PROLOG

2.4K 192 36
                                    

Ruangan itu kini sudah terisi oleh tiga orang yang berbeda. Gadis satu-satunya yang berada di sana masih menatap pada pria yang duduk berhadapan dengannya. Dengan sebuah meja yang menjadi penghalang bagi keduanya. Jangan lupakan, sebuah kertas kontrak yang berada di atas meja tersebut.

"Apa seperti itu sikapmu pada seseorang yang akan menolongmu dari kehancuran?"

Suara sang gadis menjadi pemecah keheningan di sana. Terlihat sangat kesal mendapati bagaimana arogannya posisi pria itu yang kini masih menatapnya pula.

"Ah, m-maaf, Lalisa-ssi. Jimin kami memang sedikit menyebalkan. Tapi anda tak usah khawatir, dia pria yang baik. Semua staff di sini juga tahu bagaimana sikap Jimin." Lalu pandangannya beralih pada Jimin di sana. Memberikan tatapan seolah untuk bersikap sopan. Membuat Jimin mendecak dan memilih untuk mengikutinya. Bahkan meluruskan begitu saja kedua tangannya yang sebelumnya terlipat di dada.

Lisa sama sekali tak perduli dengan itu semua, memutar bola matanya malas sembari melipat kedua tangannya di dada--seolah keduanya kini telah bertukar posisi.

"Han Sajangnim, apa keuntunganku jika aku menandatangani kontrak ini? Sudah jelas ini semua hanya menguntungkan pihaknya saja daripada pihakku."

"Tentu saja--"

"Aku juga tak perlu dengan bantuanmu jika kau sendiri tak mau menandatangininya. Ada banyak seseorang di luar sana yang mau menikah denganku tanpa aku harus melakukan semua hal bodoh ini."

Belum sempat Han Sajangnim berbicara, perkataannya sudah terpotong oleh Jimin. Membuat bukan Han Sajangnim saja yang terkejut, tapi juga dengan Lisa. Dan tentu saja hal itu semakin menambah kekesalan Lisa. Bahkan sudah akan beranjak bangun dari duduknya jika tidak Han Sajangnim yang menahannya.

"T-Tunggu dulu, Lisa--ssi. Sekali lagi, maafkan aku."

Lalu pandangan Han Sajangnim beralih pada Jimin, semakin memberikan tatapan tajamnya seolah mengatakan padanya untuk merubah sikapnya. Kini mendekat pada Jimin setelah membuat Lisa kembali duduk di tempatnya.

"Apa kau benar-benar ingin menghancurkan karirmu? Mau menghancurkan semua kerja kerasmu selama hampir enam tahun ini?"

"Tapi apa hanya dengan cara bodoh ini? Tak ada cara lain? Bukankah kita sudah memberikan klarifikasi pada media saat itu?"

"Memang benar. Tapi kerugian yang kita dapatkan karena banyak iklan yang memutus kontrak denganmu cukup banyak. Belum lagi dengan beberapa program televisi yang dengan cepat batal untuk mengundangmu. Perusahaan kita dalam krisis. Jadi lebih baik jika kau mengubah sikapmu jika tak ingin karirmu hancur dan dikelilingi oleh hutang, Jung Jimin!"

Pembicaraan mereka memang dilakukan dengan berbisik dan menekan. Namun Lisa masih bisa mendengarnya, mengingat jarak di antara mereka juga tak terlalu jauh. Dan senyuman kemenangan terbentuk begitu saja di wajahnya, ketika tatapannya bertemu dengan Jimin di sana. Membuat kekesalan si pria kembali naik, namun Jimin hanya menghela nafasnya agar setidaknya menahan dirinya atas sikap menyebalkan Lisa.

"Han Sajangnim, kau tahu bukan jika aku tak bisa berlama-lama? Aku begitu sibuk jika kau ingin tahu."

Han Sajangnim kembali mengarahkan pandangannya pada Lisa, memasang senyumnya setelahnya.

"Oh, tentu saja. Aku sangat tahu itu."

"Jadi, apa keuntunganku?"

"Tentu saja banyak. Aku dan direktur perusahaan tempat kau bernaung cukup dekat. Dan kudengar, jika kau sedang membutuhkan dana yang besar untuk membayar semua hutang yang ibumu tinggalkan untukmu."

Lisa cukup terkejut mendengar itu semua. "B-Bagaimana kau mengetahui semuanya? Choi Sajangnim yang mengatakan hal itu padamu?

Han Sajangnim semakin melebarkan senyumnya di sana. "Sudah ku katakan, aku dan Choi Sajangnim cukup dekat. Masalah ini bukan lagi menjadi rahasia bagi kami."

Lisa menjadi sedikit panik di sana. Namun berusaha pula untuk tetap terlihat tenang. Kembali melirik ke arah Jimin sebelum menatap pada Han Sajangnim.

"J-Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?"

Han Sajangnim kali ini lebih mendekat pada Lisa agar pembicaraan keduanya hanya bisa terdengar oleh keduanya pula.

"Aku sudah tahu semua rencanamu. Jadi, daripada aku menuntutmu, lebih baik jika kau menandatangani kontrak ini. Bukankah itu lebih baik? Kita berdua sama-sama diuntungkan."

Lisa semakin tak dapat berkutik, bahkan untuk menelan ludahnya saja sangat sulit untuk ia lakukan. Menghela nafas kembali untuk setidaknya menenangkan dirinya sendiri. Berbeda dengan Han Sajangnim yang tersenyum dengan puasnya, mengetahui sebuah rahasia yang sebenarnya tak pernah ia tahu akan berguna untuknya saat ini.

"Jika dia tak setuju, bagaimana bisa ini dilanjutkan?" Ucap Lisa, merujuk pada Jimin yang sedari tadi hanya diam. Bahkan sama sekali tak tertarik dengan semua ini.

Sementara yang ditunjuk kini menatap pada Han Sajangnim. Dan melalui tatapan itu saja, Jimin sudah tahu jika ia tak punya pilihan lain saat ini.

"Baiklah. Lakukan saja seperti yang kalian ingin mau."

Han Sajangnim tak bisa menutupi kebahagiaannya. Semakin mendekatkan kertas kontrak itu pada Jimin untuk ditandatangani, lalu pada Lisa dan melakukan hal yang sama.

"Baiklah, karena kalian sudah setuju, kita bisa mengumumkan pernikahan kalian pada media."





--To Be Continued--

Hayolohhhh, saya bawa cerita baru. Emng ngeselin bgt aku ini tolongggg. Tapi gk tahan buat publish cerita baru 😂😂

Hayukkk, jejaknya dulu yukkk. Ntar biar gk lama bgt nunggu chap selanjutnya 🤗

we got married ❌ jimliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang