6. Here Is The Truth

368 72 18
                                    

Part 6 - Here Is The Truth

Hidup di antara Ibu dan Tantenya yang amat sangat menggilai harta, menempatkan kedudukan harta berada di atas segala-galanya, serta memandang harta adalah wujud nyata dari kebahagiaan, memang terdengar mengiris hati. Belum lagi ia sampai harus tunduk menjalankan pernikahan yang bahkan tak pernah sudi untuk dilakukan.

See Darren? Aku menikahi hartamu lebih tepatnya.

Jangan salahkan kalau sekarang Gwen turut berperan serta untuk terlibat menjadi salah satu bagian dari sekutu penyembah seluruh aset harta—kekayaan Darren. Memangnya apalagi yang dapat dilakukan secara cuma-cuma selain mencintai harta pria itu? Tentu saja, jawabannya tidak ada dan tidak akan pernah ada.

Gwen hanya akan mencintai harta Darren dan begitu seterusnya.

Sebut saja dirinya materialistis. Memandang segalanya dari sudut pandang materi. Materi seakan dijadikan sebagai tolak ukur suatu kesempurnaan hidup. Semakin tinggi materi yang diperoleh, maka semakin tinggi juga nilai kepuasan yang didapat. Toh, pada kenyataannya memang seperti itu, kan?

Memangnya jaman sekarang tanpa harta dan kedudukan, orang-orang sekitar akan lebih menghargai kita? Hell no. Lebih tepatnya kita akan dikucilkan, dipencilkan, atau jahatnya lagi—bahkan sampai terasingkan. Percayalah, tidak akan ada yang benar-benar ingin berteman denganmu di masa sulit. Kalaupun ada, pada akhirnya juga mereka akan meninggalkanmu. Kejam bukan? Ya, begitulah realita pahitnya.

Ingat baik-baik! Di dunia ini tidak ada orang yang betul-betul peduli padamu. Karena pada hakikatnya mereka hanya ingin berteman baik dengan hartamu—bukan jiwamu.

Ironis memang.

Oh ya, terus terang saja Gwen memang pengabdi harta Darren. Tak alasan untuk berkata 'tidak'. Ia tidak munafik. Tetapi Gwen juga tidak terima dan sangat-sangat memprotes kalau dirinya sampai dipadankan dengan jenis wanita luaran sana yang mengikat diri pada harta dengan embel-embel 'pernikahan'. Cih... Gwen benar-benar tidak sudi.

Dirinya tak semenjijikkan itu.

Gwen hanya terpaksa tunduk mengikuti alur permainan bodoh ini. Barangkali ia seperti robot hidup yang dengan mudahnya dikendalikan oleh sepasang remot kontrol. Lebih-lebih ia juga merasa seperti keledai kelewat dungu.

So here is the truth. Yang benar saja? Kehidupan normalnya kini dipermainkan! Dan naasnya lagi ia sama sekali tidak berkuasa atas dirinya sendiri. Lemah dan tak berdaya. Kira-kira seperti itulah sedikit gambaran dari hidupnya yang menyedihkan.

Bukan sekedar menyedihkan—tetapi juga menyengsarakan.

Kadar kesengsaraan Gwen tidak sampai disitu saja, terlebih semakin runyam, melebar dan makin menyusahkan. Ditambah lagi sikap pria parasit itu yang tadinya acuh tak acuh, mulai menunjukkan batang tanduknya. Sekarang ini dia mulai berulah mencari perkara dengan sang ratu Iblis : Kekasih Lucifer

Dengan langkah tergesa-gesa sedikit berkeringat—dan kelelahan karena sehabis merapihkan belanjaanya tadi, tidak mengurangkan sedikitpun tingkat kemurkaannya pada Darren hari ini! Belum lagi hina-hinaan dan cacian akan masakan yang terlontar dari mulut bengis parasit itu, memaksanya untuk naik pitam.

Semilir udara sejuk sesaat langsung menyambut kedatangan Gwen ketika langkahnya mulai memasuki lantai pertama dari kantor megah ini. 'Sejuk dan megah' mungkin kesan pertama yang didapat dari kantor berlantai sekitar tiga puluhan ini. Rasa-rasanya ia seperti sedang mendatangi ke istana kepresidenan.

"Good Afternoon My Lady..."

"Have a nice day!"

"Selamat siang!"

GWEN-LIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang