Abang Rampoklah Diriku

35 6 0
                                    

Hal yang paling tidak menyenangkan adalah mengantri, baik mengantri di Bank, di toilet, di kamar mandi, di loket dan tidak terkecuali mengantri di hatimu ya! Di hatimu.

Aina sedang melamun sembari duduk di tempat antrian Bank. "Tidak adakah bagian yang menyenangkan di sini? Misalnya dirampok, dibunuh, diperkosa bahkan Tsunami. Hah! Bosan," keluhnya dalam hati sembari menghela napasnya dan melirik lelaki renta yang juga dengan mata cacingan kedap kedip tidak jelas selalu tertuju ke arahnya.

Aki tua itu melambai padanya, Aina justru balas melambai pula. Saat aki itu mendekatinya Aina justru pura-pura pergi dan melupakan sesuatu. Alhasil perbuatan mereka jadi bahan tertawaan para pengantri.

"Boleh minta WA-nya tidak?" tanya aki renta itu dengan senyum yang hampir layu dan keriput karena giginya ternyata sudah tanggal semua.

Aina tidak menyangka aki itu berani mendekatinya pas ia sedang ingin menabung di taller. "Aki insaflah. Anda itu umurnya tinggal dua hari lagi. Bertobat dan jaga imanmu." Nasehat Aina.

"He he he... Jangan remehkan saya, biar begini-begini anak sudah sepuluh, isteri ada empat puluh. Saya masih kuat kok nambah satu lagi." Aki itu berbicara dengan nada jumawa sembari menepuk dadanya.

"Anda itu beristeri apa berternak, banyak sekali," sindir Aina.

Teller yang sedang menghitung jumlah uang simpanannya jadi salah fokus dan terkikik geli mendengar obrolan yang kurang waras dari dua generasi berbeda usia, kelamin, ras, suku, pikiran, hingga beda genre. Aina genre bringas di lapangan. Si aki bringas di kamar. Entah itu kamar mandi atau kamar mayat sekalipun pokoknya itulah.

"Jangan bergerak! Saya rampok! Angkat tangan kalian dan serahkan uang milik kalian!" Perintah perampok gemuk yang mengenaka jas hitam dan penutup wajah.

Semua panik dan segera menepi ke samping karena mereka mendapat todongan senjata oleh dua perampok kurus.

"Menyamping semua, dan jangan ada yang berisik. Bila berisik mati!" Perintah salah satu perampok itu.

Door!! Suara tembakan di arahkan ke atas.

Teller dan pihak Bank panik, ada yang ingin menekan tombol darurat. Door!! Tombol darurat ditembak oleh si gendut tadi.

"Ahh!!" Mereka semua memekik ketakutan.

"Hey kamu yang matanya agak sipit-sipit gitu. Sana ke tempat mereka berdiri!" Perintah si gendut pada Aina.

Aina yang diperintah tidak mengindahkan omongan mereka ia malah asyik cekakak-cekikik bergosip dengan si aki genit. "Saya ragu Anda bisa melindungi saya lahir batin, saya ingin pembuktian darimu Bang?" Aina melembutkan dialognya.

"Demi situ saya rela," ucap si aki sembari menelusuri tubuh Aina dengan pandangan mata nakalnya.

"Woy! Di situ mau mati! Cepat ke sana kubilang!" teriak si gendut gusar.

"Ah masa sih, tu ada rampok, saya atut ah, takut diperkosa. Takut pula diperkosa dan takut diperkosa kemudian diperkosa lagi, dan lagi... capek ah," ucap Aina berulang-ulang dengan gaya cacing kepanasan.

"Tenang ada saya Dek, masalah itu pasti beres," Si aki menepuk dadanya dengan bersikap jumawa. Ia maju dan mundur ketika kepalanya ditodong pistol.

"Kayaknya abang lagi ada urusan Dek, udah dulu ya." Ingin kabur tapi segera ditembak kakinya. Nyaris saja kalau si aki tidak segera melompat kalang kabut.

"Itu akibatnya kalau kalian melawan, untung saya masih berbaikhati melesetkan peluru saya. Kalau tidak tua bangkotan itu sudah mati." Seru si gendut.

"Bukannya kamu memang tidak bisa kena ya, matamu kan rabun sebelah," bisik temannya.

"Ekhem, jangan bongkar kotak dong, ini mah rahasia pandora," Si gendut balas berbisik. Ia mengelus alisnya yang kurang rapi.

"Bang umur siapa yang tau, usia tidak berbau, dosa pun selangit tembus juga kita tidak sadar. Apalagi dibuat sadar berapa tumpuknya itu. Jangan suka mendahului Tuhan, itu dosa!" Seru Aina secara lantang. Tapi sikapnya malah sedang merayu teller perempuan.

"Siapa kamu berani-beraninya memberi nasehat, belum tahu siapa saya," balas Si gendut dengan lantang pula.

"Hey no HP-nya berapa? Bisa ngapel gak malam minggu, manis amat sih kamu, udah ada cowok belum?" rayu Aina pada teller yang sedang bertugas itu.

"Sialan! Kita dikacangin Bos, bantai Bos!" seru mereka tidak terima dicueki Aina.

Saat mereka mengacungkan senjata Aina juga mengacungkan pistolnya. "Mau main tembak-tembakan Om, seru nih."

"Siapa kamu, kenapa memiliki senjata?" tanya si gendut.

"Situ siapa kenapa punya juga?" tanya Aina dengan nada berlagak polos.

"Paling cuma mainan Bos, udah sikat saja!" seru si kurus.

Dorr!! Aina membak lantai dekat si kurus berpijak. Si kurus melompat tinggi ke meja. Ia menggigil ketakutan.

"Beraninya jangan pakai senjata, kalau mampu kita adu tarung, siapa menang dia selamat, siapa kalah siap-siap di BUI. Calon suamiku itu polisi aku tinggal bilang begini begitu dia pasti percaya padaku." Ujar gadis itu sembari memutar Pistolnya.

Mereka bertiga saling tatap. Memberi kode masing-masing untuk segera menyerang gadis itu. Aina bisa membaca isyarat itu dengan baik dan tertawa di hatinya, karena mereka sama bodohnya dengan para mafia yang pernah dilawannya dalam kasus Barka dalam serial Sania. BILA INGIN LEBIH TAHU KALIAN SILAHKAN BACA CERITA YANG BERJUDUL SANIA.

Di luar Rama sedang terburu-buru ke Bank, ia mendapat laporan kalau calon isterinya berada di sana saat perampokan berlangsung.

"Aiptu Irwan tolong segera cepat. Saya takut isteri saya celaka," pinta Rama.

"Cieh Bapak baru calon sudah dibilang isterinya," goda Irwan pada Rama yang terlihat sedang panik.

"Jangan bercanda Pak, saya sedang cemas ini." Rama protes.

Irwan tersenyum saja sembari menjalanka perintah Rama untuk maju duluan.

Bukan Aina yang ia pikirkan, Aina pasti cukup mampu melindungi dirinya sendiri apalagi ia pernah berhadapan dengan bangsa Kanibal dan bertarung liar dengan mereka. Baca AKU DI ANTARA KANIBAL bagian terakhir. Bayi yang ada dalam kandungannyalah yang menjadi pikirannya. Bagaimana gadis itu bertarung dengan keadaan seperti itu. Rama yang polos tidak mengetahui pula bila Aina sedang berbohong dan mengerjainya. Bayi itu tidak ada dan tidak akan ada selama Aina masih gadis.

Di dalam Aina sedang bertarung dengan ketiga preman itu, ia mudah saja menjatuhkan mereka, karena ternyata mereka itu hanya besar tubuh tapi kemudian tenaganya sangat standar.

"Ah, gak seru, yang ngerampok cepat kalah." Aina mengeluh kecewa. "Hey kalau ada yang kuat bawa sini, aku mau coba!" teriak Aina.

Mereka yang babak belur karena hajaran gadis itu, merengek ingin pulang.

"Mama Betty gak nakal lagi, Betty takut!" teriak si gendut.

"Bos... aku atut na, tu cewek nakal, suka pukul-pukul gak jelas." Kata si kurus sembari menghentakkan kakinya ke lantai.

"Huh! Cengeng, belum pernah aku ketemu kawula cengeng macam kalian. Dasar spesies aneh." Ejek Aina.

"Angkat tangan! Jangan bergerak, kami polisi."

Lima orang polisi datang dan mengamankan mereka semua. Aina yang sedang berdiri bersandar di meja teller kembali merayu perempuan itu lagi. Ia tidak sadar Rama berada di belakangnya sedang mendengar pembicaraannya.

"Sayang, kamu kok selingkuh sama dia sih?" tanya Rama heran dengan sikap Aina.

Aina berbalik dan tersenyum manis pada Rama. "Pulang yuk!" ajaknya sembari menarik Rama pergi.

"Pulang ke mana aku masih ada tugas? Kamu kok gak jawab tadi pertanyaanku yang?"

"Aku cuma bercanda, gak serius kok Ram, lagian...," Aina menggantung perkataannya.

"Lagian apa?" tanya Rama penasaran.

Aina menatap Rama cukup lama hingga lelaki itu gerogi. "Masa iya aku bilang cinta sama dia sih. Kan gak pantas." Batin Aina. "Lagian kita kan bakal tunangan, ya... kan, ha ha ha..." Aina mengalihkan jawabannya.

Rama menghela napas. Ingin rasanya dirangkulnya gadis itu. Tapi di tempat umum ia juga tidak berani. Takut dikira mesuman.



TERLALU GENGSI Serial AINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang