Prasangka buruk bisa jadi sebuah kecurigaan yang tidak nyata.
~Sashikirana~
***
HUJAN deras disertai gemuruh petir dan kilatannya, menghiasi angkasa yang sedang muram. Kombinasi berbagai suara itu masih saling bersahutan di luar sana. Kondisi seperti ini masih belum tuntas sejak maghrib tadi.
Aku kembali merapatkan selimut ditubuhku yang sedikit menggigil kedinginan. Mataku sangat sulit terpejam. Padahal, malam sudah menjelang lebih pekat.
Di malam kelabu ini, sekali lagi aku merasa terhimpit oleh dinding beku rumah megah ini. Rumah yang seharusnya diisi dengan kehangatan yang berlimpah. Tapi, pada kenyataannya sangat berbanding terbalik. Seisi rumah ini begitu beku. Tak ada cahaya hangat yang mampu menembus kebekuannya, betapapun deretan lampu kristal yang begitu terang, banyak tergantung pada tiap-tiap pusat ruangan.
Bagaimana tidak sepi? Sudah empat hari ini mama tidak ada dirumah, sepertinya perjalanan bisnisnya diperpanjang.
Sedangkan papa, jangan harap beliau juga ada di rumah. Tadi sore, papa hanya pulang sebentar, lalu menitip pesan pada bibi bahwa malam ini ia juga tidak akan pulang.
Seperti biasa, mereka terlalu fokus dengan urusan kerja tanpa menghiraukan keluarga yang perlahan semakin terbengkalai.
Sudahlah... memikirkan masalah ini tak akan ada habisnya.
Akhirnya, aku memutuskan untuk pergi ke salah satu ruangan khusus home theater yang terletak di lantai utama. Siapa tahu, dengan menonton film, mataku akan letih dengan sendirinya.
Baru saja film berputar, tiba-tiba suara bell yang samar-samar terkalahkan oleh suara hujan terdengar beriringan. Setelahnya, kembali senyap. Aku membiarkan hal itu karena mengira salah dengar lalu mulai tenggelam dalam film bertema sejarah yang menjadi pilihanku saat ini.
Beberapa saat kemudian bell itu kembali terdengar dengan intensitas yang semakin keras. Lama-kelamaan aku merasa jengah. Lalu memutuskan untuk menghampiri pintu utama.
Perasaanku mulai tidak enak. Haruskah aku buka, atau lebih baik abaikan saja?
"Malam-malam begini, siapa yang bertamu ya Non Sas?" aku sedikit terkejut ketika mendengar bisikan yang ternyata berasal dari mulut bibi. Bibi juga ternyata sama penasarannya denganku, ia keluar mengendap-ngendap dari pintu kamarnya menghampiriku.
"Sas juga nggak tahu. Apa mungkin papa?" ucapku sedikit menjaga suara.
"Tapi non... Pak Ram 'kan punya kunci cadangan?"
Perkataan bibi membuatku berpikir kembali. Lagian, papa juga sudah bilang, kalau tidak akan pulang malam ini. Sedangkan para pekerja di rumahku, kata bibi mereka semua sudah beristirahat di kamarnya masing-masing. Hanya seorang yang masih diluar, yaitu Pak Emran. Beliau katanya sedang membeli sesuatu di minimarket dan ia juga punya akses keluar masuk rumah ini tanpa perlu menekan bell seperti tadi.
Tiba-tiba, bibi memberi inisiatif padaku untuk mengintipnya dari jendela, aku pun mengikuti saran itu.
Sedikit aku menyibak gorden, lalu mendekatkan wajah pada jendela. Tampak siluet seseorang di teras depan dengan pakaian serba hitam dan topi yang bertengger di kepalanya. Sepertinya dia... seorang pria? Namun, dari posturnya saja aku bisa memastikan jika itu bukan papa ataupun Pak Emran.
"Siapa Non?" tanya bibi kembali. Aku menarik wajah setelah menutup tirai, lalu menggeleng.
Aku tidak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas dikarenakan kacanya yang buram tertutupi embun, mungkin akibat cipratan air hujan serta dinginnya suhu udara saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sashikirana
Jugendliteratur"Perihal luka yang tak menemu cara sembuhnya..." -Sashikirana Azure Maheswara- ☆☆☆ Sas sadar, hubungannya dengan orang tuanya jauh dari kata baik-baik saja. Satu insiden besar yang dahulu terjadi, begitu mempengaruhi kehidupannya yang sekarang. Dia...