Terdengar suara gagang telepon yang jatuh menimpa lantai keramik ruang tengah. Suara itu membuat Somin dan Ayah nya khawatir. Bunda Somin terlihat tak kuasa lagi menahan butiran bening yang jatuh dari matanya.
"Bunda ada apa?" Tanya Somin khawatir melihat kondisi Bundanya
"Nenek meninggal, dia jatuh dari tangga rumah, ayo Yah kita segerah kesana!"
"Iya Bun ayo, Somin kamu ikut kan?"
"Iya, iya Yah"
Tiba di depan rumah Nenek tiri ku, sudah berdiri Kak Yhaesin dan langsung memeluk Bunda dengan mata yang sudah menjadi seperti buah tomat busuk.
Nenek meninggal karena penyakit jantungnya yang tiba-tiba saja kambuh saat ia ingin turun ke bawah. Lalu Nenek langsung tak sadarkan diri dan ketika di bawa ke rumah sakit nyawa Nenek sudah tidak bisa di selamat kan lagi. Itu lah hal nya di ceritakan oleh Kak Yhaesin selepas setelah dari mengantar kan Nenek ke tempat peristirahatan terakhirnya.
"Yhaesin, setelah ini kamu bereskan barang-barang mu. Nenek sudah tidak ada dan kalau kamu tetap di sini kamu akan sendirian. Ikut Bunda yah nak"
"Iya Bunda. Aku naik ke atas dulu yah"
Hal yang tidak pernah di duga-duga oleh Somin, dia ternyata akan tinggal serumah dengan Kakak tiri laki-lakinya itu. Apakah ini hanya perasaannya saja tapi dia merasa sangat canggung dengan hal ini.
"Yhaesin kamu tidur di kamar atas yah, karna kamar bawah sudah tidak ada yang kosong. Tidak apa-apa kan?"
"Iya Yah. Tidak apa-apa" suara sang anak laki-laki yang masih berkabu, bingung harus bagaimana.
Yhaesin pun pergi ke kamar baru nya untuk membereskan barang-barang nya. Sekarang ini lah rumah yang akan menjadi tempat tinggal yang dia rasa akan menjadi rumah terakhir setelah rumah Papa dan Nenek nya. Semoga saja dia betah tinggal bersama keluarga baru nya ini.
---
Somin naik ke atas karna kamarnya juga di atas. Jadi kamar diri nya dan Kakak nya bersebelahan sekarang. Dia sangat terkejut saat mengetahui akan bersebelahan kamar dengan Kak Yhaesin.
Didalam kamar Somin mulai memikirkan perasaan apa yang sedang merasuk ke dalam hatinya. Kenapa dia selalu memikirkan wajah Kakak nya itu. Bingung, gelisah, takut, bercampur aduk menjadi satu. Entah itu perasaan apa tapi sebelum nya dia tidak pernah merasakan hal ini.
Hari ini Somin dan Yhaesin pergi ke sekolah bersama. Yhaesin akhirnya pindah dari sekolah nya dulu karena jauh jika dia harus bolak-balik kalau tetap sekolah disana.
Sangat canggung jika di bilang saat mereka berdua berada dalam satu mobil dan itu hanya berdua saja. Tidak ada satu kalimat atau bahkan satu kata yang terlontar dari mulut ke dua insan tersebut. Mereka hanya terpaku satu sama lain.
"A-ayo kita turun sudah sampai" suara Somin yang terdengar gugup saat berbicara dengan Yhaesin
"Oh iya, ayo"
Teman-teman Somin terlihat terkejut melihat dirinya datang ke sekolah pagi ini bersama seorang pria yang sungguh autor juga nggak mau berbohong ini benar-benar kesempurnaan yang di perlihat kan oleh tuhan.
Somin pun masuk ke dalam area sekolah dan mengantar kan Kakak nya sampai depan pintu kelas nya yang baru.
"Kak aku tinggal ke kelas yah. Semoga betah ya Kak sekolah di sini" kata-kata Somin yang terdengar seperti menyemangati Kakaknya itu
"Iya, kamu ke kelas aja. Nanti kalo pulang sekolah Kakak aja yang ke kelas kamu"
<>
Hari ini pun waktu berjalan sangat cepat. Mereka pun sudah sampai di rumah. Yhaesin pun masuk kekamar sambil memekirkan sesuatu.
"Apa sebenarnya ini. Apa kah aku bisa hidup seperti ini?" Keluh kesah Yhaesin di dalam hati kecilnya
Oh ternyata ke dua insan ini pun mulai memiliki suatu perasaan satu sama lain. Tapi mereka tau batasan dalam kehidupan mereka. Sebesar apa pun rasa itu, tetap lah terhalang oleh tembok besar dan tebal di hadapan mereka. Oh tuhan kenapa hidup bisa seberat ini...
***
Vote, like, and comen
See you next chapter
Bye***

KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny
Fiksi RemajaPernah nggak sih kebayang sama kalian kalau kehidupan itu bisa mengurung hidup kita di dalam orang-orang yang selalu muncul dan membuat kita terikat dengan mereka bahkan sampai maut sekali pun tidak bisa untuk membuka kurungan tersebut dari kehidupa...