5

201 3 0
                                    

Bel sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Para murid sudah berhamburan keluar kelas. Entah eskul, bersiap-siap les, atau mungkin pacaran.

Tersisa empat siswi yang masih merapihkan peralatan tulis dan buku-buku pelajaran ke dalam tasnya.

"Nanti temenin gue ke loker dulu ya?" tanya Elina memecah keheningan di antara mereka berempat dan langsung dijawab dengan anggukan.

Sekolah ini memiliki loker pribadi untuk murid-muridnya. Jadi mereka bisa menaruh buku atau mungkin alat belajar lainnya di loker tersebut jika tidak ingin menyusahkan diri membawa pulang barang-barang tersebut.

"Nay, udah?" tanya Neima yang sudah menyampirkan tasnya di bahu.

Naysa mengangguk, lalu berjalan bersisian dengan ketiga temannya keluar kelas. Hanya terdengar suara sepatu sekolah mereka, sampai akhirnya Neima membuka percakapan.

"Btw, gue baru dapet info. Kemaren sih sebenernya. Mau dengerin?" tawar Neima hati-hati kepada Naysa.

Naysa merasa enggan untuk mendengarkan, tapi rasa keingin tahuannya lebih besar dan berhasil mengalahkan rasa egobnya. Ia-pun hanya menganggukkan kepala dengan ragu.

"Peraturan permainan di Dare or Dare selalu berubah. Tergantung permainannya," Neima membelokkan diri mengikuti Elina yang mendorong pelan tubuhnya.

"Yaelah, itu mah gue juga tau," Vanya mendengus tanda tak minat.

"Belom selesai ini gue ngomongnya. Sabar dong," Neima bersedekap memandang Vanya yang hanya memberikan tanda 'v' di jarinya.

Naysa terkekeh geli melihat muka temannya yang satu itu karena sukses membuat dirinya tidak terlalu tegang akan pembicaraan ini, "lanjut."

Neima melihat sekitar lalu memajukan badannya ke teman-temannya agar sulit didengar oleh orang lain. "Permainan yang mereka lakuin terkadang sukarela dan paksaan. Kalo paksaan, biasanya ditunjuk sama ketua geng untuk ikut permainan. Tapi kalo sukarela, biasanya anggota yang ngajuin diri."

"Jadi, Dare or Dare ini belom tentu paksaan?" Elina bertanya bingung sambil sibuk memasukkan beberapa buku ke dalam loker miliknya.

"Bentar dulu. Kalo paksaan biasanya berusaha menangin hadiah sama taruhannya. Tapi, kalau sukarela biasanya pemenang menangin sasaran itu dan pemenang cuma dapet sasaran itu. Gaada hadiah dan taruhan," Neima berdiri tegak kembali. "Baru itu aja yang gue ketauin."

"Jadi, permainan ini dengan sasaran yaitu gue. Belum tentu pemainnya paksaan atau sukarela?" tanya Naysa ragu-ragu yang mulai menjalankan kakinya lagi meninggalkan loker bersama sahabat-sahabatnya.

Neima menganggukkan kepala, "untuk sekarang, lo bisa mulai hati-hati sama para pemain. Karena kalau permainan ini tentang menangin hati lo untuk dapet hadiah atau taruhan, itu bakal sakit di hati lo."

Naysa mengangguk mengerti.

Disini gue harus jadi pemain. Bukan sasaran atau hadiah. Dengan itu, bakal mereka yang tersakiti.

Sesampainya mereka di parkiran, Naysa menyadari seseorang dengan punggung tegap yang sedang bersiap pergi dengan motornya.

Itu kakel cogan pas MOS!

"Van, dia yang nabrak gue pas MOS," Naysa menunjuk diam-diam agar tidak ketauan.

"Kok ganteng, Nay?" Elina ikut melihat ke arah pandang mereka.

"Lo tau namanya, Van?" timpal Neima.

"Andra Elvano Priyadarshan. Dipanggil Andra. Kelas 12 MIPA 1. Terkenal tampan, baik sama guru, lembut sama cewe, dan sering ikut lomba basket."

Dare or Dare (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang