Now I've tried to talk to you and make you understand
All you have to do is close your eyes
And just reach out your hands and touch me
Hold me close don't ever let me go
More than words is all I ever needed you to show
Then you wouldn't have to say that you love me
'Cause I'd already know(Extreme - More Than Words)
*****
Inara langsung loncat begitu mobil terparkir di carport rumah. Dibantingnya pintu keras-keras, berusaha meredam teriakan Narendra yang memintanya tinggal.
Langkahnya cepat, bahkan hampir berlari memasuki kamarnya. Sekali lagi dibantingnya pintu, lalu menguncinya rapat-rapat. Narendra pernah mengatakan bahwa kamar adalah tempat teramannya, maka pria itu tidak akan berani masuk tanpa seizinnya.
Punggung Inara seketika membentur pintu. Kedua kaki yang sejak tadi dipaksa berdiri tegak mulai melemas. Tanpa bisa dia cegah, perlahan tubuhnya merosot dan kini terduduk di lantai.
Air mata yang sejak tadi ditahannya mulai meleleh. Tangannya menyentuh bibir. Ciuman pertamanya kini telah dimiliki oleh Narendra, tanpa izin. Inara marah, tapi juga bingung.
Sesaat setelah Narendra menciumnya, hati gadis itu menghangat. Dia bahkan menikmati dan membalas ciuman tersebut. Tapi, begitu tautan mereka lepas, tiba-tiba Inara begitu marah. Hatinya bingung menentukan bagaimana seharusnya dia menyikapi tindakkan Narendra. Haruskah dia marah pada kelancangan Narendra, meskipun dia menikmati apa yang terjadi?
"Ra ...." Napas Inara seketika tertahan saat mendengar ketukan pintu kamarnya. Suara pria itu terdengar memohon. "Can we talk?"
Buru-buru dibekap mulut rapat-rapat, karena intensitas isakkannya tiba-tiba bertambah. Inara tidak ingin Narendra mendengar isakkan tersebut. Pasalnya, Inara semakin bingung pada dirinya sendiri. Mulutnya keluh, namun dia iba mendengar suara Narendra.
"Ra ...." Sekali lagi pria itu memanggil namanya. "Jangan nangis."
Kemudian suasana kembali hening. Sesaat kemudian, terdengar suara langkah kaki menaiki tangga di samping kamarnya. Inara bisa menebak ke mana pria itu pergi, ke tempat amannya sendiri.
Menyadari Narendra tidak lagi di dekatnya, dilepaskan bekapannya. Isakkan gadis itu semakin kencang, cenderung meraung. Kini dia dilema, bagaimana harus menghadapi Narendra setelah ini. Ciuman serta perasaan yang beradu di dalamnya, jelas merupakan plot twist di dalam hubungan mereka.
*****
Narendra membanting kencang pintu kamarnya. Dilepas jaket dengan kasar, lalu dibuangnya begitu saja ke lantai.
"BERENGSEK!" Tanpa sadar dia menendang keras kaki tempat tidurnya. Jari-jarinya seketika sakit dan perit, namun bagi Narendra itu sepadan.
Harus diakui Narendra gila, tidak dia juga kurang ajar. Dia mempertanyakan ke mana akal sehatnya saat di bukit tadi.
Namun, satu hal yang tidak bisa Narendra sangkal, Inara terlihat berbeda di matanya tadi. Senyumnya yang cemerlang, terlihat memukau. Dia bahkan tidak memedulikan matahari terbit, melainkan gadis itu. Untuk sesaat kala itu, dia menyadari dan tidak ingin menyangkal bahwa Narendra menyukai Inara.
Lalu, semua hal berjalan begitu cepat. Akal sehat serta kontrol tubuhnya hilang karena tiba-tiba saja bibirnya menyentuh bibir Inara. Dia menyukai rasa gadis itu setiap kali didekapnya dan kali ini bertambah saat dia mampu merasakan bagaimana bibir tipis itu di bibirnya. Sebagai pria yang sangat menghormati wanita, harusnya Narendra menahan diri. Atau setidaknya meminta izin lebih dulu.
Dihelanya napas dalam, lalu berjalan cepat menuju jendela kamar. Dibuka jendela, membuat sinar terik matahari menyilaukan matanya. Pria itu membutuhkan udara segar sebanyak mungkin untuk mengurangi emosinya. Dia juga berharap, kelakuannya barusan tidak akan membuat Inara menjauh darinya. Baru saja merasakan bahagia, Narendra jelas tidak ingin kehilangan untuk kesekian kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAND AID
Roman d'amour[Cerita ini akan tersedia gratis pada 29 Oktober 2021] Inara tidak menyangka usahanya memutuskan untuk pindah ke Bali demi mengejar cinta sahabatnya berujung sia-sia. Di tengah sakit hati yang melanda dan disaksikan secangkir kopi, bos baru Inara me...