Sudah pukul setengah tujuh pagi. Jendela di kamar ibumu kau buka. Perlahan, matahari menembus cela-cela kaca dan membuat ruangan itu terang. Hari ini, suasana indah sekali. Langit tampak membiru dan angin-angin menjatuhkan dedaunan dengan sangat angun. Sebentar lagi, laki-laki tinggi berkaca mata, mengenakan baju rapi, dan tambahan jas putih itu akan menuju kamar ibumu. Laki-laki itu adalah dokter Alif. Dokter spesialis bagian dalam yang menangani ibumu. Tiga suster pun mengikutinya di belakang.
"Selamat pagi, Ibu Tiya." Sapa ramah dr. Alif. Lelaki itu kini berada disamping ibumu. Dekat sekali.
"Pagi, Dokter." Jawab ibumu dengan sedikit senyum.
"Pagi ini apa keluhannya, Bu?"
Sambil memegangi perut, ibu menjawab, "di sebelah sini, Dok. Sakit. Perut saya kayak gaenak. Saya juga lemas terus dan gaenak makan."
"Ohiya, Bu. Saya bacakan dulu hasil rongtennya yang kemarin ya." Ibumu menunduk saja, tanda bahwa ia setuju.
Dokter Alif tanpa banyak kata lantas segera membacakan. Dan hasilnya alhamdulillah normal semua. Tidak ada tanda-tanda penyakit apa pun.
Kau, ayah, dan tantemu yang mendengar itu lantas bersyukur sekali. "Alhamdulillah kalau begitu," kata ayah. Dokter Alif mengiyakan dengan senyuman hangat.
"Tapi, Dok?" Saat ibumu memanggil kembali dokter Alif, ada sesuatu yang sedikit membuat kau takut.
"Iya, Bu?"
"Ada kelenjar di bawah ketiak saya." Kata ibu pelan. Dokter Alif meminta ibu untuk mencarikan lokasi kelenjar itu dan menemukannya.
"Ada banyak, Bu?"
"Lumayan, Dok."
"Mana saja, Bu?"
"Di ketiak, di leher, di selangkangan."
Dokter itu lantas mengecek satu-satu kembali. Mengangguk dan, "Ibu, hari ini boleh pulang, ya. Senin ke sini lagi. Kita operasi yang di bagian ketiak, soalnya kalau di leher berbahaya. Nanti coba saya konsultasikan dengan dokter bedah." Kau tersenyum, Win.
"Setelah itu apa keluhannya, Bu?"
"Cukup, Dok."
"Iya, sudah, hari ini boleh pulang ya. Sudah saya kasih resep untuk meredakan nyeri di bagian perut. Sama kita kasih vitamin juga supaya ketahanan tubuh itu terjaga dan siap dioperasi."
Setelah menjelaskan banyak hal, Dokter Alif akhirnya keluar kamar menuju ke kantor Anyelir. Kau merasa lega sekali, Win, ibumu tidak papa. Dan hari ini ibumu boleh pulang.
•••
Pukul 15.00, salah satu suster mendatangi kamar ibu, katanya salah satu anggota keluarga harus ke kasir untuk mengurusi administrasi dan pengambilan obat. Kau yang saat itu baru saja keluar dari kamar mandi, langsung bergegas keluar kamar.
Wina, kau tangkas sekali, Win. Kau sangat sigap mengurusi semua keperluan ibumu. Ternyata kini semua orang tahu, kau bukanlah anak ibumu yang kecil lagi, yang menangis karena kalah. Kau sekarang tumbuh menjadi Wina dewasa. Semoga saja setelah ini, kau lebih kuat menghadapi kenyataan yang membuatmu kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENULISLAH KEMBALI
Novela JuvenilPermisi, Mbak, Mas, ada panggilan dari Tatib untuk Kak Wina, ini suratnya. Surat itu dipegang oleh Mira, temanmu yang duduk di sebelah pintu. Kawan-kawanmu yang lain sibuk membercandaimu. "Halah, Wina. Pasti itu rapat lagi. HUT lagi. OSIS lagi," beg...