3. Again

210 25 0
                                    

Jmin masuk ke dalam ruangan itu, menggoyangkan bahu Namjoon yang terduduk di lantai dengan pergelangan tangan yang tergores dalam. Mengeluarkan cairan pekat merah yang berbau amis.

"Namjoon-ah!"

Jimim berdecak kesal lalu berdiri dan keluar dari ruangan dengan langkah cepat. Kaki kecilnya berlari menaikki tangga dan bertemu dengan Seokjin. "Kau menemukannya?"

Jimin mengatur napasnya lalu mengangguk. "Ikut aku!" Ia berlari lagi, diikuti Seokjin dibelakangnya. Mata bulat Seokjin semakin membola kala melihat pemandangan Namjoon yang terlihat berantakan dengan goresan luka di pergelangan tangan kanan. Juga beberapa luka sayatan ringan pada kedua pipi berlesungnya.

"Namjoon-ah! Kau kenapa?" Seokjin mendekati adiknya, lalu menggoyangkan bahu Namjoon. Tapi remaja jenius itu tidak bergerak.

"Hey, kena--eh, Namjoon-ah!" Taehyung yang baru saja sampai di ambang pintu ruangan langsung membelalak dan mendekati remaja pucat dengan luka dalam itu. Seokjin memeriksa denyut nadinya, napasnya. Tak ada lagi bagian dari tubuh Namjoon yang bergerak. Dia meninggal dunia.

-

-

-

Jimin duduk termenung di atas ranjangnya. Mayat Namjoon sudah dievakuasi dan dibawa ke kota. Sementara dia dan lainnya masih menunggu Seokjin yang mempunyai urusan di luar.

"Pasti pembunuhan. Tidak mungkin dia bunuh diri, karena ada luka gores dipipinya. Itu berarti dia tadi mungkin sempat memberontak dan pembunuhnya menyilet pipi Namjoon. Bisa begitu kan?"

Yang diajak bicara masih diam dengan tatapan yang menatap Jimin bingung. "Bisa jadi. Y
Tapi Jim, ada sesuatu yang penting mau aku katakan padamu dari tadi." Jimin mengangkat dua alisnya, sementara Taehyung mulai mendekatkan kepalanya hingga kepala mereka berdua berdekatan.

"Aku tadi melihat ada siluet orang yang masuk ke dalam kamar saat lampunya padam. Lalu menabrakku, tapi aku diam saja karena kukira itu salah satu dari kita. Tapi setelah melihat postur tubuh teman-teman lainnya. Rasanya, tidak mungkin jika seseorang yang menabrakku itu salah satu dari kita."

Taehyung menghela napas lalu menjauhkan kepalanya. Kini mereka berdua duduk berhadap-hadapan dengan kaki bersila. "Begini, aku tadi melihat siluet orang yang masuk kekamar. Lalu menabraku, dan aku yakin kalau itu bukanlah salah seorang dari kita."

"Maksudmu itu orang asing?"

"Iya, kau benar sekali. Tidak mungkin kalau salah satu dari kita. Karena orang yang menabrakku tadi itu tenaganya kuat dan sepertinya lebih tua dari kita, karena bahuku tadi menabrak dadanya."

Jimin mengerjapkan mata beberapa kali. "Apa ada hubungannya dengan yang dihutan tadi?" Taehyung mengendinkkan bahu. "Entahlah, yang pasti ini bukan penginapan yang bagus dan aman." Taehyung memoles senyuman tipis. "Tapi kita masih bisa selamat, kita akan keluar dari sini secepat mungkin. Tinggal menunggu Seokjin hyung datang, ya kan?"

Jimin mengangguk pelan, ada sedikit rasa lega dalam dirinya karena mengetahui dirinya dan teman-temannya akan pergi dari tempat itu secepatnya. "Ya sudah, aku kembali ke kamarku dulu. Ada yang harus aku bereskan di sana, aku belum sempat membereskan barang-barangku tadi." Taehyung memutar kenop pintu lalu pergi setelah Jimin mengangguk.

Tak lama, Jungkook masuk kesana. Langsung duduk disamping Jimin dan menyandarkan kepalanya dibahu kakak sepupunya. "Kau tahu, Hyung? Aku sangat takut. Ini bahkan belum satu hari."

Tangan Jimin bergerak mengusap pipi Jungkook dengan tangan kanannya. "Hei, tenanglah. Kita akan segera pergi dari sini. Setelah ini kita bisa tidur nyenyak dikamar masing-masing."

LOSE || BTS FANFICTION✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang