6.

20.6K 1.2K 56
                                    

Sejak pagi hingga siang menjelang sore hari, aku disibukkan dengan laporan proyek yang menggunung. Tidak ada jeda untuk aku bisa makan siang. Bahkan kesepuluh jariku sudah seperti mati rasa karna terlalu lama berselancar di atas keyboard.

"Sst!"

Aku sedikit menegakkan badanku saat mendengar siulan dari seorang yang tak asing lagi untuk kudengar, Daniel. Keningku mengernyit begitu melihat dia mengisyaratkanku untuk naik ke lantai atas. Aku berdecak kesal. Siapa lagi yang menyuruhku kalau bukan Mr. Frans atau mungkin Jonathan. Dua orang itu yang sering memperbudakku saat ini.

Aku mengangguk sekali. Kembali mengetik cepat sampai dengan tanda titik sebelum kusimpan ke dokumen lalu segera mencabut ponselku asal dari chargernya, untuk kubawa. Tanpa bilang terima kasih pada Daniel aku langsung berlari kecil saat melihat dua staff lainnya berniatan masuk ke dalam lift. Aku ikut menyempil bersama staff lainnya yang juga berada di lift itu. Lift bergerak dan kebanyakan dari mereka keluar lift di lantai empat belas. Menyisakan aku yang sendirian naik ke lantai tiga puluh enam. Aku mulai merapikan pakaian formalku sambil mengaca pada dinding lift. Lumayan rapi. Setidaknya aku tidak terlihat berantakan seperti habis ditampar oleh puluhan bendel laporan proyek.

Ting!

Dentingan lift yang mengancam itu mengisyaratkanku untuk keluar dari dalamnya. Tetapi saat aku keluar dan melewati meja Jonathan, langkahku berhenti sejenak, jantungku tiba-tiba terasa sakit dan sesak. Aku melihat satu tas wanita teronggok di atas meja Jonathan. Di situ kosong, tidak ada Jonathan apalagi si pemilik tas. Semakin membuatku berpikiran negatif. Aku seperti takut jika sesuatu terjadi dengan Jonathan.

Berusaha keras menyingkirkan pikiran negatif yang bersarang di otakku. Aku langsung pergi ke ruangan Mr. Frans.

"Sore, Mr. Frans," sapaku saat melongok ke dalam ruangan ber-AC enam belas derajat itu.

"Masuk!"

Kedua kakiku mulai masuk sesuai perintah. Kulihat Mr. Frans mulai membagi-bagi dokumen sesuai judul berkasnya.

"Duduk! Kita adakan video converence—" Mr. Frans melirik ke arah jam tangannya. "—Dua menit lagi," lanjutnya tegas.

Jujur aku sedikit bingung di sini. Aku duduk di depan Mr. Frans yang sibuk memilah-milah dokumennya. Dia kemudian membuka laptopnya lalu mengoperasikan benda itu tidak sabaran. Di sini aku tidak tahu harus apa. Beliau bilang akan mengadakan video converence tetapi kenapa aku harus di panggil ke sini. Bukankah aku tidak ada hubungannya dengan ini semua?

"Buka semua laporan. Simak bahasanku saat video berlangsung. Waktumu satu menit untuk memahami semua garapan Jonathan sialan itu!" tegas Mr. Frans membuatku melongo.

"B-baik, Mr."

Buru-buru aku membuka semua laporan itu dan mencermati semuanya. Untuk beberapa saat aku speechless melihat laporan yang sangat rapi dan padat itu. Tidak ada kesalahan sedikit pun dalam penempatan kontennya. Tetapi aku juga bingung kenapa Mr. Frans justru menyuruhku bukannya Jonathan sendiri.

"Sudah?" tanya Mr. Frans.

"Y-ya, saya sudah tahu intinya. Saya yang mengerjakan laporan ini sebelum terakumulasi data oleh Jonathan."

"Bagus. Aku tidak bisa mengandalkan Jonathan yang selalu asik dengan wanitanya!" gerutu Mr. Frans justru membuat jantungku semakin terasa nyeri.

"A-asik dengan w-wanitanya?"

Mr. Frans melirikku dari balik kacamatanya, meneliti. "Brainstorming!" tegas Mr. Frans sebagai perintah untuk membuatku menegakkan badan dan siap dengan laporan di tanganku. Kepalaku harus segera mencari beberapa ide untuk menjawab segala sangkut paut laporan ini.

• Meant To Be •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang