5

161 3 0
                                    

Jangan lupa Vomment

Happy Reading ^_^

_________________________________

Serendipity

"Mbak Dara ingat 'kan kalau hari ini bagi raport?." Suara Bima memecah hening yang ada.

Dara mengangguk. "Iya. Mbak ingat kok."

Tentu ia ingat, karena selain mengambil raport, hari ini juga adalah hari terakhir batas waktu yang telah di berikan oleh sekolah Bima untuk membayar uang bulanan.

Sebenarnya sekolah Bima adalah sekolah berbasis negeri, hanya saja setiap bulannya wali murid harus merogoh kantung untuk biaya fasilitas sekolah. Beruntung sekolah memaklumi kondisi perekonomian keluarga Bima, jadi Dara tidak terlalu sesak napas untuk membayar.

Tiga tahun  belakangan Dara harus mengeluarkan tenaga ekstra setiap kali mengambil raport sang adik. Saat sang ibu masih ada, mereka akan membagi tugas. Dara kesekolah Bima dan Ibu ke sekolah Gea.

Pertama ia akan ke sekolah Gea baru setelahnya ke sekolah Bima.

"Kalau nilai Bima jelek maaf ya Mbak." Lirih Bima.

Setiap kali waktu penerimaan raport tiba, Bima pasti akan bilang begitu. Bima itu bukan anak bodoh. Bahkan bisa dibilang dia salah satu anak cerdas. Semua nilainya selalu bagus, bahkan nyaris sempurna. Disaat teman-temannya sibuk bermain, Bima akan belajar dengan meminjam buku dari perpustakaan sekolah ataupun buku milik teman-temannya. Mau bagaimana lagi, ia tak mungkin lebih membebani kakaknya dengan minta di belikan buku sekolah. Masih dapat belajar dan memakai seragam lengkap pun ia sudah bersyukur.

Dara tersenyum, "Emang Mbak Dara pernah marah kalau nilai Bima dan Gea jelek?."

Bima menggeleng. Itu fakta. Dara tak ingin menuntut apapun dari kedua adiknya. Melihat adiknya tumbuh dengan baik dan bahagia itu lebih dari cukup untuk Dara. Orang tuanya tidak pernah menuntut apapun kecuali dalam hal menjaga adik-adiknya, Jadi ia pun tak akan menuntut adik-adiknya juga.

Kemudian seperti yang telah di bicarakan, pukul tujuh Dara mulai berjalan dari rumah menuju sekolah Gea. Tidak terlalu jauh. Mungkin hanya sekitar satu sampai dua kilometer dari rumah.

Saat sampai di tujuan, Dara melihat sudah ada beberapa orang tua murid yang datang. Kebanyakan dari mereka menggunakan sepeda motor untuk sampai di tujuan.

Setelah mendengarkan beberapa pengumuman dari wali murid, kini tiba waktunya untuk pengambilan nilai murid selama satu semester. Dara menunggu beberapa menit sampai nama adiknya di panggil.

"Ini nilai-nilainya Gea." Ucap sang guru perempuan muda. Wajahnya cantik dan terkesan ramah.

Dara menerimanya dan melihat sekilas nilai adik bungsunya.

"Maaf, tapi apa Gea ada masalah akhir-akhir ini?." Tanya sang guru dengan berhati-hati.

Dara mengernyit. Seingatnya keadaan adiknya di rumah cukup baik. Ia tertawa, belajar, dan melakukan aktivitas seperti biasa. Tidak ada yang aneh.

"Disekolah dia sering melamun dan menyendiri. Satu semester ini saya jarang melihat Gea berbaur dengan teman-temannya. Bahkan terkadang dia bisa tiba-tiba menangis. Dia tidak pernah menjawab jika saya bertanya." Tutur sang guru.

Gadis remaja itu tersentak. Ia tak pernah tahu. Yang ia lihat adiknya terlihat baik-baik saja.

"Coba kamu tanyakan pelan-pelan, ya. Jujur saya juga khawatir. Itu sangat memberi dampak buruk untuk hubungan sosial dan nilai-nilainya."

Dara mengangguk kaku, "I-iya, bu. Akan coba saya tanyakan. Terimakasih. Saya permisi." Pamit Dara.

Guru itu mengangguk dengan seulas senyum yang menawan dan meneduhkan.

Dengan wajah datar Dara berjalan keluar. Sebenarnya ia ingin duduk sejenak untuk menenangkan guncangan di kepalanya. Tapi masih ada satu sekolah yang harus ia datangi dan jaraknya tidaklah dekat. Jadi, melupakan sejenak tentang guntur yang menyerang otaknya, Dara melangkahkan kaki meninggalkan bangunan itu.

Saat sampai di gerbang, netranya menangkap dua sosok yang sangat ia kenal. Bima dan Gea. Kedua adiknya itu berdiri dengan bersandar di dekat gerbang sekolah.

"Kalian kenapa kesini?." Tanya Dara keheranan.

"Temenin Mbak Dara. Biar gak jalan sendirian." Sahut Gea dengan polos.

Dara tersenyum tipis. Ini bukan pertama kalinya, tapi entah mengapa hatinya selalu bergetar dan menghangat.

Dan seperti yang dikatakan, kini ketiganya berjalan menyusuri jalan panjang itu dengan beberapa obrolan dan candaan ringan. Terlihat benar-benar bahagia tanpa memiliki beban apapun.

Saat sampai disana sekolah sudah lumayan sepi. Hanya tinggal beberapa orang tua murid saja yang terlihat masih berkeliaran di sekitar sekolah.

Bima dan Gea menunggu di taman sekolah sementara Dara masuk ke kelas Bima.

Karena Dara datang saat waktu sudah cukup siang, jadi ia tak perlu menunggu untuk waktu yang terlalu lama.

Setelah mengucapkan salam singkat, Dara mengeluarkan sebuah amplop putih. Itu uang untuk membayar uang sekolah Bima.

"Maaf jika saya membayarnya terlambat, bu." Gadis itu terlihat canggung. Biar bagaimana pun sekolah sangat baik karena mau memberi keringanan sampai seperti ini.

Guru setengah baya itu mengangguk. "Tidak apa. Saya juga punya kabar baik untuk anda."

Dara mengernyit. Ia bertanya dengan sopan. Dia pikir kabar baik itu tidak jauh dari nilai sang adik yang diatas rata-rata. Itu bukan menjadi hal yang mengejutkan lagi sebenarnya untuk Dara.

Tapi, semua pemikiran itu lenyap digantikan dengan buncahan bahagia yang sampai membuatnya ingin menangis. Ia bangga dan terharu.

"Selamat, Bima akan mendapat beasiswa penuh dari sekolah mulai tahun depan. Dia siswa pintar, bahkan sangat pintar. Jadi menurut kami Bima pantas mendapatkannya." Tutur sang guru.

Dengan letupan bahagia Dara keluar dari ruang kelas itu. Berlari menuju sang adik dan langsung memeluk keduanya erat.

"Terimakasih. Mbak bangga sama kalian. Kalian hebat." Ucap Dara disela dekapannya.

Adiknya awalnya heran, tapi setelah mendengar penuturan sang kakak, seketika wajah keduanya menciptakan raut yang kelewat bahagia.

Dara bahagia. Setidaknya untuk sejenak ia melupakan perasaan dirundung yang tadi sempat singgah.

Untuk merayakan kebahagiaan hari ini, Dara memasak makanan yang cukup lezat. Ikan bandeng goreng, cah kangkung, dan sambal trasi. Makanan kesukaan kedua adiknya. Selain itu Dara juga membeli dua es buah dan beberapa makanan untuk berbuka.

Adiknya benar-benar bahagia. Walau dengan cara sederhana, setidaknya hari ini mereka dapat menikmati kebahagiaan yang mungkin tidak dirasakan oleh orang lain.

*Serendipity : Kebetulan yang menyenangkan.

Re-up
Kra, 18-05-2020

Lebaran Bersama BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang