Beberapa hari kemudian.
Shaddan sedang merebahkan tubuhnya di atas sofa, dengan kedua mata nya terpejam. Kaki kanan nya dia letakan di atas dengkul kiri.
Lelaki yang memiliki wajah tampan, hidung mancung, alis tebal, bulu mata yang lentik dan bibir berwana merah muda itu, sedang berupa-pura tertidur pulas.
Akan tetapi pikiran nya justru sedang berkeliaran, entah apa yang dia pikirkan.
"Kamu udah beberapa hari di Indonesia, dan kamu harus balik ke London. Kamu nggak boleh ninggalin study kamu di sana," ucap Eldric dengan suara yang tegas.
Putra nya itu enggan membuka suara. Atau pun untuk membuka matanya saja enggan.
"Kamu pikir kampus itu punya papah,"
Eldric menghela napas lemah. Dia tidak tahu lagi harus bersikap tegas seperti apa lagi terhadap putra nya itu. Karena Shaddan benar-benar telah berubah, berubah sikap yang membuat Eldric merindukan Shaddan yang sebelumnya. "Shaddan!" panggilnya.
"Hm!" Shaddan bergumam seadanya yang tampak cuek, tanpa ada rasa perduli atas apa yang di ucapkan oleh papah nya.
"Sampe kapan kamu mau jadi orang bodoh?" tanya Eldric menatap Shaddan dengan lekat.
Shaddan sejenak terdiam. Sampai akhirnya dirinya membuka suara. "Bodoh karna sebuah alasan," ucap Shaddan santai. Masih dalam posisi nya yang sama tanpa bergerak.
"Kamu jadi bodoh karna sebuah alasan? Shaddan--"
"Bodoh, karna kenapa aku nggak bisa tolongin orang yang aku cintai. Aku harusnya bisa lindungin dia, tapi nyata nya apa? Aku cuman di takdirkan jadi laki-laki bodoh yang nggak berguna sama sekali buat dia," tutur Shaddan sembari membuka matanya, tanpa melirik pada wajah Eldric.
Eldric tahu apa yang di maksud oleh putra nya.
"2 tahun, apa nggak cukup buat kamu, lupain dia?"
"Dia yang udah ngerubah hidup aku, pah! Gimana aku bisa lupain dia,"
"Papah tau Shaddan. Tapi kalau kamu terus-terusan kayak gini, apa dia akan balik lagi sama kamu, enggak?! Dia udah bahagia, dia udah tenang di sana. Jadi papah mohon sama kamu, ikhlasin dia untuk pergi dengan tenang,"
Shaddan hanya melirik sekilas pada Eldric, tanpa ingin membalas ucapan dari papah nya. Sedangkan Eldric masih menatap lekat pada putra nya.
"Apa kamu nggak pernah peduli sama mamah kamu? Kamu nggak kasian sama mamah kamu?" tanya Eldric.
Shaddan menoleh sempurna pada Eldric. "Masalahnya beda pah, mamah paling penting buat hidup aku. Nggak akan pernah ada seorang pun yang merubah posissi mamah di hati aku,"
"Walau pun Noura juga pernah jadi orang penting buat Shaddan."
Shaddan beranjak dari posisi tidurnya, lalu Shaddan pun pergi meninggalkan Eldric yang masih mematung di tempat.
Eldric memalingkan wajahnya melihat ke arah Shaddan. Eldric merasakan hatinya bergetar, bahkan merasakan sakit. Pasalnya Eldric tidak pernah mendengar dari mulut Shadda bahwa dirinya juga penting untuknya.
Eldric pernah berpikir apakah dirinya juga penting untuk putranya atau tidak.
Sebuah tangan menepuk pundak Eldric dengan pelan. "Pah!"
"Hm! Shan?" Eldric menoleh pada Shan.
"Udah malem, tumben papah belum tidur?" tanya Shan.
Eldric menepuk kembali pundak Shan sesekali mengelus pucuk kepalanya. "Papah belum ngantuk," ucapnya sembari memperhatikan penampilan Shan. "Kamu mau ke mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SHADDAN 2
Romance"Selain menyakitkan karna cinta, ternyata ada yang lebih menyakitkan, ya itu kebohongan." #2 bersama