13. JALOUX

2.2K 230 13
                                    

.

.

Hari ini hujan, lagi.

Jungkook menghela napas panjang, mendongak sekilas sembari menjulurkan kepalanya melewati batas teras, kucuran air menetes di ujung hidungnya dan Jungkook mengumpat keras.

"Bodoh~"

Dia menoleh dengan tersinggung. Tak pernah ada yang begitu berani mengatainya seperti itu, bahkan kapten Yoongi yang tidak pernah segan menghukum anak basket jika terlambat pemanasan. Dan suara serak tak tertolong itu juga hanya dimiliki satu orang dari seantero sekolah. Jungkook melengos hambar. Pemuda berambut kecoklatan yang barusan berdiri di sampingnya dengan senyum miring, rahang terpahat yang familiar, cengir persegi, mata meruncing congkak dan dasi yang terburai. Tangan dimasukkan dalam kantong celana selagi kepalanya bergerak condong ke sebelah.

"Guk-ah, belum pulang?"

"Laporan mingguan," jawab Jungkook acuh, merogoh-rogoh ransel dan kembali mendesis saat menyadari bahwa dirinya tak membawa payung, jadwal lesnya jam empat sore dan sekarang sudah setengah empat lebih. Taehyung memutar mata dengan bahu berkedik naik, mengulum bibirnya sendiri sambil mengangguk-angguk mencoba menebak. Jungkook menengadah lagi, hujan masih deras dan belum ada tanda-tanda akan berhenti. Apa boleh buat, harus memberitahu kakak lelakinya supaya tidak mengunci pintu usai berangkat kerja sambilan.

"Buru-buru sekali?" Taehyung bertanya iseng karena jari di ponsel itu bergerak sangat cepat.

Jungkook mendengus sebal, "Seperti tak pernah lihat saja."

"Ah, kamu sadar ya?" kekeh pemuda jangkung itu sambil beringsut lebih dekat, Jungkook menepi ke sisi tiang. Tak ada orang dan koridor sekolah begitu sepi, luas, masih menyisakan begitu banyak tempat untuk berdiri selain menempel rapat sampai nyaris menyenggolnya. Jungkook mendelik tak suka, tangannya dilipat dengan gumam sebal, "Sesak, hyung. Tak bisa geser?"

"Aku sudah geser."

"Bukan ke arahku."

"Hangat, sih."

Jungkook berdecak, memalingkan muka dan Taehyung meringis kecil.

"Apa mukamu selalu cemberut seperti itu? Dasar tidak manis."

"Lalu kenapa?"

"Eh, itu namanya menyia-nyiakan," Taehyung menjulurkan telunjuk, "Lihat Jimin, gigi-giginya lucu dan sering sekali terpingkal. Soobin berbadan tinggi tapi dia pemalu, wakil kapten punya suara bagus dan dia suka bernyanyi. Namjoon-hyung juga tampan dan selalu tersenyum, jadi kupikir, sebagai adiknya, kamu pasti bisa meniru."

"Aku tidak suka tersenyum," Jungkook memandangi aliran air yang menyusuri lereng mini menuju taman samping koridor, "Kalau tidak benar-benar ingin dan bukan sesuatu yang spontan, itu namanya basa-basi. Dan aku tidak suka menjilat."

"Aku suka dijilat~"

Jungkook menjauhkan lengannya yang ditempeli dengan segera, "Mesum."

Tapi pemuda itu hanya terkekeh dengan suaranya yang nyaring, selalu dan seperti biasa. Tak peduli Jungkook suka atau tidak dengan kelakarnya yang tak pernah lucu. Dia sudah sering membuang sia sia napasnya tiap kali Taehyung bermain-main dengan pertandingan. Dia tahu kakak kelasnya itu dapat bergerak lebih tangkas dari rata-rata kemampuan anggota yang lain, juga dapat lebih cepat mencetak skor jika tak terlalu banyak gaya. Jungkook sering berpikir bahwa saudara sepupu seharusnya mirip meskipun sedikit, tapi tidak dengan yang satu ini. Jimin jauh lebih bisa diatur dan ditegur, walau kadang kakinya tidak mau diajak bekerjasama akibat ukuran yang terbilang mini. Sedangkan Taehyung? Sudahlah, Jungkook kenyang melihatnya tebar pesona di lapangan dan panen pujian dari kiri dan kanan.

Tidak, sebetulnya Jungkook tidak paham, apa yang istimewa dari pemuda itu hingga setiap adik kelas pasti tertarik dan mengikutinya dengan patuh? Kehadirannya saja sudah menyulut emosi. Belum lagi jika sudah bersikap sok keren di depan guru, dengan memasang muka serius bercampur tatapan lurus, kacamata melekat seolah jenius dan nilai pelajarannya selalu bagus. Jungkook tak mengerti, benar-benar tak mengerti.

"Kamu berusaha mengamatiku, ya?" sela Taehyung setengah menyindir, Jungkook melipat tangan sambil tersenyum datar, kakinya diposisikan menyamping tanpa ekspresi.

"Kenapa aku harus?"

"Kamu pura-pura menulis lebih lama setiap aku berlatih, memandang ke arah meja dan berlagak tidak mendengar meski kupanggil keras-keras. Berbeda sekali saat disapa oleh Jimin atau wakil kapten. Aku tahu kalau sikapku agak menyebalkan, tapi harusnya kamu tak mempermasalahkan hal itu selama tidak kuganggu, kecuali ada maksud lain."

"Sudah kubilang, kenapa aku harus?" Jungkook mendelik ke sebelah selagi sorotnya berubah kesal, "Hyung tetaplah hyung yang bebas. Aku tak punya hak untuk mengatur segala hal yang tidak masuk dalam jangkauanku. Aku hanya pemain merangkap asisten manajer, jadi tugasku adalah mencatat apa yang perlu kulaporkan pada kapten. Kalau memang aku menulis sepanjang waktu dan tak menjawab begitu ditanya, itu karena aku sedang berusaha untuk fokus, menganalisis strategi bukan pekerjaan mudah dan aku masih harus banyak belajar, itu saja," pungkasnya seraya mengalihkan pandangan dari Taehyung.

"Begitu?" yang bersangkutan membungkuk lebih rendah dan ikut menyusuri aliran air, Jungkook melengos lagi.

"Menurutmu?"

"Menurutku...." gumam Taehyung sembari menuding, "Kamu cemburu, Guk-ah."

"Ha?"

"Kamu cemburu karena para adik kelas kerap mengelilingiku, sekaligus menghalangi pandanganmu untuk mengamatiku lebih jauh. Kamu cemburu pada seru-seruan yang ditujukan padaku tiap tim kita tiba di lapangan. Kamu cemburu karena Jimin selalu merangkulku setiap kami bertanding, dan kamu juga cemburu karena Soobin mengenalku lebih dekat bahkan sebelum kamu bisa mencari tahu."

"Jangan melantur."

"Mengaku saja."

"Aku tidak."

"Iya."

"Tidak."

"Iya."

"Tidak!"

"Iya!"

"HYUNG!!"

"Apa?" Taehyung melebarkan senyumnya menjadi seringai. Kepalanya kian condong ke arah Jungkook yang kini mendesis sebal dengan dahi berkerut. Napasnya berembus tajam dan Taehyung tahu lebih baik daripada sekedar menggodanya.

"Aku sedang tidak ingin bercanda," Jungkook bergumam seraya memiringkan kepala dan Taehyung terkekeh, menumpukan satu tangannya di tiang koridor sebelum membalas bibir yang datang dengan marah. Pun tak ingin mengeluh karena kecupan yang seperti itu hanya didapatnya jika Jungkook tak mampu membantah. Taehyung selalu akan banyak bicara atau berlaku di luar kebiasannya dengan senang hati, terutama jika hasilnya adalah gerutan manja di kemejanya beserta bibir Jungkook yang bergerak agresif. Konturnya lembut dan selalu terasa manis. Taehyung membuka mulut dan Jungkook sigap menggigit bibir bawahnya dengan sedikit emosi, menumpahkan kekesalan lalu menjilat bekasnya perlahan, mengirim sinyal ingin dibalas dan Taehyung tersenyum menanggapi.

"Aku benci hujan," adunya di tengah kecupan, lengan melingkar di leher Taehyung diiringi rengut sengit, pipi menggembung dan bibirnya melengkung. Taehyung terbahak sejenak sebelum bertanya balik, alis tebalnya yang tertata rapi digerak-gerakkan dengan jahil.

"Sekarang masih?"

Jungkook sontak menggerung dan menciumnya lagi.

.

.


KE-AI | ADORABLE (TaeKook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang