Mobil merah Devan baru saja memasuki pekarangan rumah Emilian. Fero turun di susul Devan, ia melihat mobil seseorang yang ia kirimi pesan sudah sampai terlebih dahulu di rumahnya.
Fero tersenyum saat melihat mobil papanya yang juga sudah ada di rumah, ia masuk bersama dengan Devan ekspresi cowok itu saat ini tidak bisa digambarkan.
"Fero pulang." ucap Fero berjalan ke ruang keluarga.
"Katanya kamu pulang besok Fer?" tanya Felicia yang duduk di sofa bersama Andrew di sampingnya sedangkan Farren duduk bersama tamunya yang lain di sofa yang berbeda.
"Kan abang kesayangan gue lagi sakit jadi pulangnya di percepat terus minta jemput sama Devan." jawab Fero dengan nada menyindir yang masih berdiri bersama Devan.
"Gimana bro? Lo sehatkan?" kini giliran Devan yang bertanya, cowok itu pandai sekali berekspresi.
Farren hanya mengangguk kalau ia bersuara dapat dipastikan ia akan tergagap karena telah berbohong.
"Dan Alex, thanks udah ngeluangi waktu lo untuk dateng ke sini." ucap Fero tersenyum melihat Alex, laki-laki itu hanya mengangguk. Orang yang dikirimi pesan oleh Fero adalah Alex.
"Kak, gue mau nanyak kenapa lo tega sih?" tanya Fero tiba-tiba setelah terdiam cukup lama masih dengan berdiri.
"Maksud lo?" balas Farren bertanya yang tidak mengerti maksud ucapannya sang adik.
"Kenapa lo tega bohong sama Airene kalau lo sakit? Kenapa lo tega ngejebak Airene untuk datang ke rumah ini?" tanya Fero wajah cowok itu kembali sedih.
"Kenapa lo tega kak? Kenapa lo tega banget sama adik gue? Adik yang selama ini gue jaga dari yang namanya luka." tanya Fero lagi.
"Apa maksud lo Fero?" tanya Farren lagi yang masih tidak mengerti apa yang Fero maksud.
"Jangan pura-pura bodoh Farren. Enggak lo bunuh sekalian aja adik gue Far? Enggak lo bunuh aja sekalian Airene?" tanya Fero yang sekarang mendadak marah. Emosinya naik turun seperti cewek yang sedang PMS.
"Airene datang ngejenguk elo, ngabaikan perih lukanya untuk datang ke rumah ini lagi hanya demi abangnya tercinta yang udah tega bohongi dia." ucap Fero lagi.
"Lo nggak pernah tau menderitanya Airene kan?" tanya Fero.
"Gue nggak tau karena gue tinggal di luar." jawab Farren.
"Bukan saat itu. Dulu, saat lo masih main sama adik lo naik sepeda di taman belakang." ucap Fero.
"Airene bahagia saat itu." balas Farren bingung.
"Tanya sama mereka itu Airene." ucap Fero menunjuk kedua orang tuanya dengan dagunya.
"Itu Airene kan ma, pa?" tanya Farren mengikuti perintah sang adik. Baik Andrew maupun Felicia tidak bisa menjawab pertanyaan putra sulungnya itu.
"Yang saat itu main sama lo, yang saat itu lo bahagiain dan yang saat itu mereka sayangi itu bukan Airene." ucap Fero, ia sudah tidak tahan memendam semuanya.
"Jadi itu siapa?" tanya Farren.
"Tanya sama mereka dan kalo lo butuh informasi lebih, Devan siap ngasih tau elo semuanya." jawab Fero kembali melihat ke arah orang tuanya.
Fero mengangguk memberi kode kepada Alex untuk melakukan rencana mereka sekarang, ia tidak sekuat Airene untuk menghadapi ini semua. Alex yang mengerti balas mengangguk.
"Masih ingat perjanjian kita dulu tuan Andrew?" tanya Alex. "Sekarang saya ingin menagihnya." tambah Alex sambil tersenyum mengeluarkan sebuah kertas dari map coklat yang telah ia bawa.
Itu adalah surat adopsi.
"Kamu tidak bisa melakukan ini Alex." ucap Andrew.
Alex yang mendengarnya tersenyum. "Saya tidak tapi papa saya bisa bukan?" tanya Alex lagi lagi tersenyum.
"Saya tidak akan pernah menandatangani surat itu." ucap Andrew.
"Baik. Kalau itu keputusan anda. Saya akan membicarakannya dengan papa saya untuk mengetahui siapa yang lebih berhak mengurus Airene melalui pengadilan atas pasal perlindungan anak." balas Alex tersenyum.
Toh, ia sudah menyiapkan segalanya dan ia sudah meminta papanya untuk mengurus semuanya untuk adik kecilnya, Airene.
"Kenapa kamu ingin mengambil Airene dari kami Alex?" tanya Felicia sedihm
Alex terkekeh. "Jangan menangis tante toh saya tidak akan peduli juga. Itu semua karena kalian tidak mampu mengurusnya, karena kalian tidak mampu menjaganya, karena kalian tidak mampu membuatnya bahagia kalian hanya bisa memberi luka untuknya yang tidak akan pernah sembuh. Dan karena yang sangat disayangkan adalah karena kalian telah membuangnya untuk putri kalian yang lain." jawab Alex panjang.
"Kalian tahu? Airene selalu menyuruh saya dan Devan untuk tidak membenci kalian. Kalian tahu? Airene berusaha keras agar tidak iri dengan putri kalian itu. Kalian tahu? Airene selalu berusaha keras untuk menguatkan dirinya sendiri. Kalian tahu? Bahwa ia berusaha tidak membenci keluarganya sendiri. Kalian tahu? Hidupnya itu palsu, ia memakai topeng untuk menutupi segalanya. Apa kalian pernah mengetahui itu? Tidak. Kalian hanya sibuk menyayangi putri kalian itu, melupakan fakta bahwa ada putri lainnya yang sangat terluka." ucap Alex membuat semuanya terdiam.
"Fero bener. Kenapa enggak lo bunuh aja sekalian Airene, hah? Kenapa lo biarin dia terluka lagi untuk sekian kalinya Farren." teriak Alex melihat Farren murka. "Oiya gue lupa Airene bukan adik lo." ucap Alex terkekeh.
"Akting dan rencana nggak guna lo itu buat di mati secara perlahan karena rasa sakit yang orang tua lo buat, trauma dia sama keluarga ini terlalu besar dan menyakitkan, Fero harapan dia satu-satunya ketika semua keluarganya membuangnya bahkan orang tuanya menjadi sumber dari seluruh sakitnya dia hidup. Ucapin selamat tinggal sama Airene kalau elo ketemu dia nanti dan untuk om dan tante enggak perlu repot-repot minta Airene pulang ke rumah ini karena akan saya pastikan dia sudah punya keluarga yang lebih sayang sama dia. Lebih mampu untuk segalanya dari kalian untuk buat Airene bahagia." ucap Alex bangkit dari duduknya.
"Saya permisi." ucap Alex melangkah pergi diikuti Fero.
Alex merogoh saku celananya mengambil ponsel hitamnya, menghubungi seseorang. "Kita lakuin sekarang." ucap laki-laki itu lalu memutuskan panggilan telepon tersebut.
Sementara Devan masih tinggal. "Mama Felicia ah maksud saya tante Felicia, seharusnya kalian bersyukur diberikan tuhan putri seperti Airene yang tidak pernah banyak menuntut tapi seperti yang sudah terjadi kalian menyia-nyiakannya. Dan tante, bunda menyuruh saya untuk menyampaikan pesan ini bahwa tante jangan menemui dia lagi untuk apapun itu, dia telanjur kecewa banget sama tante." ucap Devan sebelum pergi lalu cowok itu menyusul Fero dan Alex.
Seperti ada sebuah balok besar menghantam Felicia, bahkan sang kakak kandungnya tidak ingin lagi bertemu dengannya.
Ekspresi Farren yang semula masih bingung kini secara perlahan mengerti akan informasi barusan dan apa yang sebenarnya telah terjadi di keluarganya ini. "Jadi bisakah mama sama papa jelaskan apa maksud semua ucapan mereka tadi?" tanya Farren ingin mendengar jawaban dari mulut orang tuanya langsung.
°°°
See you next part 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Self Fortress
Ficção Adolescente[2] SELESAI Dalam dunianya yang berwarna, Batinnya yang terluka. Dingin adalah bentengnya. Diam adalah batasnya. Jangan mengusiknya! Jika kamu tidak ingin sesuatu terjadi denganmu. Des'17 - 21Apr'19