8

83 1 0
                                    

Jangan lupa Vomment

Happy Reading ^_^

_________________________________

Bima dan Baju Baru


Terik yang menyengat agaknya tidak membuat Dara gentar untuk tetap melakukan pekerjaannya menyapu jalan.

Padahal jelas terlihat jika keringat sebesar biji jagung sudah bercucuran sedari tadi. Ini bulan puasa dan musim kemarau telah tiba, berada di pinggir jalan panas dalam waktu lama tentu bukanlah perkara bagus.

Tapi mau bagaimana lagi. Ia butuh uang untuk hidup. Jadi, sekeras apapun itu harus ia jalani.

Sebenarnya tidak juga. Dara sedang butuh uang. Ia harus punya cukup uang untuk membeli barang sederhana yang di inginkan sang adik. Baju baru.

Ya, sesederhana itu.

Dara itu memiliki tabungan. Walau tidak seberapa tapi setidaknya cukup untuk membiayai sekolah adiknya. Tapi jika ia memakainya untuk membeli baju, maka simpanannya akan habis. Bagaimana jika tiba-tiba kebutuhan sekolah adiknya membludak?.

Sedari kecil ibunya tidak pernah mengajarkan untuk berhutang ataupun meminta-minta. Selama jiwa dan raganya sehat maka ia harus bekerja. Bukan sekedar hanya mengiba pada orang lain.

Walau sesekali ia mendapat beberapa makanan ataupun baju bekas yang masih layak pakai dari tetangga sekitarnya, itu bukan Dara yang meminta. Mereka yang memberikan.

Jadi dengan alasan itu, beberapa hari ini gadis tanggung itu bekerja lebih keras dari biasanya.

Hanya sedikit lagi dan uangnya akan cukup. Makanya ia berusaha dengan keras hari ini.

Uang dari Bima?

Oh, tidak tidak. Itu uang adiknya. Milik adiknya. Jadi Dara akan gunakan uang itu untuk kebutuhan adiknya. Itu tidak termasuk baju baru tentunya.

Baju baru yang akan ia beli bukan hanya untuk Bima, tapi juga untuk Gea. Karena itu uang yang digunakan untuk membelinya harus murni dari keringat Dara sendiri.

Setelah selesai Dara beranjak dari tempatnya. Ini adalah waktu untuk menerima gaji bulanannya.

Ya, gaji dari menyapu ini ia dapatkan sebulan sekali. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan harian, gadis itu harus melakukan pekerjaan lain yang bayarannya per-hari.

Hasilnya lumayan. Sebagian akan ia sisihkan untuk ditabung dan sebagian lagi ia gunakan untuk membeli kebutuhan hidup.

Mengingat lebaran sudah semakin dekat, bayaran yang di dapat Dara pun lebih dari biasanya.

Ini sudah cukup.

Setelah mengucap terimakasih, Dara pergi dengan senyum mengembang indah.

Bagus, sebentar lagi keinginan adiknya akan terwujud.

Dara melangkah ke pasar besar dekat tempatnya bekerja. Menyusuri tiap-tiap kios yang menjajakan berbagai model pakaian. Mulai dari anak-anak, remaja, sampai dewasa.

Bohong jika Dara tidak menaruh minat pada salah satu dari banyak pakaian itu. Tapi, saat ini ia harus fokus. Ia masih punya pakaian yang cukup bagus untuk dipakai ketika lebaran. Yah, walau tidak baru tapi itu masih bagus, kok.

Sampai kemudian atensi Dara jatuh pada sebuah baju koko berwarna putih dengan paduan hitam dan motif batik di bagian dada. Bagus.

"Silahkan Mbak." Sapa pelayan toko itu. Seorang gadis muda berusia sekitar 25 tahun.

Dara menunjuk baju yang tadi ia lihat. "Ini harganya berapa, Mbak?."

Pelayan itu menatap Dara sedikit sensi. Pakaian kumuh, badan penuh keringat, dan wajah lusuh. Perpaduan yang sangat sempurna untuk menjadi olokan.

Dengan nada sedikit sinis ia menjawab, "Ini mahal, Mbak."

"Berapa ya, Mbak?."

"200 ribu."

Dara mengernyit. Itu mahal, sungguh.

"Ng... gak boleh kurang, Mbak?." Tawar Dara

"Udah pas itu, Mbak."

Dara sedikit berpikir, "150 ribu ya, Mbak."

Si pelayan nampaknya sudah semakin kesal. Alisnya mengerut.

"Gak bisa Mbak. Itu udah harga pas."

"Boleh ya,Mbak." Tawar Dara lagi.

Mendengar keributan yang ada, sang pemilik kios pun menilik apa yang sedang terjadi.

Alis ibu pemilik kios yang berada dikisaran umur empat puluh itu mengerut. Tatapannya fokus pada gadis kumal yang mampir ditokonya.

"Kiran, ada apa?." Tanya wanita itu.

Kiran menghadap ke sang atasan.

"Ini bu Haji, Mbaknya mau beli baju tapi di tawar. Padahal harganya sudah pas, gak boleh ditawar lagi." Jelas Kiran dengan sedikit bersungut.

Bu Haji menghela. Dengan wajah teduh dan nada bicara yang halus ia berkata, "Kamu memang ada uang berapa?."

Dara menunduk. Melihat uang receh yang ada digenggamannya.

"Saya punya uang tiga ratus ribu. Itu harus cukup untuk membeli dua baju."

Ya, bukan rahasia umum jika mendekati lebaran seperti saat ini harga segala kebutuhan naik. Termasuk baju tentunya.

"Ya sudah. Kamu pilih satu baju lagi." Ucap Bu Haji final.

Dara yang mendengar sedikit terkejut. Begitupun sang karyawan.

"Bajunya untuk kamu? Atau saudara kamu?." Tanya Bu Haji sembari melihat dagangannya.

"A-adik sa-ya." Jawab Dara dengan gugup. Jujur, ia masih belum dapat mencerna apa yang terjadi.

Jadi, berterimakasihlah pada Bu Haji. Berkat keramahan hati beliau kedua adiknya tahun ini dapat memakai baju baru yang bagus.

Dengan senyum mengembang Dara melangkahkan kakinya untuk pulang. Mengejutkan adiknya dengan dua kantong plastik berisi pakaian yang di impikan kedua adiknya.

"Satu lagi. Walau harus menunggu lama, akhirnya Mbak merasa berguna."


Kra, 22-05-2020

Lebaran Bersama BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang