[15]

2.3K 245 9
                                    

Naruto terlalu cemas dengan apa yang akan Sasuke katakan. Ketakutannya adalah apabila Sasuke benar-benar mengatakan ia membencinya. Naruto tidak sanggup. Maka ketika ada kesempatan, ia bergerak kabur dari pandangan Sasuke. Dan kembali ke kamar asramanya.

Menggulung dirinya dengan selimut di lantai, pemuda berpipi kumis itu bergerak gelisah. Berkali-kali ia menjeritkan nama Sasuke, dan mencoba bertelepati dengan pamannya. Sayangnya Naruto sendiri tidak bisa berkonsentrasi.

"Aaaaaa!"

Tanpa terasa, Naruto membuat dirinya berkeringat selama 15 menit lamanya. Ia dengan kasar melepas selimut dari tubuhnya, menjerit lagi. Jeritannya melengking dengan keras. Berespirasi dengan rakus ketika berhasil mengeluarkan dirinya sendiri dari kemungkinan dehidrasi.

Naruto menoleh ketika terdengar suara ketukan pintu. Berkedip-kedip kebingungan. Kemudian memikirkan kemungkinan Sasuke menyusulnya. Yakk! Harusnya dia tidak mencoba bersembunyi dari Sasuke-atau paling tidak, tidak bersembunyi di kamar. Itu opsi yang buruk.

"Naruto-chan?"

Tapi itu bukan suara Sasuke.

Berhenti mengigiti ujung selimut dan bergerak ke arah pintu kamar, jantung Naruto berdentum masih tak karuan ketika membuka pintu.

"Kau ada di kamar--" Sai berhenti berbicara. Ia menatap keadaan tidak baik-baik saja Naruto-chan, rambutnya yang acak-acakan sejujurnya menambah kesan sesuatu padanya. Tapi Sai tetap ingin tertawa pada akhirnya. "Naruto-chan, ada apa dengan--boleh aku masuk?"

Ini bukan seperti Sai yang biasanya, banyak bicara seperti ini. Namun demi kesopanan pemuda yang dianggap lucu oleh sebagian orang itu mempersilakan tamu tak diundangnya masuk. Menyadari tatapan Sai, ia pun segera membereskan kekacauan yang dibuatnya. Tidak sepenuhnya, hanya menggulung selimut dan menyimpannya di atas kasur.

Sai menggeleng pelan. "Ada apa dengan keadaanmu?" Bertanya sembari mengulum senyumnya.

Naruto menyadari Sai tengah menggenggam sesuatu di balik punggungnya, berpikiran positif mungkin punggung Sai gatal dan pemuda itu tengah menggaruknya. Menata pakaian dan rambutnya, Naruto tertawa kelinci, "Aiya, aku tidak kenapa-kenapa," jawabnya. Sai percaya dan menyodorkan tangannya.

"Aku ingin kamu menerima ini."

Sai memberikan Naruto bunga mawar putih dan coklat yang buru-buru dibelinya tadi. Dan agak senang melihat reaksi Naruto sesuai dengan yang diharapkannya. Sai telah jatuh cinta dari pandangan pertama ketika Naruto datang ke kelasnya. Dengan suara cadelnya, meski ya itu hanya untuk popularitas, Sai tidak peduli. Naruto masih dengan kegemasannya di matanya. Dan Sai ingin mengecap Naruto hanya untuk dirinya sendiri.

Perjuangan Sai tidak mudah, ia harus menyingkirkan beberapa orang dan sesuatu yang menghalanginya. Jadi apapun yang terjadi, Naruto harus menerimanya.

"Sai-kun, a-a-aku..."

"Aku ingin kau menjadi kekasihku, Uzumaki Naruto."

Dan dari ujung matanya, di antara celah lebar pintu yang lupa ia tutup rapat, ia melihat Sasuke, dengan tatapan dinginnya.

.

.

"Huwaaa paman, apa yang harus kukatakan?!!! Apa yang harus kulakukaaan?!!!"

"Bocah, diamlah, kau menganggu konsentrasiku."

"Aaaaaaaa!"

Naruto masih dengan jeritan kencangnya. Madara menyerah. Dipijatnya pelan pangkal hidungnya yang terasa berdenyut karena ulah Naruto sejak kedatangannya ke perpustakaan khusus miliknya. Ingin sekali ia sumpal mulut pemuda itu jika saja ia tidak sibuk mencari suatu mantra di buku kitabnya.

"Pamaaan, jangan acuhkan akuuu! Apa yang harus kulakukan haaah?!!!"

"Kau ingin tahu apa yang harus kau lakukan?" Naruto mengangguk. "Diamlah."

"Aaa, pamaaan!"

Astaga...

"Naruto, diamlah, kau tak perlu menjelaskan apapun selama Sasuke tidak bertanya. Kau tidak perlu melakukan apapun dan bersikap biasa sajalah jika kau memang tak punya salah!"

"Umm." Naruto berkaca-kaca. Terharu.

Madara tenang dan melanjutkan kembali aktivitasnya. Ia tahu Naruto menatapnya penasaran dan setengah mengintip dari belakang punggungnya. Madara tidak tertarik menjelaskan pada pemuda itu, jadi hanya diam.

"Paman sedang apa?"

"Mencari mantra untuk membunuh tanpa menyentuh."

"Owh."

Naruto kembali ke tempat duduknya. Tiduran dengan posisi sembrono. Bosan. Namun teringat kejadian tadi. Pemuda kumis kucing itu dihantam oleh dilema. Apapun yang bersangkutan dengan Sasuke, memang selalu tidak baik untuk kesehatan hati maupun pikiran Naruto.

.

.

Naruto kembali ke asrama pada malam hari, setelah diusir dan ditendang habis-habisan oleh paman Madara. Padahal Naruto hanya ingin tidur bersama pamannya itu, tapi paman tua itu malah mencemoohnya lari dari masalah. Tidak berguna.

Mengeratkan jaketnya, langkah Naruto agak memelan. Udaranya sudah mulai mendingin. Lebih dingin dibanding suhu sebelumnya. Namun salju memang masih belum turun, perkiraan di tv-tv sih 3-4 harian lagi.

Omong-omong, sampai kapan mantra ini bertahan? Naruto lupa, yang pasti tidak lama lagi akan berakhir. Kata paman Madara, Naruto harus dapat ciuman dari cinta yang tulus untuk menahannya kembali ke bentuk aslinya.

Hm, cinta yang tulus... seperti Naruto pada Sasuke. Tapi apakah Sasuke juga?

"Sasuke-," Telinga Naruto peka sekali kalo mendengar nama itu, langsung memiliki fungsi tajam dan fokus sekali. "Terimalah bunga ini," Naruto mencari-cari dimana asal suaranya. "Dan jadilah kekasihku-!"

Naruto menemukan Sasuke tengah bersama gadis berambut merah muda yang membungkuk sambil menyodorkan buket bunga mawar merah. Apa gadis itu tengah menyatakan cinta? Di balik pohon, Naruto berharap, Sasuke menolaknya.

Sangat.

"Aku akan menerimamu,"

Bagaikan ada awan hitam di atas kepala Naruto, awan itu adalah awan yang membawa petir bersamanya dan menyambar otak Naruto sampai rusak. Naruto kecewa. Marah. Benci. Tapi cinta eak. Ehem. Naruto membawa perasaan kecewanya itu untuk segera kembali ke asrama.

Naruto berlari. Begitu sampai, ia membanting pintu hingga menjeblak menutup dengan gaduh. Pemuda berambut kuning itu menggaruk tembok dengan kesal, marah, tidak peduli jarinya bisa saja terluka dan... memang sudah berdarah. Ia tidak sengaja menggaruk paku kecil yg digunakan untuk menaruh jam kecil.

"SASUKE BODOH! SASUKE JAHAT! PAMAN MADARA, SASUKE TIDAK SUKA AKU! AKU INGIN KEMBALI JADI KUCING SAJA! INI SEMUA PERCUMA RGHH!"

Tapi Naruto tidak peduli darah yang mulai menetes itu. Ia beralih ke ranjangnya dan menggigiti bantal. Naruto ingin menangis, tapi ia terlalu marah dan kesal sampai-sampai air matanya tidak mau keluar meski ia sakit hati sekali.

"AKU INGIN PERGI SAJA AAA!"

Diraihnya kembali baju hangat yang dilemparnya ke lantai. Naruto akan pergiz pergi sejauh mungkin dari Sasuke. Jauh, sangat jauh sampai ia tidak lagi menghirup udara yang sama dengan Sasuke.

Jauh... Jauh sekali seperti saat wanita berambut pink itu membuangnya ketika ia masih menjadi kucing.

***

Sasuke menatap gadis di depannya.
"Aku akan menerima kamu, Sakura," Tatapan Sasuke serius. "seandainya tidak ada orang lain di hatiku saat ini."





.
30/06/2019

Kitty ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang