Setelah beberapa jam Teza berada di rumah Ayana, tepat pada pukul 23:30 ia berpamitan kepadanya. Mungkin Teza merasa sangat tidak enak harus berada di rumah seorang gadis tanpa orang tua di dalamnya. Sesaat Teza akan menghampiri Ayana yang sedang dikamar seketika ia mengarahkan badan menuju dapur untuk menemui Bik Icem, dengan tujuan untuk mempersilahkan Bik Icem saja yang menghampiri Ayana dikamar atas.
"Bik Icem. Saya mau balik udah malem tapi belum pamitan sama Yana, Bibik bisa ke kamar dia buat ngasitau?"
"Kunaon teh kasep cepat pisan balik? Tidak tunggu Aa Rio pulang gitu nyak?" bibik malah balik bertanya kepada Teza, dengan senyuman yang hangat ia membalas pertanyaan bibik.
"nuhun pisan bik. Besok saja, sekarang sudah cukup malam bik" Bik Icem yang mendengar akan hal itu menganggukkan kepala mengartikan bahwa ia mengerti, setelah itu ia berjalan melalui tangga membentuk sebuah piano yang memanjang ke atas, tidak ada pegangan di samping kiri maupun kanannya.
Tidak membutuhkan waktu yang lama Bik Icem langsung mengetuk pintu kamar Ayana. Nihil, tidak ada yang menjawab. Bik Icem termasuk orang yang sering kali memasuki kamar Ayana, ia pun masuk untuk memastikan. Nyatanya Ayana sudah tertidur pulas di atas boneka yang berbentuk huruf A, Ayana tertidur tanpa menyelimuti diri seutuhnya Bik Icem yang melihat akan hal itu lantas menyelimuti Ayana sampai dada.
"Si gelis teh makin gelis pisan kalok tidur" papar Bik Icem pada Ayana. Bik Icem sendiri sudah meganggap Rio dan Ayana sebagai anaknya, sangat wajar jika Bik Icem selalu memanjakan mereka berdua dengan masakan yang diinginkannya. Secara garis besar ia sudah di anggap keluarga oleh Ibrahim dan Sinta. Ia pun keluar dari kamar Ayana dan menghampiri Teza yang sudah menunggu dibawah.
"Kasep si gelis teh sudah tidur, Bibik tidak enak untuk membangunkan dia" tuturnya pada Teza dengan raut wajah yang seakan bersalah. Teza yang melihat itu langsung menggelengkan kepala dan tersenyum kepada Bik Icem.
"Nggk usah. Terimakasih banyak untuk makanannya malam ini Bik, saya balik dulu. Assalamu'alikum wr wb" tanpa sungkan ataupun ini dan itu Teza mencium tangan Bik Icem dengan lembut layaknya anak kepada ibunya. Bik Icem lantas mengantarkan Teza ke depan pintu rumah.
Teza yang baru saja membuka pintu mobil mengurungkan niatnya dikarenakan kehadiran motor besar bersuara besar menghampirinya. Yah. Siapa lagi jika bukan sang kakak dari wanita yang ia cintai, Rio Rafandi Shakeera. Teman kelas sekaligus sahabat terdekatnya. Teza dan Rio sudah saling mengenal satu sama lain dari sejak SMP dulu sampai sekarang.
"kok sebentar banget Za?" tanyanya sembari turun dari motor besar kesayangannya tersebut.
"ya kali gw lama-lama udah jam segini Rio" sambil mengarahkan jam yang melingkar di tangan kirinya kepada Rio.
"biasanya juga sampek subuh lu disini Za" ledek Rio
"ini mah beda, kan waktu itu semua ada dirumah. Ada Om Ibrahim, tante Sinta, lu sama Ayana. Kalok tadi kan beda konteks Io'. Udah aah gw mau balik. Assalamu'alikum"
Melihat Teza yang masuk ke dalam mobil berwarna putih itu, sedikit melirik ke arah pengetuk pintu bagian samping mobilnya.
"apalagi Rio......?" tanyanya
"Jangan ke Hotel langsung pulang ke rumah. Kalok nggk nanti gw kasitau Yana bisa dimarah lu" ancam Rio
"iyaaa.... bawel banget sih lu. Gw cabut nih. Bye"
Setelah Teza lenyap dari pandangan Rio pun masuk ke dalam rumah. Lantas ia tidak langsung ke arah dapur untuk makan malam, mengambil air putih saja ia hampir lupa dengan kehausan yang melanda ditenggorokan. Ia melangkah mantap menaiki anak tangga lantai 2 memang area itu adalah kamar Rio dan dang adik Ayana. Namun bukan Rio namanya jika belum menghampiri kamar sang adik sebelum melihat ia tertidur.
Langsung masuk tanpa harus mengetuk. Dilihatnya Ayana yang sudah pulas tertidur di atas ranjang berwarna putih polos dengan balutan spray ungu kesukaan adiknya itu. Rio yang sudah terbiasa melihat Ayana memakai hijab meskipun tertidur pun hanya bisa tersenyum melihat tingkah adik semata wayangnya itu. Dulu ia sempat bertanya kepada Ayana kenapa adiknya itu harus memakai hijab meskipun dalam posisi tidur. Dengan mudahnya Ayana menjawab sudah kewajiban kak.
Sebelum ia kembali ke kamar dan makan malam dibawah tidak lupa ia melakukan retinitasnya kepada Ayana, mengecup kening lalu mencubit kedua pipinya. Padahal pipinya Ayana bisa di kategorikan sudah terlalu tirus untuk di cubit.
"Kak Rio. Es cream unicornnya Yana mana?" tuntutnya dalam mimpi barangkali. Rio yang belum membalikkan badan pun mendengar dengan jelas rengekan adiknya itu.
"ya elah ni bocah udah tidur masih aja minta es cream,harus unicorn lagi"
terdengar sedikit marah namun sebaliknya. Ia sadar tidak bisa memarahi orang yang sudah dalam mimpi.
Sorry banget temen² aku jarang banget upload cerita ini. Jujur aja aku itu udah ada beberapa part di leptop yang udah siap untuk di publish tapi itu dia. Aah.. Tau lah. BTW terima kasih banyak bagi yang udah baca ♥️. Kalok kalian suka dan penasaran aku bakalan lanjutin. Kalok nggk juga aku tetep lanjutin kok🙏.hehe...
Terima kasih
Salam dari Aku si 〽️
KAMU SEDANG MEMBACA
Melupakan
FanfictionPenulis cantik yang mempunyai mimpi menjadi seorang Interior design ternama. Bukan hanya sukses di bidang yang ia harapkan, Melainkan mempunyai banyak bekal untuk menuju syurga-nya Allah. Dengan cara menyempurnakan sunnah Baginda Nabi salah satunya...