Masak Apa?

30 3 0
                                    

HARI ini adalah hari tersibuk bagi Rama, ia harus menyebar undangan yang masih tersisa lima puluh undangan lagi. Bolak-balik dari arah kiri ke kanan untuk mengantarkan undangan dari pintu ke pintu rumah kenalannya, padahal Aina sudah menyarankan untuk menyewa jasa orang lain saja.

"Kalau mau hemat, undang teman sekantormu dan tetangga saja, buat apa undang orang satu kota. Inikan cuma pertunangan," kata Aina pada malam sebelum Rama menyebar undangan.

"Aku ingin semua orang itu tau kalau kamu itu milikku, terutama si abang gorengan itu," tandas Rama.

Itulah sebabnya tepat pukul 09:00 pagi, ia berkeliaran mengantar surat undangan. Di rumah Aina mengomel panjang pendek, sebab ayam yang dipesannya ternyata tidak sesuai jumlahnya.

"Ini apa, kupesan ayam sepuluh biji, eh yang ada cuma sebiji?!" Aina membongkar habis isi belanjaannya, siapa tahu saja si ayam sedang memainkan petak umpet dengannya.

"Ada apa sih, Ai?" tanya Mama saat memandangi gelagat aneh puterinya.

"Mam, apakah hukumnya bila ayam yang dikorupsi, terus diganti dengan danging si pengorupsi itu?" tanya Aina dengan suara bergetar, menahan kesal.

"Maksud kamu apa sih?" tanya Mama heran.

"Jawab saja," pinta Aina dengan tidak memalingkan wajahnya pada ayam yang sisa satu itu.

"Tanya Sania-lah, mama juga bingung," kata Mama seraya berlalu.

"Halo Guru, aku mau bunuh orang, kira-kira dipenjara berapa tahun?" tanya Aina di balik Handphone-nya.

Sania yang sedang memeriksa berkas pembunuhan di kastil tua bersama asistennya Hasen Lee atau bisa dipanggil Sean itu, menjawab seadanya. "Bunuh saja dulu, kalau kau sudah disidang, baru tahu rasanya," ucapnya santai.

"Hem, baiklah." Aina menutup pembicaraannya.

"Siapa San?" tanya Aiptu Anwar.

"Biasa, si Aina naik pitam lagi," jawab Sania santai sembari mengantongi dua jemarinya di saku celananya.

Anwar yang sedang bertugas bersama Sania dalam mengungkap kasus hilangnya korban di kastil tua itu hanya gelang-geleng kepala saja seraya tersenyum maklum dengan sifat urakan Aina.

"""""""

Rama kembali ke rumah Aina, gadis itu sudah menyiapkan seribu makian yang akan mendera kuping Rama. Semua hanya diam menatap pemuda itu dengan tatapan kasihan. Rama merasakan suasana lain di dalam rumah itu. Ia tanpa sadar meneguk ludahnya.

"Perasaanku... gak enak ya," gumamnya sembari berjalan lurus ke dapur.

Dilihat gadis itu sedang mengasah golok kesayangannya, tidak hanya satu tetapi lima senjata tajam berjejer di depannya, antara lain: golok, samurai, mandau, parang, kapak pamungkas Joko Sableng.

"Wah rajin sekali calon isteriku ini, kau mengasah mereka semua dengan bersih sehingga mengkilap," kata Rama tagjub sembari mendekati gadis itu.

"Ini terbilang kurang, seharusnya aku juga menyediakan garda saktiku milik pendekar sakti 71 Gento Guyon," ucap Aina dengan nada membinggungkan Rama. Nada suaranya seperti menahan marah.

"Mau motong ayam kok pakai senjata yang aneh-aneh sih," kata Rama.

"Apakah aku harus menyiapkan tongkat sakti milik raja pengemis dari utara untuk menghajarmu, hah?!" bentak gadis itu.

"Loh, maksudmu apa sih Yang?" Rama mundur tiga tindak saat Aina mengacungkan golok ke dadanya.

"Maksudmu apa, ayam cuma satu tapi kau undang orang satu kota, kau mau cari mati?!" bentak gadis itu.

"Bikin saja sup, ayamnya disuwir kecil-kecil, cukup to," jawab pemuda itu enteng.

"Pelit banget sih jadi manusia!" kecam Aina.

"Habis mau bagaimana lagi, uangku cuma cukup segitu," jujurnya.

"Kamu punya penyakit menular atau penyakit warisan?" tanya Aina dengan wajah datar.

"Setahu aku sehat lahiriah," jawabnya.

"Kalau gitu... daging kamu sudah cukup syarat untuk dikurbankan," ancam Aina seraya maju dua langkah.

Merasakan dinginnya ujung golok itu, serasa tidak sadar Rama mundur. Bagaimanapun ia ngeri juga apabila dadanya sampai tertusuk. Di bidang seni beladiri, tentu gadis itu lebih unggul darinya, itu sebabnya dia tidak berani melawan.

"Ja-jangan begitu, nanti aku pesan lagi ya...," bujuk Rama.

Aina menurunkan goloknya. "Kuberi waktu dua jam, bila tidak ada maka nyawamu melayang. Sesudah itu tidak ada pilihan lain, selain memilih senjata mana yang paling nikmat untuk memotong kamu." Aina segera berlalu dengan meninggalkan Rama yang mengusap seluruh wajahnya.

Rama segera beranjak dari situ dengan membawa keranjang bawaannya. Saat ia ingin menyalakan motornya ternyata mesinnya mogok. Rama mengomel dan melirik jam tangannya, "Sialan! Bisa kehabisan waktu aku," makinya. Ia terpaksa mendorong motornya ke bengkel, mana bengkelnya jauh pula.


Maaf dikit aja, hp jadi low batrainya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TERLALU GENGSI Serial AINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang