22.

16.7K 1K 113
                                    

Malam saat aku mabuk berat, aku memaksa Dana untuk berada di bawahku. Memperlihatkan padanya bahwa aku lebih baik daripada mantan kekasihnya. Bahwa aku lebih bisa mendominasinya. Bahwa aku ... sekaligus berhasil menyakitinya.

Aku memperlakukan Dana saat itu dengan kasar. Bahkan, di bawah pengaruh alkohol, aku masih ingat kalau tanganku sempat menampar pipinya. Kilasan demi kilasan mengerikan mulai kuingat setelah aku terbangun dari tidurku pagi harinya. Aku melihat bagaimana Dana terbaring polos di sebelahku dengan sudut bibirnya sesikit bengkak dan menyimpan darah kering.

Jauh dalam lubuk hatiku, aku begitu menyesalinya. Perbuatanku sudah seperti binatang. Memaksa Dana untuk tidur denganku dalam keadaan hati dan tubuhnya yang jelas-jelas menolakku. Dia membenciku. Sama seperti aku membenci perbuatannya saat berciuman dengan Dani.

Di hari itu aku seperti kehilangan diriku sendiri. Aku lebih pendiam dan selalu mengamati Dana. Wanita itu tetap bersikap tegar meskipun hatinya terluka parah. Dia seperti enggan menatapku, sesedikit mungkin mau berbicara dan berargumen denganku. Aku tidak lagi melihat senyum di wajahnya. Sekali pun Dana bersama dengan Keesha, wanita itu hanya kebanyakan melamun.

Seberapa buruk yang telah kulakukan saat aku mabuk?

Sebulan setelah kejadian itu berlalu, aku masih berpikir keras untuk mengingat seberapa banyak aku sudah menyakiti Dana di malam suram itu dan malam-malam berikutnya. Aku memperkosanya. Dengan amarahku yang menggebu karena mengingat pengkhianatan Dana dan kemarahan pada diriku sendiri yang tidak bisa mengontrol emosi. Aku menyesal untuk beberapa malam yang penuh dengan kesakitan. Jika aku memang diberi keberanian untuk memperbaiki semuanya, mungkin aku akan bersimpuh di depan Dana. Aku sudah menyakiti wanita yang rela mengurus anakku selama ini dengan begitu dalam. Tetapi aku tidak memiliki keberanian itu. Atau, kemarahanku masih mengalahkan segalanya. Aku masih egois hanya untuk meminta ampun pada Dana sedangkan dia sendiri masih bungkam tentang kejadian di lantai dua puluh waktu itu.

Setiap hari kami seperti dua orang tak saling kenal yang tinggal di sebuah apartemen. Aku melakukan apa yang kumau, dan Dana melakukan apa yang dia mau. Kadang dia menangis sendirian di dapur, kadang melamun saat menunggui Keesha bermain, kadang juga dia tertidur di sofa ruang tengah setelah menonton series vampir selama hari libur.

Sedangkan aku? Keseharianku hanya bekerja selama mungkin di Anderson dan pulang selarut yang aku bisa. Kebiasaanku dulu yang menyimpan berbotol-botol alkohol di apartemen, mulai kulakukan kembali. Kadang aku mabuk di apartemen dan kadang aku mabuk di club malam. Antara Sam dan Sandro selalu mengantarku pulang saat tubuhku tak mampu lagi berjalan sendirian setelah mabuk berat.

Lalu, setelah aku berada di apartemen, otakku seperti berhenti untuk berpikir. Melakukan apapun semauku untuk kembali menyiksa Dana. Mencumbunya saat dia justru mengurusku. Dan penyesalan itu terus berulang. Tidak pernah ada habisnya.

Aku hanya butuh meminta maaf padanya, tetapi aku tidak memiliki keberanian.

***

"Katakan padanya kalau kau menyesal, itu lebih baik daripada mabuk setiap hari, Jo."

"Egoku terluka, San."

"Tapi kamu tidak tahu yang sebenarnya terjadi. Dia mengatakan padamu kalau dia tidak berciuman dengan mantan sialannya itu, bukan?"

Aku meraup wajahku lelah. Di dalam ruangan Sandro, aku sedang berkeluh kesah tentang masalahku. Ada yang salah denganku, aduku saat itu padanya. Dan Sandro hanya memberiku beberapa saran yang masih belum bisa mengobati sesuatu yang mengganjal dalam hatiku. Mungkin karena kami smaa-sama lelaki. Kami memiliki sudut pandang yang sama. Seharusnya aku menanyakan pendapat ini pada seorang perempuan. Tetapi siapa?

• Meant To Be •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang