4

242 5 0
                                    

"Lo kenapa deh?"

Elina melihat Naysa yang sibuk melipat-lipat kertas dengan muka yang ditaruh di meja.

Sekarang kelas 10 MIPA 3 sedang tidak ada guru karena sedang rapat dengan orang tua salah satu murid. Bisa disebut sebagai jamkos.

"Kenapa sih kamu cemberut, beb?" Vanya mencubit pipi Naysa dengan gemas yang langsung dihindari oleh Naysa.

"Nay, kalo ada apa-apa cerita aja. Kita bakal tutup mulut rapet-rapet kok," Neima memandang Naysa yang tetap menutup mulut. "Jangan bilang, udah dimulai?"

Mendengar ucapan Neima, kedua teman Naysa langsung memandang dengan terkejut.

"Apaan yang udah dimulai?" tanya Elina dengan kepo.

Vanya membuang napas pelan. "Dare or Dare."

Naysa langsung duduk tegak dan menatap Vanya penuh selidik. "Lo tau darimana?"

"Itu rahasia. Tapi yang pasti, Dare or Dare udah dimulai."

"Dare or Dare apaan sih? Gue gangerti dari kemaren," Elina celingak-celinguk dengan muka yang masih kebingungan.

"Permainan geng privity."

"Geng privity?"

Vanya mengangguk. "Tahun ini kayaknya bakal tentang permainan ngerebut cewe. Sebagai Naysa sasarannya. Lo ingetkan pas kita kena hukuman karena telat?"

Elina berpikir lalu mengangguk.

"Nama mentor itu, Kenzi Dashel Shaquille. Dipanggil Kenzi. Kelas 12 IPS 1," Vanya menunjukkan sebuah foto yang terdapat seorang laki-laki bermain basket. "Orang-orang bilang dia masuk ke geng privity. Tapi banyak juga yang nyangkal, karena dia termasuk siswa berprestasi."

"Jadi, kemungkinan dia ikut permainan ini?" Neima bertanya sambil berbisik.

"Kemungkinan besar, iya. Tapi untuk sekarang aja kayaknya belom ada yang mulai."

"Kak Cailan udah."

Neima, Elina, dan Vanya menengok ke Naysa dengan terkejut.

"Cailan Demian Radhitya, maksud lo? Kakak kelas 12 IPS 1?" tanya Neima.

Naysa mengangguk pelan, "lo tau darimana?"

"Aduh, Nay. Dia terkenal banget di sekolah ini. Karena ketampanannya, keramahannya, penghargaan, dan pelanggaran yang dia lakuin. Dia aja sampe punya fanbase, Nay."

Naysa menatap curiga Neima. "Jangan-jangan lo ada di dalemnya?"

"Bukan tipe gue."

"Gue kepo nih. Pertemuan lo gimana ceritanya?" Elina memajukan kursi tanda antusias.

"Janji tutup mulut?"

Semua mengangguk dengan mantap.

"Inget pas gue dihukumkan? Nah, disitu gue ketemu Kak Cailan yang lagi dihukum juga. Tiba-tiba dia ngomong 'jadi lo yang namanya Naysa?'. Terus dia liat dari atas sampe bawah dan bilang 'oke juga'. Lalu kenalan sama gue. Dan dia ngasih tau tempat yang selalu dia datengin ke gue."

Neima, Elina, dan Vanya saling pandang dan mengangguk setuju. Jantung Naysa terasa ingin lompat dari tempatnya setelah mendengar ucapan teman-temannya tanpa permisi.

"Gue yakin, permainannya udah dimulai."

***

"Lo gamau makan, Nay?"

"Iya, makan aja. Nanti lemes loh."

"Mau gue beliin?"

Neima, Elina, dan Vanya terus membujuk Naysa untuk makan. Tetapi selalu ditolak oleh Naysa dengan gelengan.

"Gue gabisa makan kalau banyak pikiran."

Teman-temannya mendengus pelan.

"Nanti lo harus minta makanan gue," ucap Vanya sebelum berlalu pergi dengan Neima dan Elina.

Naysa membuang napas gusar.

Sekolah gini-gini amat ya?

Saat sibuk dengan pikirannya, seseorang duduk di sebelah Naysa yang membuat dirinya menengok.

Siapa lagi?

"Sori, gue boleh duduk disini?"

Naysa hanya mengangguk pelan.

Laki-laki di sebelahnya yang sudah menaruh makanan di meja tersenyum senang sambil mempersiapkan dirinya untuk makan. Tidak sabar untuk memenuhi perutnya dengan makanan di depannya.

Naysa yang tampak heran dengan sosok laki-laki ini hanya bisa melihat dalam diam laki-laki tersebut. Siapa?

Seperti tau apa yang dipikirkan Naysa, laki-laki itu menahan tangannya di udara. Lalu, perlahan menurunkan sendok yang sudah terdapat nasi dan lauknya. Naysa yang melihat itu tentu heran dengan sikap tersebut.

"Ah ya! Gue lupa. Kenalin, nama gue Fariza Kaven Radhika. Biasanya gue dipanggil Irza. Dan lo pasti Naysa Odelia Prasadini," mulut Irza mengulum senyum. "Kita seangkatan jadi jangan ngeliat gue kayak detektif. Gakenyang-kenyang gue entar."

Naysa yang merasa seperti terpegok mencuri sesuatu langsung mengalihkan pandangannya. Ia segera memandang ke siswa-siswa yang sedang berlalu lalang mencari santapan untuk memenuhi perut mereka.

"Oh ya? Gue baru denger nama lo," Naysa menjawab dengan cuek yang membuat Irza menggaruk tengkuk belakangnya.

Sampai Naysa merasa jantungnya berdetak tak karuan seperti sebelumnya.

"Lo kok tau nama gue?"

Irza terkekeh. "Siapa yang enggak tau lo."

Naysa mengernyitkan dahi. "Maksudnya?"

"Gue gabakal pake tipu-tipuan murah di permainan ini. Dengan lo," Irza menunjuk Naysa dengan telunjuknya sambil tetap tersenyum. "Sebagai hadiah pemenang."

"Maksu-"

"Nanti lo ngerti. Gue duluan. Temen-temen lo udah pada dateng juga." Irza segera menenteng dengan ringan tanpa beban nampan berisi makanannya dan berjalan meninggalkan Naysa yang merasa semakin terbebani akan suatu hal yang ia pun tidak tau apa hal itu.

Hadiah? Maksudnya sasaran?

"Nay! Tadi siapa?" Neima tergesa-gesa duduk karena rasa penasaran yang sudah tinggi.

Naysa menggeleng pelan tanda tidak peduli dan langsung mengalihkan muka ke arah lain.

"Itu Irza," ucap Vanya pelan sambil mendudukkan dirinya di sebelah Neima dengan singkat kepada Neima yang dijawab dengan kata 'oh'.

###
Lama gaberjumpa ☺️
Kangen banget author nulis cerita 😭
Jadi karena gatau dapet ide darimana author jadi nulisnya lancar kayak jalan tol
Jadi biar authornya makin semangat...
Jangan lupa vote+comment ya! ❤️
Sayang reader banyak2 😗

Dare or Dare (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang