Dua mahasiswa yang baru keluar dari ruang dosen itu bertos ria setelah menutup pintu ruang dosen. Mereka tersenyum senang akhirnya mereka bisa menempati janji mereka pada para peserta yang sebagian besar adalah para cewek- cewek cantik pengagum dosen sexy itu.
"Akhirnya ... kita selamat."
"Syukur deh. Lo sih nyebarin hoak segala kalau pak Aldev bakal ikut upgrading. Kita kan yang susah. Untung aja pak Aldev mau."
"Lha kan gue mau merekrut masa yang banyak," bela temannya.
"Tapi nggak pakai bohong juga kali." Yang lain menimpali.
"Sekarang kan jadi nggak bohong."
"Yuk ah, ke kantin. Gue laper banget."
"Oke."
Dua mahasiswa itu melenggang pergi dengan ringan. Urusan mereka telah selesai.
Aldev yang mendengar obrolan mereka pun tersenyum sebelum kemudian dia mengingat jika dia memiliki kelas. Dengan membawa tas kerjanya, dia berjalan menyusuri koridor kampus menuju kelas yang akhir-akhir ini dia sering lewati. Kelas perempuan yang mengusik hatinya. Alda.
***
Alda mencari bangku kosong di kantin. Waktu siang seperti ini, hampir mustahil ada bangku kosong. Selama beberapa minggu dia kuliah disini, dia sudah mengetahui hal itu. Kantin akan sangat ramai dan sulit mendapatkan kursi. Apalagi sekarang dia sendirian dan tak bersama Naura.
"Al, lo denger kan yang gue bilang?"
Suara itu merambati telinga Alda dan membuatnya menoleh. Di depan sana dia melihat dosen yang pernah menyelamatkannya itu sedang berjalan dengan seorang lelaki berpenampilan urakan menuju kantin khusus dosen. Entah kenapa tatapan matanya tidak mau beralih dari sosok itu.
Tampan?
Ya ... lelaki itu tampan.
Baik?
Entah. Dia belum mengenalnya.
Lalu apa yang membuatnya terpaku lama? Mungkin rasa senang karena pernah ditolong olehnya?
Alda mendesah dan mulai melanjutkan langkahnya saat dia melihat ada meja yang kosong.
Dilain tempat, Aldev yang menyadari keberadaan gadis cantik itu-ralat. Janda cantik-mengulum seulas senyum. Dia sadar jika janda cantik itu tadi memandangi dirinya. Apakah dia boleh berbangga diri karena janda itu memngamati dirinya?
Dia tahu jika dia tampan. Tapi rasanya siang ini dia benar-benar bersyukur menjadi tampan hingga bisa menjadi pusat perhatian.
"Al ... lo dengerin gue nggak sih, Al?" gondok pemuda yang bersamanya kini.
"Sekali lagi Lo panggil gue, 'Al'...awas lho."
"Ck. Kan biar akrab," bantah pemuda itu. Tapi saat dia mendapat delikan tajam Aldev, pemuda itu menyerah. "Iya deh, iya ... Abang Aldev yang katanya sexy," sungut sang pemuda.
"Aku memang sexy," pongah Aldev seraya merapikan lengan kemejanya.
"Tapi nggak laku," cibir si pemuda. "Lagian pantat gede aja dibanggain."
"Dasar nggak sopan!"
Aldev mencari meja kosong yang tersedia. Sejak pagi, sepupunya yang satu ini minta di kotak saja. Mengekorinya kemana saja.
"Ya, Bang."
"Nggak bisa Der. Besok Abang ada acara sama para mahasiswa."
"Yah ...." Pemuda itu menjatuhkan kepalanya ke atas meja.
"Kenapa nggak minta bantuan Maxy saja. Kan kalian seperti saudara kembar siam."
"Nggak bisa. Max lagi nyari belalang di kebun rumahnya buat makan si Bejo." Pemuda itu kesal sekali karena saat-saat penting seperti ini teman-temannya tak ada yang mau membantu. Termasuk sang kakak sepupu.
"Lagian siapa juga yang bakal mau nyanyi lagi syantik di depan istri kamu? Kurang kerjaan." Aldev tak habis pikir kenapa para wanita harus mengalami vase bernama ngidam yang sangat merepotkan itu. Apa tidak bisa yang biasa-biasa saja?
Semoga saja nanti kalau dia punya istri, istrinya tidak mengalami vase menyebalkan itu.
***
Acara upgrading yang diselenggarakan oleh BEM fakultas berlangsung seru. Apalagi antusiasme para mahasiswi bertambah berkali-kali lipat malam ini dengan kehadiran seorang dosen pujaan mereka. Dosen sexy yang tampan dan juga pendiam. Aldevaro atau yang sering mereka panggil dengan Pak Aldev.
Namun siapa yang tahu jika sepasang mata itu sejak tadi melirik ke barisan putri. Mencuri pandang ke wajah cantik yang beberapa hari ini mengusik dirinya.
Dia mengakui jika wajah itu bukanlah wajah tercantik yang dia lihat. Namun dia benar-benar mengakui jika dirinya telah jatuh pada pesona sosok itu. Lagipula siapa yang bisa membuat patokan sebuah standar kecantikan? Tak ada. Seperti yang banyak orang katakan, jika kecantikan adalah hal yang relatif.
Semua yang hadir menikmati acara yang berlangsung tanpa sadar jika sebentar lagi hal tidak menyenangkan, terjadi.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Tumbal Janda Perawan!
ParanormalAlda haifa. Menjadi janda di usianya yang ke 18 adalah mimpi buruk yang tak pernah dibayangkannya. Bukan keinginannya jika banyak laki- laki menaruh hati padanya..seolah menegaskan citra negatif janda dan bukan inginnya jika dia akan dijadikan tumba...