| 07 | Warm

23 4 0
                                    

A/n : Selamat menikmati cerita, mudah-mudahan dapet ya feel nya❤️

💎💎💎

"Karena, hal-hal terbaik dalam hidup, selalu datang dengan kebetulan."

--


Suasana ruang makan terasa sangat mencekam. Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang terdengar, juga suara isi hati masing-masing.

"Gimana hari ini Ra?" tanya Ferdi berusaha mencari topik untuk mencairkan suasana.

Namun, tak ada respon dari Meira. Meira hanya terus mengaduk makanannya tanpa minat, tatapannya kosong, namun pikirannya masih terus berkabut.

Bella mengusap bahu Ferdi sambil mengisyaratkan agar ia sendiri yang mengajak putrinya berbicara. "Sayang.. Gimana-"

"Kenapa baru sekarang?"

Tangan Meira mengepal, menahan semua emosi yang sudah memuncak, namun tak bisa ia tumpahkan. Tatapannya masih terpaku ke makanan dihadapannya.

Meira menatap wanita dihadapannya, "Kenapa baru sekarang, anda menemui saya?" tanyanya lirih.

Bella merasakan iba untuk putrinya, ia tahu semua ini salahnya. Ia juga tahu, ia sudah terlambat. "Ra, mama-"

"Kenapa?! " Teriak Meira. "Hampir sepuluh tahun. Iya hampir sepuluh tahun, aku nungguin kedatangan mama. Setiap waktu, setiap saat, aku selalu berharap, mama dateng dan menemui aku sambil berjanji nggak akan menghilang lagi." lirihnya.

"Setiap aku ketakutan sama papa, setiap aku ketakutan sama perasaan fana yang datang dari masa lalu, aku juga mengharapkan hal itu. Mama dateng, memelukku, sambil berkata semua akan baik-baik aja."

"Setiap aku ulang tahun, aku pun berharap, mama dateng, mengecup keningku, sambil mengucapkan hal-hal indah untuk langkah selanjutnya dihidupku, seperti yang dilakukan para ibu orang lain."

Air mata mencelos begitu saja, "Tapi semakin aku dewasa, aku semakin sadar. Semakin aku berharap,"ucap Meira. "Harapan itu justru semakin menjauh dariku." Meira sudah tidak bisa mengontrol dirinya. Semua rasa sakit dan sesak dari dadanya mencelos minta dikeluarkan.

"Dan bodohnya, aku masih terus berharap. Meskipun aku tahu, semua harapan itu selalu berujung mustahil, nggak akan menjadi nyata."

Bella beranjak dari kursi nya, dan berlari ke kursi Meira dan memeluknya erat. Menangisi penyesalan terbesar dalam hidupnya. Dan penyesalan itu semakin memakan dirinya, ketika putrinya menangis terisak-isak di pelukannya.

Semakin erat pelukan Bella, semakin membuat dada Meira semakin menyesak. Tangisannya semakin kencang.

"Maafin mama, sayang." Bella mengeratkan pelukannya, sambil mencium kening Meira. Menyalurkan perasaan kerindunya selama bertahun-tahun.

"Aku.. Aku rindu mama." isak Meira. "Semenjak mama pergi, di hari-hari selanjutnya aku selalu melihat ke jendela, berharap mama kembali datang."

"Setiap malam aku selalu berpikir, apa aku nakal sampai membuat mama capek mempunyai anak seperti aku, dan pergi."

"Setiap pagi aku selalu ke dapur, berilusi mama akan membuatkan aku sarapan, dan aku akan memeluk mama sambil berkata, jangan tinggalkan aku, aku akan menjadi anak yang baik." Isakan Meira semakin menjadi-jadi, mengeluarkan semua emosi nya di pelukan mamanya.

"Akhirnya aku sadar, menjadi anak yang baik saja, bukan modal agar aku bisa ketemu mama. Aku berusaha menjadi anak rajin dan pintar, agar mama kembali. Datang setiap pengambilan raport dan memelukku sambil berkata bangga dengan hasil belajarku. Tapi hal itu pun nggak cukup agar bisa membuat mama kembali."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EscolhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang