokjin nanti." Jimin mendorong paksa Jiya. Kemudian beralih pada dua pamannya yang juga masih bingung dengan situasi. "Paman dan paman kalian kembali mengobrol saja oke? Pasien Seokjin akan segera dokter Jimin tangani." Jimin juga mendorong dua pria dewasa tersebut. "Kak Yoongi dan kak Namjoon tenang saja. Percayakan semua pada Jiminie. Oke?" Yoongi dan Namjoon ditarik untuk duduk di sofa. "Hei perawat Taetae! Bantu dokter Jimin menyelamatkan pasien." Tersisa Jungkook disana yang memandang penuh kagum pada Jimin, Jimin sendiri menahan takut pada Jungkook. "Jung---kookieee, kau bersama kak Namjoon saja."
Jimin berlari menuju Seokjin. Semua orang masih terdiam, mencerna segalanya hingga kemudian sosok Seokjin ditidurkan paksa dia atas sofa panjang. Dengan gerakan lincah layaknya ahli Jimin mengobati dahi Seokjin yang terluka dengan hati-hati.
Jihye yang sadar terlebih dahulu mengulum senyum bangga. Jiminienya berusaha mengobati luka di kepala Seokjin dan menganggap dirinya dokter. Diikuti semua orang yang kemudian terkekeh. Hanya Seokjin yang masih diam ditempat.
"Selesai. Operasi telah dilaksanakan. Semua keluarga diperbolehkan menjenguk pasien, dokter Jimin lapar."
"Perawat Taetae juga lapar!" Hanya Taehyung yang memang sejak tadi mengerti maksud Jimin. Iapun ikut membantu mengobati dahi Seokjin.
Semua orang kembali pada aktivitas masing-masing namun masih membicarakan tingkah bocah tujuh tahun itu.
"Hei Jiminie! Sudah pandai dan jadi dokter rupanya hem." Seokjin kembali menyambar tubuh Jimin agar cepat berada di pangkuannya. Taehyung sudah kembali mengajak Jungkook bermain.
"Seokjin! Lepaskan dokter, kau harus istirahat! Lukamu belum sembuh, mengerti?" Jimin mencoba melepaskan diri.
Seokjin tak melepaskannya. Anak itu selalu berhasil membuatnya gemas.
"Hei! Kau memanggil namaku tanpa kata 'kaka'?" Seokjin menatap Jimin, berpura-pura marah. Meski nyatanya ia tak mampu memarahi mochi itu."Seokjin itu seperti anak kecil, sering jatuh kau sendiri yang bilang agar Jiminie tak boleh jatuh, jika jatuh seperti anak kecil. Kau sendiri tadi jatuh artinya kau anak kecil 'kan?" Jimin mengerjap polos.
Seokjin baru saja akan menimpal saat bel rumah lagi-lagi berbunyi. Kali ini Jimin yang berminat menuju ruang tamu hingga mengabaikan presensi Seokjin yang hendak memberi petuah-petuah bijaknya seperti biasa. Seokjin mengelus dada dengan hembusan nafas pasrah.
"Kaaaaak Hobieeeeeeee..." lagi-lagi seluruh penghuni rumah dibuat terkejut.
🐣🐣🐣
KAMU SEDANG MEMBACA
About Little Jiminie And His Brothers
Fanfiction🐣🐣🐣 Jimin mengerjap lucu... "Jiminie! Kau bangun?" "Kak Jiminie belum lelah kok jadi Jiminie masih ingin bermain dengan Tae dan Kookie" 🐣🐣🐣