3

415 5 0
                                    

Kenapa harus ada sekolah? Mau nangis aja rasanya.

Itu adalah kalimat yang selalu ia ucapkan dalam hati setiap memasuki gerbang sekolah. Memang tidak ada yang aneh selama ini. Tapi sejak penjelasan Neima, ia selalu dihantui rasa takut.

MOS sudah berakhir, sekarang KBM dimulai. Hanya saja, hari ini belum ada pelajaran. Naysa masuk ke kelas 10 MIPA 3 dengan langkah malas-malasan.

"Masih pagi udah cemberut aja lo, Nay," Neima terkekeh melihat tatapan tajam dari Naysa.

"Kenapa beb?" ucap Vanya dengan bercanda.

"Kamu laper? Sini, aku suapin," Elina ikut bercanda sambil menahan tawanya.

"Aduh! Berisik deh lo, tiga!" Naysa menelungkupkan kepalanya ke dalam silangan tangannya.

Neima yang duduk di sebelahnya menghela napas pelan. "Masih kepikiran ya, lo? Udah, gapapa. Lo aja belum dimaininkan?"

Naysa memelototi Neima. "Maksudnya belum dimainin apa ya?"

Elina dan Vanya tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Naysa.

"Udah. Udah. Bentar lagi upacara penyambutan, nih. Siap-siap yuk," Vanya memakai topi sekolahnya, begitu juga dengan Neima dan Elina. Sedangkan Naysa sibuk mencari-cari topinya di tasnya.

Gaada.

"Kenapa, Nay?" tanya Elina curiga ketika melihat ekspresi Naysa.

"Jangan bilang topi lo ketinggalan?!" pekik Neima, membuat Elina dan Vanya sontak menoyor kepala Neima.

"Mau pinjem TU? Semoga aja masih ada," Vanya menarik cepat tangan Naysa menuju TU, diikuti oleh Neima dan Elina.

Vanya memasuki ruang TU dan langsung bertanya, "bu, topi masih ada enggak ya?"

"Wah, nak. Udah abis. Malahan, pada beli tadi. Maaf ya," ibu tersebut menjawab dengan nada bersalah.

Naysa, Vanya, Neima, dan Elina segera keluar ruangan dan berpikir keras.

"Aduh, gimana nih? Pada udah siap lagi dibawah," ucap Elina dengan nada panik.

"Oke. Oke. Gini aja, Sa. Lo pura-pura sakit. Jadi lo ke UKS," asal Neima dengan cepat.

"Aduh, yakali. Udah deh, gapapa. Gue kena hukuman aja, entar."

"Hah? Gila lo?" Vanya berhenti berjalan sambil menatap Naysa dengan tajam.

"Iya, habis gimana? Gamungkin gue pura-pura sakit. Udahlah, gapapa."

"Gini aja. Gini aja. Lo sembunyi diantara kita bertiga, jadi gakeliatan kalo lo gamake topi. Gimana?" Elina ikutan panik.

"Aduh malah malu-maluin kalo ketauan. Udah gue kena hukuman aja," Naysa menjauhkan genggaman tangannya dengan Vanya. "Ketemu gue di kelas ya."

"Nay-!"

Ucapan mereka terpotong karena sudah ada guru BK di belakang mereka. Dengan terpaksa, mereka bergabung di barisan.

***

Naysa berjalan ke arah para pelanggar aturan upacara dengan menguatkan hatinya.

Gapapa, Nay. Santai.

"Pak, saya enggak make topi," lapor Naysa dengan cepat tanpa melihat mata Pak Situ, guru olahraga yang terkenal galak.

"Kamu baris di sebelah siswa itu," tunjuk Pak Situ. "Eh ya, nama kamu."

"Naysa Odelia Prasadini."

"Yasudah, sekarang kamu baris dengan rapih disitu."

Naysa berjalan dengan ogah-ogahan ke sebelah seorang siswa yang sedari tadi menatapnya.

"Jadi lo yang namanya Naysa?"

Mendengar namanya, Naysa menengok ke sumber suara yang ternyata berasal dari siswa di sebelahnya.

Dia siapa? Kok tau?

Siswa tersebut menengok ke Naysa, lalu memperhatikan dari atas sampai bawah. Naysa yang merasa terintimidasi menjadi salah tingkah.

Cowo tersebut tersenyum misterius. "Oke juga."

Maksudnya?!

"Kenalin, nama gue Cailan. Kelas 12 IPS 1," Cailan terus tersenyum misterius. "Jangan takut sama gue, karena gue yang paling baik di antara pemain lain di permainan ini."

"Permainan? Permainan apa, kak?"

"Nanti lo juga bakal ngerti," jawab Cailan dengan santai.

Jawaban dari Cailan tidak cukup menjawab pertanyaan Naysa. Pikirannya langsung berjalan-jalan kemana-mana. Sampai dia berhenti di obrolan dengan Neima.

Apa bener gue sasaran mereka?

Karena terlalu sibuk dengan pikirannya, dia sampai tidak sadar upacara sudah selesai. Bahkan beberapa murid sudah pergi entah-kemana. Di lapangan tinggal menyisakan beberapa orang saja.

"Oi!"

Naysa mengerjap-ngerjapkan matanya. "Hah?"

Cailan tersenyum manis. "Upacara udah selesai. Tapi kalo lo mau berdiri disini sampe pulang. Ya, gapapa sih."

Cailan berjalan meninggalkan Naysa sambil memasukkan tangannya ke saku celana.

"Bentar, kak!"

Ucapan Naysa membuat Cailan berhenti lalu memutar kepalanya ke Naysa.

"Kakak belom jawab pertanyaan aku yang tadi."

Cailan tersenyum, lalu membalikkan badannya dan menyejajarkan tubuhnya. "Kan udah gue bilang, nanti lo bakal ngerti. Ikutin aja, manis."

Naysa terkejut dengan kata terakhir Cailan.

Manis?

Sadar dengan keterkejutan Naysa, Cailan menegakkan tubuhnya lalu menunjuk gedung kantin.

"Lo liat itu?" Naysa mengangguk. "Kalau lo butuh gue, gue bakal selalu ada di lantai kedua kantin. Lebih tepatnya lapangan basket atas. Oke? See you soon."

Naysa masih tak percaya dengan hal yang sudah terjadi.

Makasih udah bikin gue makin bingung!

###
Hobi banget ya author 1 part 700an kata aja?
Hmph author sendiri masih bingung
Jangan lupa pencet tanda bintang ⭐️
Jangan jadi silent reader 🤫

Dare or Dare (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang