[3.1] Bertemu Lagi

97 6 1
                                        

Setiap pertemuan tidak ada yang kebetulan, semuanya sudah dirancang dengan baik oleh pemilik skenario sekaligus Sang Pencipta alur kehidupan.

~Sashikirana~

***

KEMBALI ke rutinitas pagiku, yaitu menginjakkan kaki di area sekolah yang baru kupindahi semenjak tiga bulan yang lalu. Sepagi ini, keadaan sekolah sudah cukup ramai oleh penghuninya. Mulai dari security penjaga gerbang yang cukup ramah menyapaku. Hingga siswa-siswi berpenampilan rapi dan berkelas dengan seragam kebanggaan sekolah--dalaman putih yang dibalut rompi berpotongan modis berwarna navy serta dipadukan dengan roknya yang bermotif kotak-kotak. Termasuk juga, guru-guru tersohornya yang mulai tampak sibuk di koridor kantor.

Kepribadian setiap individu yang bermacam-macam, disertai kesibukan paginya masing-masing, mengisi hampir setiap seluk beluk sekolah yang memiliki area luas dan fasilitas yang sangat lengkap. Ditambah dengan gaya arsitektur modernnya, sehingga menciptakan nuansa megah tiada tara. Secara garis besar, memang tidak jauh beda dengan sekolahku yang dulu. Hanya saja, disini aku merasa jauh lebih nyaman. Karena tempat ini tidak selalu mengingatkanku pada sesuatu yang buruk, sebagaimana di sekolah lama. Yang mana merupakan tempat kejadian yang sempat menimbulkan trauma bagiku. Mimpi buruk itu tiba-tiba menimpa serta membuat duniaku runtuh tak tersisa.

Setelah sempat mengalami drama keluarga yang terbalut atmosfer menegangkan, aku berangkat sekolah menggunakan taksi, tidak diantar oleh Mang Maryo sebagaimana biasanya.

Sejak tiga hari yang lalu, sopirku yang sok bijak itu sedang menikmati cuti pulang kampungnya. Meskipun papa mempekerjakan tiga orang sopir di rumah, mereka sudah memiliki tugasnya masing masing. Kebetulan, yang diembankan tugas menjadi sopir pribadiku yaitu Mang Maryo. Jadi, untuk sementara aku harus pulang pergi sekolah menggunakan taksi online.

Aku baru saja menjejakkan kaki di ujung tangga yang langsung disuguhi oleh koridor kelas duabelas IPA, sontak saja pikiranku langsung tertuju pada kejadian kemarin. Kira-kira, harus bagaimana reaksiku nanti jika berpapasan dengan pria itu?

Aku harap pria itu tidak memiliki ingatan yang kuat untuk mengenal seseorang dari sekali pandang saja.

"Sas!" sebuah suara familier, tiba-tiba memanggilku.

Aku langsung mencari asal suara.

Perempuan berparas semi-oriental dengan rambut sebahunya yang berponi ala korean style, tengah berdiri di dekat mading sekolah masih dengan tas dipunggungnya, aku rasa ia juga baru tiba.

Dialah, Teanna Alsava. Satu-satunya orang terdekatku di sekolah ini.

Tea melambaikan tangannya padaku, sekaligus memintaku untuk menghampirinya.

"Ayo ke kelas," ajakku begitu tiba.

"Pagi juga, Sas," sindirnya, lalu berdecak pelan,"basa-basi dulu kek."

Aku hanya menanggapinya dengan dengusan.

"Aku pikir, kamu nggak bakalan sekolah hari ini?"

"Nggak ada alasan buat nggak sekolah. Kemarin aku bilang juga 'kan, kalau sakitku nggak parah-parah banget."

"Iyakah, masa?" Tea menatap curiga padaku, lalu mengibaskan tangan, "Okedeh, anggap aja begitu."

"Jadi, nama lo Sas?" Tiba-tiba sebuah suara mengintrupsi obrolanku dengan Tea. Aku merasa pernah mendengar suara itu, tapi dimana ya? Aku langsung saja menoleh pada si pemilik suara.

Netraku langsung menangkap sesosok pria yang memakai seragam sekolah yang serupa. Hanya saja dengan versi yang sedikit berantakan. Tas hitam yang tersampir di sebelah bahunya bukan bertengger di punggung seperti seharusnya, rambut yang sedikit gondrong namun masih enak dipandang itu membuatku menggali ingatan tentang seseorang--well sepertinya aku mengingatnya.

SashikiranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang