Aku pernah hampir menjadi tulang rusukmu. Sebelum akhirnya mamamu memutuskan untuk menjodohkanmu dengan yang lain. Aku pernah hampir menjadi tulang rusukmu. Sebelum akhirnya kau tak mampu lagi berkutik dengan keadaan yang menghimpit kita hingga mejadi lempengan diterbangkan pengharapan. Iya, harapan kita seketika diterbangkan oleh angin topan yang tak sopan.
Mengapa ya, angin itu tak mau berkabar lebih dulu? Paling tidak mendengarkan ocehan kita tentang rancangan masa depan atau keinginan dua insan yang saling mencinta. Tetapi aku memilih pasrah. Saat kau bersikeras untuk meyakinkanku akan sebuah restu dari mamamu, dengan air mata aku lebih memilih kau mengikuti apa yang telah menjadi ridhanya. Bukan sebab tak lagi cinta. Namun, untuk apa mempertahankan sebuah hubungan bila fondasi di dalamnya tak lagi kokoh berdiri?
Aku tak ingin memakan hati. Saat mamamu tak menyukaiku, segala aspek dalam diriku pun beliau tak akan suka. Aku hanya belum siap disalahkan, belum siap atas ucapan yang mengguncangkan, dan segala hal yang pastinya akan mengundang amarah mamamu. Lagi pula, aku pun tak ingin melukai tempat yang akan menjadi surgamu. Dan aku tak akan pernah menginginkan kamu menjauhi tempat yang seharusnya kamu perjuangkan. Maka, tinggalkanlah aku untuk mamamu bila memang kau menyayangiku.Jangan kau pikir ini adalah hal yang begitu mudah aku lakukan. Kamu memberontak aku juga meronta. Tetapi, jodoh itu merupakan apa yang telah Tuhan mudahkan jalannya jikalau dipersulit mungkin itu cara Tuhan untuk memisahkan yang bukan berjodoh. Bukankah kita berdua sama? Sama-sama meminta hal yang terbaik untuk diri kita dan kehidupan kita. Saat kita berdua dijauhkan bukankah itu bisa menjadi kemungkinan bahwa kita memang tak berjodoh?
Jangan menolaknya hanya berdasarkan tak memiliki rasa suka dan cinta. Kamu harus tau, cinta itu tumbuh hanya karena sebuah pembiasaan. Saat nanti kamu terbiasa bersamanya pasti benih cinta akan muncul. Terlebih, dia adalah wanita yang akan kau pandang terakhir kali sebelum terpejam dan yang kau lihat pertama kali kala terbangun dari tidur singkatmu. Alasan mana lagi yang akan kau jadikan sebuah penolakan, Sayang?
Perasaanku katamu? Hei, terima kasih telah memperhatikan perasaan wanita biasa ini. Tetapi, coba sekarang aku bertanya. Apakah perasaan mamamu tak jauh lebih penting? Sayang, kamu harus ingat. Beliau yang telah mengorbankan masa mudanya hanya untuk mengurusmu, memberikan ASI nya tanpa meminta bayaran sepersen pun darimu, lantas masih tega kau membangkang?
Aku tak memiliki hak apapun atasmu. Mamamu yang sepenuhnya memiliki hak itu. Kamu ingat tidak ucapan yang selalu kamu lontarkan padaku kala aku mengeluh dengan segala alur kehidupan? Bukankah katamu Tuhan itu memberikan apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan? Dan Tuhan itu memberikan sesuatu yang terbaik untuk kita atas pertimbangan-Nya bukan atas dasar pertimbangan kita. Lalu, mengapa saat ini kamu yang mengingkari ucapan itu?
Bisakah kau mempercayaiku untuk kali ini saja? Percayalah aku akan baik-baik saja bahkan saat kau pergi meninggalkan hati. Percayalah senyum yang biasa aku ukir bersamamu ini meski tanpamu akan tetap aku ukir dengan hati. Bahkan jika pun nanti mamamu memintaku untuk hadir dalam acara pengikatan janji suci, aku pun akan datang. Aku akan mengiringimu menuju sah yang diucapkan saksi. Aku akan ada di belakangmu untuk menyaksikan satu hari yang tak akan terulangi lagi yaitu hari pernikahanmu.
Jangan menumpahkan air mata. Cintamu harus benar-benar luntur untukku, Sayang. Tenanglah, aku akan membantumu melupakan semua tentang kita yang hampir. Setelah acara bahagiamu itu, aku akan pergi sejauh langkah ini mampu membawaku pergi. Hingga bayangan pun tak akan kuperbolehkan untuk mengintipmu dengannya hingga membuat kau teringat lagi akan aku.
Sudahlah, Sayang. Jarum lara ini bukan lah apa-apa. Dibanding kesakitan yang pernah mamamu rasakan kala melahirkanmu. Yang aku pertaruhkan untukmu hanyalah hati dan perasaan. Sedangkan mamamu adalah nyawa. Sebuah ketentuan antara hidup dan mati di kemudian hari. Sebelum aku pergi, sampaikan salamku pada mamamu. Ucapankan terima kasih karena telah melahirkan dan mendidik lelaki sepertimu. Sebab tanpa beliau kita tak akan mungkin bertemu bahkan menjalani kisah yang ;Hampir.
Sayang, kau serupa senja
Memberi keindahan sementara
Terbit dengan rona
Tenggelam dengan dukaSayang, semoga berbahagia
Kembang telah berganti
Aku, jangan dinanti
Dia lebih berarti

KAMU SEDANG MEMBACA
PREFELENSI LAKON
Roman pour AdolescentsSelamat datang pada sebuah cerita luka, sakit hati, dan penyesalan yang tiada berujung. Menyisakan tawa dan air mata. Menggenangkan kenangan yang tiada ujungnya. Ini ceritaku. Tentang hidup dan kisah cintaku. Tentang luka yang tiada bertepi kala men...