Part 7 Cemburu

42.2K 1.9K 18
                                    


Selesai sarapan di meja makan, Qolbina bergegas keluar rumah. Emran pasti sudah lama menunggunya. Namun tidak dilihatnya sosok pemuda jangkung itu.

“Cari siapa?” tegur Handika sudah berdiri di belakang Qolbina. Sontak Qolbina kaget melihat sosok Handika berdiri menjulang di belakangnya.

“Hari ini kamu pergi denganku ke kampus” perintah Handika.

Qolbina melongo, apa dia sedang bermimpi. Handika dengan suka rela mau mengantarnya ke kampus.
Emran tiba di depan teras bersama pajero sport milik Handika. Emran kemudian turun dan memberikan kunci kontak kepada Handika. Qolbina hany menatap Emran bingung. Sementara Emran hanya mengendikkan bahunya tanda dia sendiri juga tidak tahu. Ada angin apa tiba-tiba tuan mudanya mau mengambil alih tugasnya.
Qolbina masuk ke mobil setelah Emran membukakan pintu. Sepanjang perjalanan hening di dalam mobil. Qolbina masih bertanya-tanya di dalam hatinya. Nih, orang abis kepentok tembok, ya. Apa dia nggak terlambat ke kantor harus mengantarnya ke kampus dulu.

“Pulang jam berapa nanti?” tanya Handika memecahkan keheningan diantara mereka namun tetap fokus menatap ke depan.

“Aku minta jemput Emran saja” jawab Qolbina.

“Aku tanya pulang jam berapa bukan dijemput siapa?” ulang Handika lagi. Qolbina mendengus. Nih orang mau ngajak ribut aja.

“Jam 1” jawab Qolbina kesal.

“Nanti aku jemput” ujar Handika santai.

"Hah, apa aku nggak salah dengar, nih orang lagi kesambet apa, ya. Kok, mau menjemputku. Bukannya jam segitu dia masih di kantor" pikir Qolbina di dalam hatinya.

“Dengar nggak ?” tegas Handika karena diliriknya Qolbina tampang termenung.

“Iya, telingaku masih normal, kok” sungut Qolbina. Namun dalam hatinya terasa ada yang berbeda. Qolbina tersenyum kecil tanpa Handika ketahui.

>>>>>>>>>

Tepat jam 1 siang, mobil Handika sudah parkir di depan kampus Qolbina. Namun yang ditunggu belum juga kelihatan batang hidungnya. Handika melepaskan jas yang menempel di badannya. Kemeja lengan panjangnya dia gulung sebatas siku sehingga membuatnya tampak terlihat keren. Handika keluar dari pajero sportnya dan menyandarkan punggungnya ke pintu mobil. Mahasiswi yang berlalu-lalang tampak terpesona melihat laki-laki blasteran itu. Handika hanya mengamati gerak-gerik mahasiswi yang memperhatikannya dari balik kaca mata hitamnya. Mereka berbisik-bisik sambil sesekali melihat ke arah Handika.

“Bin, coba kamu lihat itu ... ada cowok ganteng banget, tuh” tunjuk Cintary ke arah pintu gerbang kampus.

Qolbina tersenyum kecil, Cintary memang belum pernah berjumpa dengan laki-laki yang telah menjadi suaminya itu.

“Mata kamu nanti aku colok, ya. Itu suamiku tahu nggak” ujar Qolbina tersenyum simpul.

Cintary melongo sambil melirik Qolbina lalu dia terkekeh mendengarkan ucapan sahabatnya itu.

“Ngarep juga, ya, kamu. Dia sedang menunggu siapa, ya?” Cintary masih belum percaya dengan ucapan Qolbina.

Pletak!!! Qolbina menjitak kepala sahabatnya yang ngeyel itu. “Ya jelas sedang menunggu istrinya inilah”  sungut Qolbina. Cintary memonyongkan bibirnya tanda tidak percaya dengan ucapan Qolbina. Melihat sikap Cintary yang tidak percaya itu, Qolbina lalu bergegas menghampiri Handika untuk membuktikan kepada Cintary bahwa dia tidak omong kosong. Cintary kemudian mengikuti Qolbina dari belakang.

“Maaf, dosennya agak terlambat keluar kelas” sapa Qolbina. Handika membuka kaca mata hitamnya lalu melihat Qolbina dan Cintary yang ada di belakangnya.

Exchanged Marriage (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang