Part 12 Menjauh darimu

39.2K 1.8K 26
                                    


“Em, mas Han nggak bisa jemput ya?” tanya Qolbina melihat Emran datang menjemput Qolbina.

Cintary yang ada di samping Qolbina pun mendadak heran. Sudah lama dia tidak melihat Emran sejak tugas mengantar jemput sahabatnya itu diambil alih oleh Handika.

“Katanya ada meeting internal di perusahaan non” jawab Emran sambil melirik Cintary yang kedapatan sedang menatapnya. Cintary langsung melengos ke samping menghindar sambil tersenyum tipis.

“Cin, aku duluan yah. Dadah” pamit Qolbina dengan wajah sendu masuk ke dalam mobil.

“Kami duluan nona...”

“Cintary” sambung Cintary mengenalkan dirinya. “Panggil aja Cinta mas, karena saya bukan konglomerat” lanjut Cintary tersenyum geli.

Emran hanya mengangguk dan membalas senyuman manis Cintary. Bina!!! Kamu harus comblangin aku sama ajudan gantengmu itu!! Teriak hati Cintary.

“Em, kita mampir ke kantor mas Han bentar ya” ajak Qolbina.

Entah kenapa dia ingin menemui suaminya di kantor. Karena sejak kedatangan keluarga  Nabila komunikasi mereka berdua sedikit renggang.
Emran menunggu Qolbina di lobi kantor saja sementara Qolbina langsung menuju ke ruangan Handika. Qolbina menghentikan langkah kakinya ketika melihat sosok gadis sedang berbincang dengan suaminya di muka pintu.

“Nabila!! Mau apa dia sampai menemui Handika di kantor” Qolbina masih mengamati mereka dari balik dinding.

Handika tampak tersenyum bahagia berbicara dengan gadis cantik itu begitupun dengan Nabila. Hati Qolbina berdenyut. Dia bergegas meninggalkan gedung itu, Emran tampak tidak curiga melihat Qolbina cepat menghampirinya.

“Ayo kita pulang” ajak Qolbina.

“Apa kubilang, dia ada meeting kan” ujar Emran karena Qolbina begitu cepat mengajaknya pulang. Qolbina hanya tersenyum kecil sambil menahan hatinya yang sakit.

“Em, aku lupa kalau ada kelas jam 2 nanti”

“Lho kok bisa non, saya kira udah selesai kuliahnya”

“Dosennya nggak bisa kuliah pagi jadi diganti siang” Qolbina membuat alasan.

Siang itu Emran tanpa curiga melihat Qolbina membawa ransel. Ketika ditanya alasan Qolbina dia membawa laptop dan beberapa buku diktat.
Sorenya Emran kelimpungan sendiri ketika di kampus dia tidak melihat sosok Qolbina. Dia baru ingat pernah meminta nomor Cintary. Dari Cintarylah dia baru tahu bahwa Qolbina telah membohonginya. Cintary sendiri ada di kostannya dan mereka tidak ada kuliah siang tadi. Ah istri tuan mudanya itu paling pintar kalau mau kabur dari rumah.

“Kau sudah cari Em?” tanya Handika ketika sampai di rumah.

“Iya Han, teman dekatnya saja tidak tahu kemana nona pergi. Nona pergi membawa tas ransel”  jelas Emran.

“Apa? Ransel?” Handika cukup terkejut lalu dia bergegas ke kamar.

Handika langsung membuka lemari pakaian mereka dan benar saja dugaannya beberapa gamis yang biasa Qolbina pakai tidak ada lagi di lemari. Justru laptop Qolbina ada di kamar tampak tidak tersentuh di atas meja.
Emran memberitahu Handika bahwa Qolbina menemuinya di kantor. Sementara Handika sendiri merasa tidak bertemu dengan Qolbina. Handika baru ingat kalau dia bertemu dengan Nabila di kantor namun dia tidak mengizinkan Nabila masuk ke dalam jadilah mereka bicara di depan pintu. , Apakah Qolbina melihatnya berbicara dengan Nabila di depan ruangannya? Apa karena itu alasan dia pergi dari rumah?  Handika menebak-nebak  dalam hatinya.

“Haaaaa. Dimana kamu Bina?” teriak Handika kesal.

Handika beberapa kali mencoba menghubungi gawai Qolbina tetapi tetap saja nomornya tidak aktif. Handika meremas rambutnya frustasi. Sikapnya terhadap Qolbina setelah tahu siapa dia sebenarnya hanyanya untuk memastikan perasaannya dan kemantapannya dalam mengambil keputusan. Ternyata sikapnya disalah artikan oleh Qolbina.
Sementara Nabila intens mengunjungi Handika di kantor untuk menarik perhatian Handika agar dia melepaskan Qolbina. Kepergian Qolbina selama tiga hari membuat kepala Handika pusing. Dia tidak bisa kosentrasi bekerja. Istrinya itu paling bisa membuat hidupnya tidak tenang dengan cara kabur dari rumah. Sepertinya akan menjadi kebiasaan bagi Qolbina ketika menghadapi masalah dia akan pergi menghilang.

[Sudah dapat info Em?] tanya Handika dari ponselnya.

[Belum, nona tidak pernah datang ke kampus. Ponselnya saja sudah tidak aktif lagi] jawab Emran.

Aargh. Handika melempar gawainya di atas tempat tidur lalu dia pun menghempaskan badannya.

>>>>>>>>>

“Bina, apa nak Handika tahu kamu  di rumah ibu?” tanya Shofi pelan.

“Ibu, mas Handika sudah tidak peduli lagi denganku setelah tahu siapa aku” jawab Qolbina dengan tatapan sendu.

“Ya Allah nak” Shofi menggenggam tangan Qolbina. “Karena tahu kamu hanya anak penjual keripik tempe?” tegas Shofi menatap manik Qolbina.

“Entahlah bu, sejak malam itu dia seperti menjaga jarak denganku. Lantas untuk apa aku berada disana jika tidak dianggap. Ketakutanku selama ini menjadi kenyataan. Aku kehilangan semuanya” tangis Qolbina.

“Bina menyesal menjadi anak ibu?” tanya Shofi dengan berurai airmata.

“Tidak bu, Bina tidak menyesal” Qolbina membalas genggaman tangan Shofi.

Bagaimanapun wanita dihadapannya itu adalah ibu yang telah melahirkannya. Mendengar cerita Shofi, Qolbina semakin kagum dengan ibunya yang berjuang sendiri menyekolahkan Nabila walaupun sampai jenjang SMA.

“Nabila selalu malas-malasan kalau membantu ibu. Pantas saja karena di dalam darahnya mengalir darah orang kaya” ujar Shofi tersenyum getir mengingat tingkah laku selama hidup dengan Nabila.

“Dia begitu bahagia bisa bertemu keluarga kandungnya” Qolbina ikut tersenyum. Bahkan Nabila pun terlihat ingin merebut Handika darinya.

Qolbina ikut membantu ibunya mengemas keripik-keripk yang sudah jadi lalu mengantarnya ke beberapa toko langganan ibunya. Sisanya ditawarkan ke beberapa tetangga di sekitar rumah. Sudah satu minggu Qolbina tinggal bersama ibunya. Tidak ada tanda-tanda Handika mencarinya. Handika tidak lagi mencintainya. Hah cinta!! Qolbina belum pernah mendengar kata itu keluar dari mulut Handika. Jadi mudah saja bagi Handika untuk melupakannya.

“Bina, ayo makanlah. Kok sudah dua hari ini kamu sedikit sekali makannya. Apa karena lauknya tidak enak?” Shofi masuk ke kamar dilihatnya Qolbina masih tiduran.

“Nggak bu, masakan ibu enak kok tapi lagi nggak kepingin aja” sahut Qolbina.

Kalau soal makan dirinya tidak pilih-pilih, hanya saja memang dia lagi tidak selera makan karena memikirkan nasib hidupnya.

Tbc

Exchanged Marriage (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang