Part 2

3.1K 195 3
                                    

"Lea ...," panggil Sarah, Ibu Lea. Dengan sigap gadis cantik itu berdiri dan menghampiri ibunya di ranjang.

"Iya bu," jawab Lea sambil merapikan anak rambut ibunya yang sedikit berantakan.

"Kamu tahu ibu mau bertanya apa tanpa harus diberitahu, kan?" tanya Sarah langsung.

Lea tersenyum. "Iya bu ... sudah beres, Lea dapat pinjaman dari Mas Iqbal, pembayaran dipotong dari gaji," jawabnya lembut.

"Syukurlah kalau begitu, maafkan--"

"Jangan mulai lagi, dengan drama saling meminta maaf Bu, Lea nggak suka," potong Lea cepat.

"Baiklah, kemari peluk ibu," kata Sarah sambil merentangkan tangannya. Lea segera menghambur ke pelukan wanita paruh baya itu, nyaman sekali rasanya.

"Maafkan Lea, sudah berbohong," ucapnya dalam hati. Ia memperat pelukan itu.

--------

Lea membuka ponsel, mencari nama Kriss dan mengirim pesan untuknya.

'Kriss, kita langsung bertemu di lokasi saja, aku sedang tidak di rumah.'

Selang beberapa detik, ada balasan darinya.

'Oke.'

Lea segera mengirim 'ShareLoc', lalu berpamitan dengan Ibu dan Lily, Adiknya. Gadis berlesung pipit itu segera meluncur menggunakan motor menuju Warung Mang Bejo, langganannya.

Jam delapan kurang lima belas menit Lea sudah duduk manis di Warung itu, ia terlebih dulu memesan es greentea dan menikmatinya sambil menunggu Kriss datang.

Beberapa menit kemudian, tercium parfum khas yang menusuk hidung Lea. Terlihat pria tampan, duduk di hadapannya. Ia tersenyum, manis sekali. Ingin rasanya Lea memeluk pria berlesung pipit itu. "Pasti nyaman bersandar di dada bidang itu, menghidu parfumnya kuat-kuat dan merasakan hangat pelukannya," khayal Lea. Selama lima tahun berpacaran, jangankan memeluk, memegang tangannya pun sangat jarang apalagi ciuman. "Jangan mimpi!" umpat Lea sambil menepuk jidatnya keras.

"Ada apa?" Kriss kaget melihat Lea yang tiba-tiba menepuk jidatnya sendiri.

"Oh, itu ... nyamuk!" Lea menjawab asal, menggaruk kepala yang tak gatal. Segera ia memanggil seorang pelayan dan memesan tanpa harus bertanya Kriss mau pesan apa, karena Lea sudah hafal makanan, minuman dan segala Kriss yang suka ataupun tidak suka. Semuanya.

Hening. Kriss terlihat sedang sibuk membalas pesan dari ponselnya. Setelah cukup longgar Lea memberanikan memulai percakapan.

"Hmm ...." Lea sedikit bergumam sambil memandang wajah Kriss yang semakin hari semakin tampan saja. "Boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Lea ragu. Kriss mengangguk sambil menyesap kopinya.

"Apa kamu yang membayar semua tagihan rumah sakit ibuku?" tanya Lea.

"Bukan." Kriss meletakkan cangkirnya.

"Jangan berbohong, Kriss. Ada tanda tanganmu di kwitansinya."

"Pak Dion yang membayar, bukan aku." Jawaban Kriss membuat Lea memutar bola matanya malas.

"Pak Dion kan assistenmu!" gerutu Lea kesal. Kriss tersenyum melihat wajah kekasihnya itu. "Apa, aku boleh menganggap ini sebagai hutang?" tanya Lea.

Alis Kriss bertautan. "Kenapa begitu?"

"Kamu tahu kan, aku selama ini bekerja hanya untuk ibu, kalau sudah bebas tanggungan seperti ini, aku takut tidak semangat bekerja lagi," jawab Lea.

Kriss melipat kedua tangan di depan dada. "Mau aku tawari sesuatu?" tanya Kriss. Dan, Lea tau saat Kriss ia melipat tangan seperti ini, artinya sedang serius.

"Apa?" tanya Lea.

"Buatlah Proposal kerja di bidang kuliner, kemarin aku sempat dimintai tolong sepupuku yang akan membuka usaha kuliner, kalau proposalmu bisa di terima olehnya, kamu akan dapat uang banyak dan bisa dengan mudah melunasi semua hutang-hutangmu di luar sana," papar Kriss.

Lea memang punya banyak hutang di luar sana, tapi ia tidak pernah memberitahu Kriss perihal ini. "Apa wajahku terlihat seperti banyak hutang?" pikir Lea dalam hati.

"Proposal kerjakan seperti itu, harus di bawah nama perusahaan Kris," balas Lea.

"Pakai nama perusahaanku," kata Kriss yakin. Ia mencoba membantu kekasihnya itu tanpa harus merendahkan, Kriss tahu ia sedang dililit hutang. Dan, ia juga tahu Lea bukan orang yang suka diberi bantuan secara cuma-cuma.

Lea berfikir sejenak, kuliner adalah bidang kesukaannya. Ia kuliah di bidang kuliner dan bekerja di kuliner juga. "Ini mungkin kesempatan emas." pikir Lea sambil mengaduk-aduk es greenteanya yang tinggal separuh.

"Akan aku pikirkan dulu Kriss, boleh?" tanya Lea. Kriss mengangguk tanda setuju.

Nasi goreng pesanan mereka sudah datang, Lea dan Kriss menyantapnya dalam diam. Sesekali Lea bercerita tentang sesuatu dan hanya di tanggapi anggukan, gelengan atau senyum tipis oleh Kriss, sudah biasa!

Pukul sepuluh malam, Lea berpamitan pulang.
"Aku kan bawa motor," kata Lea saat Kriss bilang akan mengantarnya.

"Baiklah. Sampaikan maaf ke ibumu, aku belum sempat menjenguknya, mungkin besok atau lusa aku akan sempatkan ke rumah sakit." Mereka berjalan bersisian ke parkiran.  Lea melambatkan langkah, memejamkan mata menikmati parfum Kriss yang kini berjalan di depannya.

Bruk!

Tubuh Lea terpental saat menabrak Kriss yang tiba-tiba saja berhenti atau lebih tepatnya Lea yang tidak tahu Kriss berhenti karena ia memejamkan mata tadi. "Sial," runtuk Lea dalam hati. Wajahnya memerah sekarang.

"Apa kamu melamun, huh?" tanya Kriss sambil memegang tangan Lea yang hampir terjatuh.

"Ma-maaf," jawab Lea pelan.

"Hati-hati, Nona. Bagaimana jika yang kamu tabrak bukan aku?" tanya Kriss sambil tersenyum, lalu melepas genggaman tangannya. "Segera pulang dan beristirahatlah." Ia berbalik dan melangkah lagi menuju mobilnya.

"Tunggu Kriss!" teriak Lea lantang. Kriss berhenti, membalikan badan dan menatap Lea bingung.

"Bo-lehkah aku ... me-melukmu?" tanya Lea terbata.

"Aduh Lea apa yang kamu katakan? Ini sangat memalukan!" ucapnya dalam hati. Ia menunduk dan merutuki dirinya sendiri. Entah kenapa, kalimat itu meluncur sendiri dari mulutnya, mungkin karena Lea sudah tidak tahan karena sedari tadi hanya mencium parfum Kriss saja tanpa mampu merekuh.

"Maaf. Lupakan saja, a-aku pulang dulu. Selamat malam." Lea melangkah, namun tiba-tiba ada yang menarik tangannya.

"Apa seperti ini?" tanya Kriss saat Lea sudah berada dalam pelukannya. "Lain kali, tidak perlu izin, langsung saja," bisik Kriss tepat di telinga Lea.

Lea mengangguk pelan. Wajahnya memanas, ada yang berdetak lebih kencang dari biasanya di dalam tubuh gadis itu, tepat di jantungnya.

---

Ini adalah cerbung REPOST milik teman saya. Dibenahi dan ditambahi bumbu-bumbu sedikit agar makin 'greget'. Repost ini atas permintaan Senja Sore karena sesuatu hal. Terima kasih.

PROPOSAL CINTA (Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang