"Pergi atau kutonjok mulutmu"
dan yang selanjutnya terjadi adalah, anak-anak itu sekonyong-konyongnya berlari terbirit-birit meninggalkan Jimin.
Seulgi kesal dengan Jimin yang-seperti biasa, diam saja saat diganggu. Jadi karena sudah mengikrarkan dirinya sebagai bodyguard Jimin, Seulgi mengawasi bagaimana para berandalan barusan memaksa Jimin menyerahkan uangnya untuk membeli minuman di vending machine dan menyenggol dengan sengaja, kotak bekal Jimin.
Saat itu juga Seulgi kehabisan tingkat sabarnya dan keluar untuk mengamuk sekaligus mengancam mereka semua.
Jimin mendadak hafal dan terbiasa dengan presensi mengejutkan Kang Seulgi. Sudah terlampau sering, jadi hanya bisa pasrah seperti yang sudah-sudah
"..kenapa aku tidak kaget ya?"
Seulgi tidak mengindahkan perkataan Jimin barusan dan memilih untuk duduk di sampingnya
Lantas menyodorkan segenggam roti gula melon di depan muka tanpa berkata manis untuk sekadar berbasa basi.
"Terima kasih"
Jimin melahap dan mengunyah roti tersebut dengan pelan, tanpa membiarkan suara kunyahannya keluar, yang bisa-bisa membuat Seulgi bergidik jijik.
Seulgi bergumam tidak jelas, lebih seperti bisikan , membuat Jimin harus berkata maaf agar dia mau mengulang perkataanya barusan.
Kepala Seulgi dipalingkan berlawanan dari Jimin dengan kesal.
"Kamu tidak punya teman?"
"Hah?"
Seulgi berbalik menatap mata Jimin.
"Masa yang seperti ini dibiarkan saja? Setidaknya ada satu atau dua orang yang peduli kan?"
"Ya.. , satu-satunya kamu"
Seulgi terpekur sejenak, mengiyakan dalam hati sekaligus mengutuk dirinya yang tiba-tiba tersipu
"Duh, maksudku teman Jim, teman ! Yang akan menolongmu kalau susah"
Seulgi menghela nafasnya sejenak kemudian bersiap melanjutkan khitbahnya kalau saja Jimin tidak tiba-tiba menyodorkan roti ke dalam mulutnya.
"Hehe, maaf" dia terkekeh pelan melihat Seulgi yang merengut sekaligus menatap Jimin dengan kesal.
Seulgi tidak menolak maupun memakan roti tersebut, dia hanya mengambilnya dan menyimpan benda itu di tangan dan kemudian terdiam untuk sejenak.
"Apa kamu bahkan sudah melapor?"
Jimin menggeleng pelan sambil menghabiskan isi botol minumnya.
"Bukan begitu, jangan cemberut dulu " yang ada Seulgi makin mengerucutkan bibirnya maju beberapa centi ke depan. Jimin terkekeh dan menggosok-gosokan kepala Seulgi sampai dia mengerang kesal karena rambutnya yang berubah menjadi semrawut.
Jimin menghela nafas, menatap pekarangan belakang sekolah, tempat dia selama ini menghabiskan waktu istirahatnya.
"Aku hanya tidak bisa percaya siapapun disini"
Seulgi terpekur dan menatap Jimin dengan pandangan yang sulit diartikan.
*
"Jimiiin kring-kring!"
"Duh, apalagi ini?"
Seulgi menghampiri Jimin yang sedang berjalan di trotoar selepas sekolah dengan sepeda birunya.
"Ayo naik !"
*
"PELAN-PELAN !!"
"AHAHAHA"
Sumpah mati jantung Jimin berdetak tidak karuan dari tadi, Seulgi melaju bak kesetanan dengan sepedanya, ditambah dengan turunan jalan, Jimin rasa umurnya baru saja berkurang 1 tahun.
" Seulgi kalau kau tidak mau memelankan benda ini akan kukelitik lehermu !"
"Oh iya? coba sa-AH! IYA-IYA, BERHENTI, KAU MAU KITA MATI !?"
Akhirnya Jimin mendesah lega, dan sepeda melaju dengan kecepatan normal.
Seulgi menyapa perempuan kecil yang sibuk menggenggam eskrimnya dengan erat dari sepedanya, dan berhenti sejenak untuk mengelus kucing hitam yang tertidur di bangku taman.
Semua berjalan dengan tenang , kedua pihak menikmati waktu mereka dari sepeda sembari merasakan angin yang sesekali menerpa badan karena musim gugur akan segera tiba.
Tidak ada yang menduga sepeda motor merah melaju dengan cepat dari belakang, hanya memberi tanda dengan bunyi klakson tanpa sempat membiarkan Seulgi memutar arah.
Jimin dengan rasa panik dan cemas yang tiba-tiba menerjangnya, bergegas mengambil alih setir sepeda dan membanting mereka berdua menuju trotoar di samping jalanan.
Seulgi yang masih dapat menguasai badannya, nyaris terjungkal karena posisi sepeda yang terlalu miring, salah satu kakinya berpijak dengan kuat di bawah agar sepeda tidak terjatuh .
Beda hal dengan Jimin yang barusan kepalang terlalu panik, dan akhirnya terjerembab membentur jalan sampai lutunya berdarah.
"Jimin !"
Jimin meringis pelan sambil memegangi lututnya, keluar darah yang cukup banyak dari sana, sampai Seulgi sendiri berjengit agak ketakutan, tapi tetap menghampiri Jimn dengan segenap perasaan cemas.
Jimin sendiri malah menertawakan Seulgi dengan raut mukanya yang terang-terangan sedang mengkhawatirkannya. Malah sampai ingin menangis, dua ekor matanya sudah bergenang air mata yang siap keluar hanya tinggal menugngu waktu.
"Sudah, aku tidak apa-apa, tolong ambilkan obat di tasku"
Seulgi menganggukkan kepalanya bak anak kecil yang mendapat perintah dan bergegas mengeluarkan alat yang diminta dari bagian depan tas hitam milik Jimin.
Ada terlalu banyak peralatan untuk situasi gawat darurat yang dpat ia temukan disana, dan Seulgi sempat merasa anomali untuk sesaat, namun dengan cepat menepisnya dan mengambil obat merah beserta perban.
Jimin sempat mendesis pelan saat merasakan perih yang menjalari kakinya ketika Seulgi dengan hati-hati menuangkan air dari dalam botol minumnya untuk membersihkan luka tersebut, sebelum akhirnya memberikan obat merah dan meniup-niupnya.
Berbanding terbalik dengan Jimin yang sekarang merasa tenang karena lukanya sudah diobati, Seulgi malah menggigiti bibirnya menatap Jimin dengan rasa khawatir yang terlihat sangat kentara.
"Aku tidak apa-apa Seulgi, sudah,jangan malah menangis dong"
"Ini.., tidak, mataku kelilipan saat terjatuh tadi"
Jimin tertawa, sudah tertangkap basah menangis, masih bisa berkelit rupanya.
"Kalau kulihat lagi pengemudi motor itu, kupastikan kakinya bahkan tidak bisa berjalan untuk satu minggu" Seulgi bersungut-sungut sebal, yang mengundang gelak tawa Jimin karena menurutnya menggemaskan.
"Jangan begitu dong.." lagi-lagi, Jimin senang nampaknya mengelus kepala Seulgi.
"Apanya yang jangan begitu Jimin? Jelas-jelas dia salah, kamu mau diam saja bahkan saat kamu terluka seperti ini? Kalau para berandal di sekolah itu melukai kakimu sampai patah dan berbaring seharian di rumah sakit KAMU HANYA DIAM SAJA !?"
Seulgi terengah-engah, sebelum ini kondisi hatinya memang buruk. Sudah sekuat tenaga menahan tangis tapi ujung-ujungnya malah terisak pelan. Jimin menggelengkan kepalanya.
" Tidak membalas bukan berarti tidak mampu Seulgi, dan bukan berarti aku memaafkan juga, tapi terkadang kita harus menunggu waktu yang tepat agar balas dendam dapat dilakukan pada saat yang terbaik"
*
KAMU SEDANG MEMBACA
bully and warrior
FanfictionKendati Seulgi mengira Jimin anak yang culun dan seorang pengecut, dirinya terpana saat pemuda itu berkata terima kasih. Im sorry but, this isnt your typical of fanfiction karakter sepenuhnya bukan dari saya.