Kejujuran Hati

90 4 0
                                    

Deru ombak berkejaran di malam yang cerah berbintang ini. Menemani sepasang insan yang tengah berdiri pada sebuah pagar pembatas pantai, sambil memandangi deru ombak yang berkejaran.

Mereka adalah Asuna dan juga Naruto yang masih saja terdiam sejak tiba di pantai beberapa menit yang lalu. Angin yang berhembus cukup kencang seakan memaksa salah seorang dari mereka untuk segera membuka percakapan. Namun hal itu terasa berat untuk dilakukan, terlebih kejadian itu baru saja mereka lewati.

.

.

.

"Em …."

Aku mencoba membuka percakapanku kali ini. Namun mengapa terasa berat untuk kulakukan. Kupaksakan diriku, tapi tak kunjung berhasil. Hingga aku tiba-tiba berteriak di hadapannya.

"Naruto …."

Akhirnya … Asuna, membuka pintu peluang agar aku dapat memulai percakapan ini. Sungguh aku sangat malu jika harus memulainya terlebih dahulu.

"Asuna, maafkan sikapku yang tadi.. Aku … aku …."

Astaga, aku tidak dapat melanjutkan ucapanku kala melihat tatapan kedua bola matanya yang menatapku dengan penuh rasa khawatir. Betapa bening kedua bola mata yang indah itu. Yang selama ini selalu memperhatikanku.

"Naruto, kau tidak salah. Mungkin hanya akunya saja yang bodoh. Tidak seharusnya aku begini. Harusnya aku yang—"

"Tidak, Asuna."

Aku menyela ucapannya, aku tahu dia merasa takut akan kejadian yang baru saja kami alami. Aku tahu jika dia begitu mengkhawatirkanku. Namun ada satu pertanyaan yang ingin kutanyakan kepadanya saat ini. Siapa sebenarnya Kirito hingga dirinya seakan sulit untuk menolak ajakkan pemuda brengsek itu.

Ya, kukatakan demikian karena jujur saja aku tidak suka terhadap sikapnya yang memaksa Asuna untuk menuruti semua keinginannya. Memangnya siapa dia?

"Asuna …."

Aku kemudian membalikkan sedikit badanku agar berhadapan dengannya. Memegang kedua lengannya sambil menatapnya dalam-dalam.

"Asuna … jujur saja. Saat ini aku tidak rela melihat dirimu diperlakukan seenaknya oleh orang lain. Karena aku …."

Ah, sial! Mengapa aku berhenti. Lanjutkan Naruto!

Batinku memberontak, menertawakan diriku sendiri. Menghinaku karena tak mampu melanjutkan perkataanku kepada Asuna.

"Asuna, aku … aku … aku sekarang …."

Aku tahu jika Asuna masih menunggu kelanjutan dari kata-kataku ini. Tersirat dari wajahnya yang tampak memperhatikan dan menanti ucapanku. Namun, aku merasa masih terlalu cepat untuk mengungkapkannya.

"Naruto …?"

Asuna benar-benar menunggu ucapanku berlanjut. Ia memanggil namaku sambil terus memperhatikan diriku yang bodoh ini.

"Asuna, sepertinya aku haus. Kau mau minum?"

Aku menutupi rasa grogi yang melanda hatiku dengan menawarkannya minum. Akupun segera masuk ke dalam mobil lalu mengambil minuman yang telah kubeli tadi dan menawarkannya kepada Asuna.

Maaf, Asuna. Aku belum mampu untuk menyatakannya sekarang.

Ada perasaan kesal terhadap diriku sendiri yang tidak mampu melanjutkan kata-kata itu. Dan untuk yang kesekian kalinya, aku membiarkan Asuna untuk menungguku lebih lama.

"Ini minumlah," tawarku kepada Asuna.

.

.

.

Notice Me, BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang