LXVII. J

1.1K 55 1
                                    

"Dia itu cacat, kamu harus inget itu. Dia bisa saja mempermalukan keluarga kita nanti."

"Iya aku tau tapi dokter udah bilangkan, dia bisa sembuh kalau sering diajak berinteraksi dengan lancar. Kita harus mencoba, pa."

"Pokoknya keputusanku sudah bulat kita tetap akan membawanya besok, mau tidak mau kamu harus terima dan fokus saja mengurus putriku yang sempurna."

Airene bangun dari tidurnya, keadaan langit masih gelap di luar dan jam di atas nakasnya masih menunjukkan pukul 3 dini hari. Potongan ingatan itu masih mengganggunya ternyata, padahal ia tidak menemui orang itu sudah setahun lebih lamanya.

Gue lebih pengen mimpi Rusia sama Amerika perang nuklir gitu daripada mimpiin ini. batin Airene mengusap wajahnya memilih turun dari ranjang lalu berjalan ke arah kamar mandi.

Selesai Airene membasuh wajahnya ia keluar berjalan ke balkon kamarnya. Sudah satu tahun lebih ia tinggal di rumah ini, bisa dikatakan ia merasa sedikit lebih baik untuk sekarang.

Angin malam yang berembus menusuk kulitnya, Airene mengabaikannya toh ia merasa sejuk bukannya kedinginan. Secara mendadak ingatan terlempar kembali ke waktu dulu tepatnya ke kejadian yang merubah semua hidupnya, merubah semua dirinya secara tidak langsung.

"Ren." panggil seseorang yang membuat Airene membalikan tubuhnya menatap orang itu.

"Kok di luar? Dingin Ren." ucap orang itu lagi berjalan mendekati Airene yang masih berdiri di balkon.

"Sejuk kok mi bukan dingin." ucap Airene terkekeh.

Orang itu, Bella hanya terkekeh mendengar ucapan sang putri. "Kamu ini ada-ada aja sayang." ucap Bella tersenyum mengusap rambut Airene sayang.

"Mi, besok Airene mau mampir ke rumah mama Felicia ya?" ucap Airene yang membuat Bella sedikit terkejut.

"Airene kangen sama mamanya ya?" tanya Bella hati-hati.

Airene dengan entengnya menggeleng. "Airene mau bantuin kak Fero ngemas mi, soalnya dia nanti malam berangkat ke London."

Bella berpikir sebentar lalu mengangguk. "Oke. Mau mami anter?" tanyanya.

Airene menggeleng, lagi. "Revan udah bilang mau ikut." ucapnya tersenyum.

"Aduh mami lupa kalau anak cantik mami ini punya pacar ganteng." ucap Bella tersenyum.

Airene terkekeh. "Mami ini sama aja kayak kak Alex, pura-pura pikun kalau aku ini udah punya pacar." ucapnya.

"Iya iya mami inget sayang. Yaudah kamu tidur lagi ya jangan bergadang nggak baik untuk kesehatan. Mami mau ke kamar dulu." ucap Bella membuat Airene mengangguk.

•••
Perumahan Hijau Indah, 7.10 WIB

Meja makan yang terisi 4 orang itu hening, hanya ada suara dentingan sendok dan piring yang beradu. Fero yang duduk di samping sang kakak hanya diam, keluarganya berubah semenjak kepergian Airene.

Tidak ada tawa hanya sekadar sapa dan jawaban bila ditanya, apalagi antara Fero dan Andrew mereka bak dua orang asing selama ini.

"Nanti pengumuman kelulusan kamu kan Fer?" tanya Felicia.

"Iya ma."

"Mau mama temenin?" tanya Felicia.

"Mama enggak sibuk? Enggak ke butik? Atau nemenin papa?" tanya Fero sarkas melirik ke arah Andrew.

Self FortressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang