5.
SEMARANG ADALAH PUISI/1/
hari sabtu, aku buru buru pergi. menggerutu
pada Tuhan yang duduk-duduk santai
di angkringan Lunpia Basah.“Tuhan! Kau kan Maha Adil. tapi, kenapa
hanya Jogja yang pendar magisnya berserakan
di jalan? kenapa hanya Jogja, yang mereka
percaya di sana ada yang tertinggal?Kenapa hanya Jogja, Tuhan? Apakah Kau
sedang menjadi Maha Cinta ketika
menciptakan Kota Jogja?”Tuhan tertawa.
Kurasa, Dia sedang menjadi Maha Lucu.
/2/
hari minggu, aku mengadu pada seribu
malaikat yang menghuni setiap pintu
di Lawang Sewu.“Malaikat! Kalian kan antek-antek Tuhan,
kalian pasti tahu
: kenapa di kotaku, malamnya buru-buru
berkemas, sementara di Jogja itu malamnya
menikmati pancaran lampu kota? danKenapa hanya Jogja? Kenapa Semarang tidak?”
Malaikat serentak menjawab. “Karena
Semarang adalah puisi.”/3/
hari senin, selasa, rabu, kamis, hingga
jumat, aku melihat segala majas yang
tiba-tiba saja hidup di kota ini. Jalan
Pahlawan, Jalan Pandanaran, Jalan Ahmad Yani, Jalan Ahmad Dahlan, hingga Jalan
Gajah Mada: semuanyaseakan memanggil-manggil namaku. mengajak
bincang-bincang perihal mimpi yang mati suri./4/
hari sabtu, aku menemukan Tuhan
di Tugu Muda dari tempatku berdiri
di Simpang Lima. aku sadar,kota ini memanglah puisi. karena teman
baik penyair adalah luka, maka penyair
juga membutuhkan tempat sempurna
untuk melarikan diri, kan?/5/
“Tuhan, maafkan aku yang maha anjing ini.
Kota Jogja memang magis, tapi
Semarang adalah puisi yang sempurna.Engkau memang benar-benar Yang Maha Penyayang.”
—nona
KAMU SEDANG MEMBACA
aku rindu aroma tanah di rahim Ibu.
Puisibiar saja mereka mengataiku manja. barangkali aroma tanah telah pendek umur di ingatan hidung mereka. atau semesta yang mungkin pilih kasih terhadap mereka daripada aku? -nona.