Banyak cara manusia, untuk menunjukkan rasa cinta serta kasih sayangnya. Dan apa mungkin, jika sikapmu itu layak disebut salah satunya? Sementara dirimu, seolah tak acuh. Terhadapku.
~Sashikirana~
***
AKU mematung beberapa radius dari tatapan seseorang yang begitu mengintimidasi. Aura ruangan pun berubah menjadi panas. Sementara di luar rumah, udara dingin bekas turunnya hujan masih menyelimuti.
"Sekarang sudah pukul sembilan malam. Apa selalu begini kelakuanmu, saat saya tidak dirumah? Anak sekolah tidak sewajarnya pulang selarut ini. Apalagi menurut laporan dari sekolah, kamu tidak pernah mengikuti organisasi manapun yang bisa memperlambat waktu pulangmu," nada sinis yang sudah familiar, kembali menerobos telingaku.
Mama duduk di sofa, menatapku dengan percikan amarah yang tersembunyi di balik bola matanya. Pakaiannya masih tampak rapi, padahal dirinya pasti telah menempuh perjalanan bisnis dari luar kota yang cukup memakan waktu.
Aku tak bergeming, rasanya kakiku menancap kuat pada lantai.
"Saya dan papamu, tidak pernah menyekolahkanmu disana buat keluyuran tidak jelas. Sementara kamu, malah bertindak seenaknya. Merasa bebas karena tidak ada yang memantau? Sejak dulu, jiwa pemberontakmu masih saja dipelihara," mulut tipis mama tersenyum miring.
Aku mengepalkan tangan kuat-kuat, menahan berbagai gejolak amarah dan kekecewaan yang mulai menguasai hatiku. Rasanya begitu meledak-ledak dan berusaha keras kutahan agar tidak tumpah. Sekali lagi, aku harus mengalah. Memang itu yang harus kamu lakukan Sashikirana! Sebab sikap mama yang seperti itu, akibat kesalahanmu juga. Sebuah kesalahan besar yang sangat fatal. Sudah pasti sulit untuk mengampuninya.
"Pembangkang seperti kamu, memang jauh lebih pantas--"
"Cukup ma! Sas nggak mau bertengkar saat ini. Sas capek, mau istirahat," seruku memotong ucapan mama yang tentunya akan lebih menyakitkan.
Mama menggeram kecil. "Mau sampai kapan kamu bersikap tidak sopan?" tekannya dengan nada tegas.
"Dan kapan mama mau berhenti, supaya tidak terus-menerus menyalahkanku?" balasku lirih.
Mama langsung bungkam.
Aku mengambil kesempatan itu dengan segera melengos pergi. Menguatkan langkah saat berlari melewati tangga. Dan, setelah menutup pintu kamar, tubuhku langsung luruh menyentuh lantai. Aku menyandarkan kepala pada pintu, menekan dada kuat-kuat yang dengan sialnya masih terasa sesak.
Perih rasanya mendengar perkataan sinis mama, meskipun sudah seringkali hal itu terjadi.
Sejak dulu, perang dingin yang sudah memuakkan ini masih saja belum berakhir. Entah ego mama yang berkuasa, atau memang dia tidak pernah menyayangiku.
***
RUANG makan dirumahku, terlihat sama pagi ini. Meja dan kursi dari kayu jati yang mengkilap, taplak meja dari kain sutera, alat makan porselen, beserta menu sarapan yang sangat lengkap. Begitu pun suasananya, masih serupa dengan pagi-pagi sebelumnya--setengah tak bernyawa. Kecuali, jenis hidangannya saja yang berubah, mengingat koki dirumahku suka bereksperimen dengan masakkannya.
Denting sendok yang beradu, menjadi satu-satunya suara yang mengisi kehampaan di tengah kegiatan makan pagiku bersama papa dan mama.
Sejak dulu, tak pernah ada kehangatan dalam keluarga ini. Lebih tepatnya itu yang kurasakan. Apalagi sejak seseorang yang sangat berharga dalam keluarga ini pergi, untuk selamanya. Dia seolah tidak mau membiarkanku hidup damai tanpa bayang-bayangnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/189371664-288-k587280.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sashikirana
Fiksi Remaja#1 in prosa(24/11/24) "Perihal luka yang tak menemu cara sembuhnya..." -Sashikirana Azure Maheswara- ☆☆☆ Sas sadar, hubungannya dengan orang tuanya jauh dari kata baik-baik saja. Satu insiden besar yang dahulu terjadi, begitu mempengaruhi kehidupann...